Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Kaizen dan Krisis Air
22 April 2025 8:49 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari I Gusti Ngurah Krisna Dana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Salah satu tantangan terbesar dalam tata kelola air di Indonesia bukan hanya tentang kekurangan pasokan atau infrastruktur yang kurang memadai, tetapi juga soal cara kita memandang dan mengelola perubahan.
ADVERTISEMENT
Banyak program air bersih dibangun dengan semangat proyek: semarak di awal, ramai dalam peluncuran, lalu perlahan dilupakan ketika masalah mulai muncul. Padahal, masalah air tidak pernah selesai dalam satu kali gebrakan.
Di sinilah saya percaya prinsip Kaizen dari Jepang sangat relevan untuk kita adopsi. Bukan hanya untuk birokrasi secara umum, tetapi juga secara khusus dalam pengelolaan air—yang menyangkut hak dasar manusia sekaligus ketahanan lingkungan kita.
Perubahan Kecil yang Konsisten: Jalan yang Sering Diabaikan
Kita terlalu sering mencari solusi besar dan cepat. Ketika menghadapi krisis air, pemerintah langsung membangun bendungan besar, saluran irigasi raksasa, atau sumur bor dalam skala nasional. Padahal, pengalaman menunjukkan bahwa infrastruktur saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan manajemen dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Kaizen mengajarkan bahwa perubahan tidak selalu harus besar. Memperbaiki satu saluran air yang bocor, memastikan meteran air bekerja, mengedukasi warga tentang kebocoran—itu juga bentuk perubahan. Di Jepang, efisiensi air dimulai dari hal-hal seperti itu. Pemerintah lokal di Tokyo bahkan mencatat dan mengevaluasi kebocoran hingga titik-titik terkecil, karena mereka percaya: sedikit demi sedikit, hasilnya akan besar.
Di Indonesia, kebocoran air di jaringan distribusi kita bisa mencapai 40% (PDAM Jaya, 2022). Itu artinya hampir separuh air yang sudah diproses tidak pernah sampai ke tangan warga. Jika semangat Kaizen dihidupkan di dalam manajemen PDAM—dengan perbaikan kecil tapi rutin, inspeksi harian, dan keterlibatan staf teknis lapangan—angka ini bisa ditekan. Tidak dalam satu malam, tapi secara bertahap dan konsisten.
ADVERTISEMENT
Refleksi dan Koreksi: Budaya yang Terlupakan
Satu hal yang membuat sistem Kaizen kuat adalah hansei, yaitu kebiasaan untuk secara rutin melakukan refleksi diri. Di Jepang, setelah setiap proyek atau kegiatan, dilakukan evaluasi mendalam tentang apa yang bisa diperbaiki. Kegagalan bukan hal yang ditutup-tutupi, tetapi menjadi bahan belajar untuk langkah berikutnya.
Kita di Indonesia sering melupakan ini. Program air bersih seperti PAMSIMAS, SANIMAS, atau SPAM regional sering dinilai berhasil hanya dari sisi output fisik—berapa sumur yang dibangun, berapa kilometer pipa yang dipasang.
Tapi seberapa sering kita menanyakan: Apakah masyarakat bisa mengakses air itu setiap hari? Apakah mereka terlibat dalam pemeliharaan? Apakah ada laporan keluhan yang ditindaklanjuti?
Kalau prinsip Kaizen diterapkan, maka setiap program air akan diikuti dengan ruang evaluasi terbuka: bukan sekadar laporan ke pusat, tapi diskusi bersama warga, teknisi, dan operator lapangan. Dari situ, lahirlah perbaikan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Semua Terlibat, Tak Hanya Pemerintah
Kaizen juga mendorong partisipasi semua pihak—tidak hanya pimpinan atau pembuat kebijakan. Dalam konteks pengelolaan air, ini berarti mengajak masyarakat, petani, sekolah, bahkan anak-anak untuk terlibat aktif.
Desa-desa adat di Bali misalnya, sudah lama memiliki budaya menjaga sumber mata air melalui sistem Subak. Tapi pendekatan modern kadang justru mengabaikan peran mereka. Prinsip Kaizen akan mendorong pendekatan hibrid: menggabungkan teknologi dengan kearifan lokal, mengakui pengalaman warga sebagai bagian dari sistem yang terus diperbaiki.
Bahkan sesuatu yang sederhana seperti pelatihan operator air desa setiap enam bulan, pengumpulan umpan balik dari pelanggan PDAM, atau sistem pengaduan daring yang ditindaklanjuti cepat—itu semua bentuk Kaizen yang sangat mungkin diterapkan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menuju Ketahanan Air yang Berbasis Perbaikan Berkelanjutan
Krisis air tidak datang secara tiba-tiba, dan penyelesaiannya pun tidak bisa instan. Di tengah tekanan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkungan, kita perlu mengubah cara pandang: dari proyek sesaat menjadi proses panjang.
Prinsip Kaizen mengajarkan bahwa keberhasilan besar lahir dari langkah kecil yang dijalankan terus-menerus. Tata kelola air yang efektif bukan soal membangun instalasi raksasa, tapi soal menyempurnakan proses—hari demi hari, orang demi orang.
Jika kita ingin memastikan bahwa anak cucu kita masih bisa menikmati air bersih, mungkin sudah saatnya kita mulai dari langkah kecil. Seperti memetakan ulang titik kebocoran, memperbaiki manajemen PDAM, atau menumbuhkan budaya refleksi di antara penyelenggara pelayanan publik air. Bukan hal besar. Tapi bila dilakukan terus, dampaknya akan jauh lebih luas.
ADVERTISEMENT
Seperti air yang mengalir pelan namun mengikis batu, Kaizen perlahan-lahan bisa membentuk pemerintahan yang lebih tangguh—dan sistem air yang lebih adil.