Konten dari Pengguna

Pendekatan Youth Centered Society Menjadi Kunci Menikmati Bonus Demografi

I Putu Arya Aditia Utama
Arya saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Genre Indonesia yang fokus dalam isu pembangunan keluarga dan kependudukan. Selain itu, Arya juga bekerja sebagai Tim Staf Khusus Kemenpora RI yang fokus dalam pengembangan strategi kepemudaan.
9 Mei 2025 19:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Putu Arya Aditia Utama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sosiolog pemuda berkebangsaan Inggris, Andy Furlong dalam bukunya yang berjudul Youth Studies: An Introduction menganalisis bagaimana globalisasi, ketidakpastian ekonomi, dan identitas membentuk kehidupan pemuda modern. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pendekatan khusus yang dapat melibatkan pemuda secara beramakna. Salah satu pendekatan yang disebutkannya adalah pendekatan Youth Centered Society yang merupakan pendekatan sosial, budaya, dan kebijakan yang memposisikan pemuda sebagai subjek utama, bukan sekadar objek dari pembangunan, perubahan, atau representasi sosial.
Sumber: Dokumentasi berasal dari kegiatan Genre Indonesia di Kampung Pemulung
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi berasal dari kegiatan Genre Indonesia di Kampung Pemulung
Artinya, pendekatan ini mengusung model masyarakat yang (1) menyediakan ruang aktualisasi diri yang luas bagi pemuda; (2) mengintegrasikan perspektif dan kepentingan pemuda dalam kebijakan publik; (3) mengakui pemuda sebagai penggerak perubahan sosial, ekonomi, dan politik; dan (4) membangun struktur sosial yang mendukung potensi dan aspirasi pemuda secara aktif. Singkatnya, pendekatan ini menjunjung tinggi nilai-nilai MIYP (Meaningful Inclusive Youth Participation), interseksionalitas, akses dan kesetaraan, serta inovasi berbasis pemuda.
ADVERTISEMENT
Pendekatan YCS ini efektif diterapkan di negara yang sedang berada pada fase bonus demografi (jumlah usia produktif lebih banyak daripada jumlah usia non-produktif). Akan tetapi, implementasi pendekatan YCS tidak semudah memahami teorinya. Dalam proses implementasinya, diperlukan komitmen, keterbukaan, dan kedewasaan baik pada aktor pemuda maupun entitas lainnya (misalnya pemerintah) yang terlibat dalam implementasi. Lantas, bagaimana kerangka sinergitas yang harus diaktualisasikan dalam mengimplementasikan pendekatan YCS?
Level of Analysis (Mikro, Makro, dan Meso)
Anthony Giddens dalam pemikirannya menjelaskan sebuah teori yang dikenal sebagai teori strukturasi. Teori ini menjelaskan level of anylisis yang secara tegas menolak pendikotomian konsep mikro dan makro karena setiap level akan membentuk satu sama lain secara dinamis. Dengan demikian, level of analysis ini membagi tingkatan struktur pada tiga level, yaitu level Mikro, Meso, dan Makro.
ADVERTISEMENT
Pengaplikasiannya dapat dicontohkan melalui upaya menikmati bonus demografi. Asumsikanlah yang berperan sebagai level mikro adalah pemuda, meso adalah institusi pemerintah, dan makro adalah kebijakan/sistem yang ingin diciptakan. Dalam hal ini, menikmati bonus demografi tidak dapat diwujudkan apabila pemuda dan institusi pemerintah tidak melakukan sinergi.
Apabila hanya mengandalkan gerakan pemuda, tetapi gerakan tersebut tidak memiliki akses untuk pendanaan, berbicara di level kebijakan, maupun kesempatan untuk berperan dalam sistem maka gerakan tersebut akan mati dengan sendirinya oleh sistem yang tidak berpihak terhadap kehadiran pemuda.
Begitu juga sebaliknya, apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan atau menciptakan kegiatan pemberdayaan kepada pemuda, tetapi pemuda sebagai objek kebijakan tersebut tidak dilibatkan dalam proses perumasannya maka kemungkinan besar kebijakan tersebut tidak memiliki keberpihakan terhadap pemuda karena dibuatnya tidak berbasis kebutuhan pemuda. Atau dalam kondisi yang lebih ekstrem, pemerintah memiliki kebijakan dan pemuda sebagai aktor pelaksananya tidak kolaboratif dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut maka kebijakan yang dibuat hanya akan sebatas tulisan di atas kertas tanpa arti apapun.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, kondisi akan jauh berbeda apabila entitas pemuda dan pemerintah bersinergi dalam menikmati bonus demografi. Bayangkan ketika pemerintah hadir dalam memberikan akses kepada gerakan pemuda dan membuka kesempatan seluas-luasnya untuk pemuda terlibat aktif dalam kebijakan. Satu sisi, gerakan pemuda akan mekar sehingga suara-suara anak muda menjadi lebih beragam representasinya dan di sisi lain, kehadiran anak muda dalam perumusan kebijakan juga mengakibatkan kebijakan menjadi tepat sasaran sesuai kebutuhan anak muda.
Selanjutnya, bayangkan ketika pemuda hadir dan mendukung penuh setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini, selain kebijakan akan terlaksana secara bermakna dan sebagaimana fungsinya, anak muda juga akan terlibat penuh bukan hanya sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek yang merealisasikan kebijakan. Sinergitas yang terjadi antara level mikro dan meso antara pemuda dan pemerintah akan menghasilkan kebijakan dan gerakan yang mampu menciptakan ekosistem pembangunan yang inklusif untuk menikmati bonus demografi. Lantas, apa yang perlu direfleksikan oleh Indonesia?
ADVERTISEMENT
Pemuda dan Pemerintah Perlu Refleksi
Dalam konteks Indonesia, meskipun saat ini sedang berada di fase bonus demografi, tetapi tidak sepenuhnya Indonesia benar-benar dapat menikmati buah manis dari bonus demografi. Oleh karena itu, proses refleksi perlu dilakukan baik oleh pemerintah maupun pemuda.
Dari sisi pemerintah, perlu dipertegas keberpihakannya kepada pemuda. Artinya, pemerintah harus concern tidak hanya pada partisipasi, tetapi juga representasi pemuda. Selain itu, pemerintah juga harus membuka akses dan kesempatan seluas-luasnya kepada pemuda untuk dapat terlibat dalam proses pembangunan (perumusan kebijakan misalnya). Eksistensi pemuda secara partisipatif dan represenatif akan melahirkan kebijakan yang inklsuif dan bermanfaat bagi pemuda itu sendiri.
Sementara itu, dari sisi pemuda, perlu secara sadar untuk meningkatkan kapasitas diri secara personal dan memperkuat gerakan yang menjawab persoalan secara komunal. Pertama, apabila pemuda memiliki kesadaran untuk meningkatkan kapasitas diri maka secara tidak langsung dapat meningkatkan daya saing pemuda di kancah global. Selain itu, kesadaran pemuda untuk meningkatkan kapasitas diri juga akan mengoptimalkan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah karena pemuda sebagai target sasaran dapat secara pro aktif memanfaatkan kesempatan yang dibuka pada setiap kebijakan yang dibuat.
ADVERTISEMENT
Kedua, selain meningkatkan kapasitas diri secara personal, pemuda juga perlu refleksi untuk memperkuat gerakan yang mampu menjawab persoalan. Selama ini, gerakan pemuda yang dianggap idealis untuk membawa kepentingan rakyat ternyata tidak lebih dari gerakan yang dikooptasi oleh kepentingan pribadi. Selain itu, gerakan-gerakan yang muncul juga bersifat reaksioner sehingga rapuh secara ide dan substansi. Oleh karena itu, konsekuensinya adalah lemahnya gerakan pemuda yang mampu menjawab persoalan. Padahal, di tengah Indonesia berada pada fase Bonus Demografi seharusnya kehadiran gerakan-gerakan pemuda dapat mengakselerasi untuk segera menikmati buah manis demografi.
Melalui penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa dalam memanfaatkan bonus demografi, baik pemuda maupun pemerintah harus bersinergi dan berkolaborasi. Pemerintah tidak bisa bergerak sendiri tanpa pemuda, begitu juga sebaliknya pemuda juga tidak bisa bergerak sendiri tanpa pemerintah. Setiap entitas memiliki peran dan porsinya masing-masing. Ketika pemerintah berperan dalam membuka akses dan melahirkan kebijakan maka di sisi lain, pemuda berperan dalam memanfaatkan akses dan menjalankan kebijakan tersebut. Simbiosis mutualisme antar pemerintah dan pemuda akan terjadi apabila pendekatan Youth Centered Society dapat diterapkan dengan baik.
ADVERTISEMENT