Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Perkuat Akar Generasi, Antisipasi "Jurang Demografi"
21 Februari 2025 22:04 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari I Putu Arya Aditia Utama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia adalah bangsa besar yang dikaruniai dengan 280 juta penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara keempat dengan populasi terbesar di dunia dibawah Amerika Serikat, China, dan India. Selain itu, besarnya jumlah populasi penduduk beriringan dengan dominannya proporsi usia produktif dibandingkan dengan usia non-produktif dimana total penduduk berusia produktif mencapai 69% dari total penduduk Indonesia. Artinya, Indonesia sedang mengalami fase bonus demografi yang berkontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional (terjadi apabila penduduk usia produktif terberdayakan dengan baik).
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, pemerintah tidak bisa terlalu larut dengan euforia yang ada. Mulai sekarang, pemerintah sudah seharusnya memikirkan dan mempersiapkan kondisi kependudukan yang mungkin terjadi di masa depan. Seperti yang disampaikan oleh Frank Notestein melalui Teori Transisi Demografi bahwa terdapat empat tahap dalam proses transisi, yaitu tahap Pre-Industrial Society (tingkat kelahiran dan kematian tinggi), Early Industrial Society (tingkat kematian menurun dan tingkat kelahiran tinggi), Mature Industrial Society (tingkat kelahiran menurun), dan Post-Industrial Society (tingkat kelahiran dan kematian rendah).
Saat ini, Indonesia sudah mulai memasuki fase Post-Industrial Society sehingga Indonesia harus mulai berkaca dengan Jepang atau Korea Selatan yang jumlah usia kerja menyusut dan proporsi yang berusia lanjut terus mengalami peningkatan. Di Jepang, laju pertumbuhan penduduk saat ini -0,1% per tahun (Shoushika) sedangkan penduduk usia lanjut mencapai 29,3 persen dari total penduduk (Koureika Shakai). Terdapat beragam penyebab dari menurunnya laju pertumbuhan penduduk di Jepang, seperti menurun drastisnya angka pernikahan dan maraknya fenomena childfree.
ADVERTISEMENT
Potret Demografi Indonesia
Sebenarnya, kondisi yang dialami oleh Jepang atau Korea Selatan sangat berpotensi juga dialami oleh negara-negara lainnya karena persoalan menikah maupun memiliki keturunan bukan hanya persoalan personal, melainkan juga persoalan komunal yang berkaitan dengan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya dari suatu negara. Isu kependudukan di Indonesia sendiri dalam dekade terakhir sebetulnya adalah tentang overpopulation, tetapi belakangan ini, Indonesia sudah mulai diterjang oleh fenomena-fenomena lain, seperti turunnya laju pertumbuhan penduduk, tren penurunan angka pernikahan, childfree, serta aging population yang semakin mempertegas posisi Indonesia masuk pada tahap Post-Industrial Society.
Para ahli sebetulnya telah memproyeksikan bahwa sampai di tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia akan terus bertambah hingga mencapai 319 juta jiwa. Akan tetapi, proyeksi tersebut masih sangat mungkin mengalami ketidaksesuaian mengingat kompleksnya variabel penentu dari sektor kependudukan. Nyatanya, laju pertumbuhan penduduk di Indonesia terus mengalami penurunan dari 1,25% di tahun 2020 menjadi 1,13% di tahun 2023.
Salah satu yang dapat diasumsikan menjadi penyebab turunnya laju pertumbuhan penduduk ini adalah angka pernikahan yang mengalami tren penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 menyebutkan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, penurunan pernikahan mencapai angka 2 juta. Penurunan ini bukanlah semata-mata fenomena sementara, tetapi sebuah tren konsisten yang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir dimana angka penurunannya mencapai 28,63%. Menariknya, sekalinya masyarakat melakukan pernikahan, umur pernikahannya juga tidak panjang karena jumlah perceraian yang ada di Indonesia juga cukup tinggi. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, angka perceraian mencapai 1,5 juta kasus. Oleh karena itu, memilih untuk lajang dan tidak memiliki keturunan (childfree) telah menjadi fenomena baru yang mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami penurunan.
Di sisi lain, anak muda Indonesia juga sedang mengalami fenomena marriage is scary (takut untuk menikah). Fenomena sosial ini muncul karena banyak hal, seperti ekspektasi sosial dari masyarakat, tekanan ekonomi yang tinggi, biaya hidup yang mahal, dan keterbatasan peluang kerja. Salah satu organisasi anak muda yang berfokus pada isu kependudukan, yaitu Forum GenRe Indonesia pernah melakukan kajian dan mini survei dengan total responden 1.825 pemuda. Mayoritas dari responden menunjukkan kecenderungan untuk takut menikah dengan rincian 35,7% ragu-ragu untuk menikah, 24,6% takut untuk menikah, 12,9% sangat takut menikah, 17,7% tidak takut menikah, dan 9,2% sangat tidak takut menikah. Survei ini mengindikasikan bahwa fenomena marriage is scary nyata adanya dialami oleh anak muda Indonesia.
ADVERTISEMENT
Persoalan terjadi ketika potret demografi Indonesia tidak hanya diwarnai oleh menurunnya laju pertumbuhan penduduk, tetapi juga aging population yang merupakan kondisi dimana proporsi penduduk lansia (60 tahun ke atas) sudah mencapai 10 persen atau lebih dari total populasi. Sementara itu, persentase penduduk lansia di Indonesia mencapai 11,75% atau 33 juta jiwa sehingga Indonesia sebetulnya sudah berada pada struktur penduduk tua. Kombinasi antara menurunnya laju pertumbuhan penduduk dengan meningkatnya penduduk lansia menghasilkan sebuah fenomena jurang demografi.
Dampak dari Adanya Jurang Demografi
Jurang demografi akan berdampak buruk bagi masa depan suatu negara sehingga mereka yang sudah ada dalam fase jurang demografi (seperti Jepang dan Korea Selatan) berusaha untuk melahirkan kebijakan yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan penduduk dan memberdayakan penduduk lansia. Adapun dampak negatif dari Jurang Demografi meliputi:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Melalui penjelasan tersebut, dapat dibayangkan betapa buruknya dampak ketika negara mengalami jurang demografi. Akan tetapi, berita baiknya adalah jurang demografi bukanlah fenomena yang mustahil dicegah. Suatu negara hanya membutuhkan persiapan lebih dini untuk mengantisipasi fenomena tersebut.
Langkah Yang Harus Diambil Indonesia
Indonesia tidak boleh larut dengan euforia Bonus Demografi. Melihat realitas yang ada, Indonesia sudah seharusnya mulai melakukan antisipasi. Sebetulnya, turunnya laju pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh ketakutan anak muda untuk menikah, angka perceraian yang tinggi, maupun fenomena childfree adalah dampak dari persoalan struktural (kemiskinan, pengangguran, akses penddikan, kesehatan). Dengan demikian, langkah prioritas yang harus diambil adalah memperkuat akar generasi melalui kebijakan nasional yang mendukung penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan peningkatan literasi dan infrastruktur pendidikan; meningkatkan taraf hidup melalui penyediaan lapangan kerja dan wirausaha; meningkatkan kualitas kesehatan melalui optimalisasi layanan kesehatan, dan kebijakan lainnya yang berorientasi pada pemberdayaan generasi muda.
ADVERTISEMENT
Penguatan akar generasi menjadi strategi kunci untuk menyelesaikan persoalan struktural dan menjadikan Bonus Demografi dapat bermanfaat. Kokohnya pondasi dari generasi muda juga pada akhirnya akan berdampak pada stabilitas pertumbuhan penduduk. Selanjutnya, pemerintah juga harus mulai menyadari untuk menciptakan ekosistem kependudukan yang sehat melalui kebijakan yang mengintervensi anak muda tentang edukasi persiapan kehidupan berkeluarga.
Di sisi lain, pemerintah juga harus menempatkan perhatian yang serius kepada penduduk usia lanjut. Meskipun sudah tergolong kategori usia tidak produktif, tetapi bukan berarti penduduk lansia tidak dapat diberdayakan untuk menjadi produktif. Dengan demikian, pendekatan yang komprehensif terhadap kelompok usia produktif maupun non-produktif akan mampu menyelematkan Indonesia dari jurang demografi dan mendorong mewujudkan Indonesia Emas 2045.
ADVERTISEMENT
I Putu Arya Aditia Utama adalah Ketua Umum Forum GenRe Indonesia yang fokus pada isu pemuda, kependudukan, dan kebijakan publik. Mahasiswa Berprestasi Nasional tahun 2023.