Konten dari Pengguna

Riuh Obor dan Mercon: Wajah Malam Takbiran di Kampung

Ibnu Fajar Hanafi
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto
6 April 2025 9:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ibnu Fajar Hanafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Riuh gemuruh warga merayakan malam takbiran dengan api obor (dokumentasi pribadi penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Riuh gemuruh warga merayakan malam takbiran dengan api obor (dokumentasi pribadi penulis)
ADVERTISEMENT
Begitu gema takbir mulai terdengar dari masjid ke masjid, suasana kampung kecil di pinggiran Banyumas berubah jadi lebih hidup dari biasanya. Jalanan yang biasanya sepi, kini dipenuhi cahaya obor dan suara ledakan mercon yang saling bersahut-sahutan.
ADVERTISEMENT
Suasana yang Tak Pernah Absen Tiap Lebaran
Setiap malam takbiran, anak-anak dan remaja turun ke jalan dengan obor bambu berisi minyak tanah. Sambil berjalan keliling kampung, mereka mengumandangkan takbir dengan riang. Di sudut-sudut gang, dentuman mercon kecil menambah semarak suasana.
"Dari dulu, tiap malam takbiran pasti begini. Aku ingat banget dulu bikin obor sendiri sama Bapak, dari bambu dan kain bekas," kata Galuh, warga kampung yang kini sudah berkeluarga.
Bukan Sekadar Ramai-Ramaian
Tradisi ini lebih dari sekadar keramaian. Ia menjadi ajang kebersamaan antarwarga. Anak-anak menyiapkan obor bersama, para ibu menyiapkan suguhan ringan di rumah, sementara bapak-bapak membantu menjaga kelancaran jalannya pawai obor.
Rika, salah satu warga yang juga tumbuh besar di kampung itu, mengaku masih melibatkan anak-anaknya dalam tradisi ini. "Biar mereka tahu rasanya malam takbiran yang beneran. Bukan cuma lihat dari layar TV," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menyesuaikan dengan Zaman, Tanpa Kehilangan Makna
Kini, beberapa warga mengganti obor minyak tanah dengan lampu LED karena lebih aman. Mercon juga mulai dibatasi penggunaannya, tapi semangatnya tetap ada. Anak-anak membawa kembang api kecil, tetap dengan pengawasan orang tua.
Mercon yang sudah disiapkan untuk meramaikan malam takbiran (dokumentasi penulis)
Bagi mereka, nyala obor dan suara takbir bukan cuma simbol perayaan. Ia jadi pengingat bahwa Hari Raya adalah soal kebersamaan, semangat, dan rasa syukur.
"Yang penting bukan apinya, tapi orang-orang yang kita ajak berjalan bersama. Selama itu masih ada, tradisinya nggak akan hilang," ucap Galuh sambil tersenyum.
Bagi warga kampung itu, malam takbiran bukan cuma penanda hari kemenangan. Ia adalah malam yang mengikat ingatan, menghadirkan rasa hangat, dan merawat warisan dari masa ke masa.
ADVERTISEMENT