Damai Dimulai dari Diri Sendiri

Ibn Ghifarie
Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung
Konten dari Pengguna
29 September 2021 11:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ibn Ghifarie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hari Perdamaian Internasional/ Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Hari Perdamaian Internasional/ Pixabay
ADVERTISEMENT
Setiap kepercayaan, agama pada dasarnya mengajarkan prinsip-prinsip kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang, welas asih, dan melarang umatnya untuk melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun guna memperoleh keselamatan dan kebahagiaan sejati.
ADVERTISEMENT
Makna Damai
Harus diakui, segala tindakan kejahatan, kebencian itu bersumber dari hawa nafsu, angkara murka. Jika kita kuat memegang sikap cinta, kasih sayang, welas asih ini niscaya hidup kita akan bahagia, damai dan mampu hidup berdampingan tanpa melihat segala perbedaan agama, suku, ras dan golongan.
Ingat, kedamaian merupakan tujuan utama dari kemanusiaan sekaligus kebutuhan manusia yang paling hakiki dan menjadi tanggung jawab semua umat untuk menciptakan perdamaian di tengah keberagaman dan perbedaan yang ada.
Untuk menciptakan perdamaian harus dilakukan upaya memenuhi rasa keadilan, kesejahteraan dan rasa aman individu (komunitas), baik dari ancaman fisik maupun ekonomi. Pasalnya, dengan kedamaian kita bisa mengontrol emosi dan pikirannya agar tidak melakukan tindakan yang merugikan orang lain yang bisa memicu terjadinya konflik, kekerasan atas nama agama secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, membangun kedamaian tidak hanya sekadar tidak adanya perang, konflik, tetapi keadaan pikiran yang tenang dan santai, karena jika setiap orang merasa damai, maka ia akan memiliki pikiran dan perilaku yang positif dan dunia akan menjadi damai.
Alkisah, "Suatu hari seorang Guru memiliki murid Islam, Hindu yang sama banyaknya di India, ditanya mana yang lebih agung Islam atau Hindu. Dengan sejuk dan teduh Guru Nanak menyebutkan, baik Islam maupun Hindu sama-sama kehilangan keagungan kalau umatnya tidak berbuat baik. Siapa saja yang mengisi hidupnya dengan kebaikan, ia sudah menyiapkan lahan subur".
Menurut Gede Prama, siapa saja yang tekun dan terus-menerus menyentuh kedamaian, ia akan melihat munculnya buah pohon kedamaian. Dalam hening, damai, pohon mengubah karbon dioksida menjadi oksigen yang dihirup tidak terhitung jumlah makhluk.
ADVERTISEMENT
Dalam hening, damai, ia menghasilkan vibrasi kedamaian yang serupa dengan oksigen. Kendati tidak terlihat, namun amat dibutuhkan oleh tidak terhitung jumlah makhluk. Sebagian orang-orang tercerahkan cara bernapasnya berbeda. Ketika menarik napas, ia bayangkan sedang menarik masuk semua kekotoran. Tatkala mengembuskan napas, ia bayangkan sedang membuang semua hal yang bersih dan jernih. (Budhy Munawar-Rachman [Ed], 2015:16, 22, 48, 63)
Mulai Dari Diri
Untuk menebar kedamaian itu harus dimulai dari diri sendiri. Ini yang diyakini kuat oleh Mr. Javier Perez de Cuellar, mantan Sekjend PBB. “Kedamaian harus dimulai dalam hati setiap kita. Melalui refleksi yang tenang dan serius mengenai arti kedamaian, cara-cara baru dan kreatif dapat ditemukan untuk mengembangkan pengertian, persahabatan, dan kerja sama di antara orang-orang”.
ADVERTISEMENT
Kedamaian itu erat kaitannya dengan rasa mencintai. Saking pentingnya mencintai daripada kebencian. Nelson Mandela berkeyakinan setiap orang bisa mengajarkan cinta kasih. "Tidak ada orang yang lahir untuk membenci orang lain karena warna kulit, latar belakang, atau agamanya. Orang harus belajar untuk membenci. Dan jika mereka dapat belajar untuk membenci, maka mereka juga bisa belajar untuk mencintai karena cinta datang lebih alami ke hati manusia dibanding kebalikannya".
Di mata Gandhi, gerakan anti kekerasan itu harus dimulai dari dalam diri kita sendiri dan keluar dari sana. Nirkekerasan merupakan buah perdamaian batin dan persekutuan secara spiritual yang ada dalam diri kita.
Gandhi menyakini melalui pertobatan batin pribadi dan perdamaian batin, kita akan lebih peka untuk melayani Tuhan, dari sendiri, orang lain, orang miskin dan dunia ini. Dengan demikian, kita akan menjadi hamba-hamba perdamaian dunia. Di sinilah letak kuasa nirkekerasan itu. Saat hati kita dibebaskan Tuhan dari kekerasan batin ini, kita menjadi alat Tuhan untuk membebaskan dunia. Tanpa pertobatan batin ini, kita bisa sakit hati, kecewa, putus asa, musnah. Apalagi kalau usaha kita dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan tidak menghasilkan apa-apa, sepertinya sia-sia dibandingkan dengan ketidakadilan yang ada di sekitar kita. Dengan pertobatan ini, kita belajar untuk mengabaikan "semua keinginan" termasuk merusak, menghancurkan, hingga menghilangkan nyawa orang lain.
ADVERTISEMENT
Bagi banyak orang, hikmah kuno tentang hati, nirkekerasan, bisa terasa religius (ideal). Kalau dilihat dari sudut pandang dunia politik dan sains masa kini. Namun, bersama Gandhi menyakini kita perlu melangkah ke depan, ke arah suatu idealisme yang baru demi kemanusiaan secara keseluruhan. Kita perlu memperbarui hikmah nirkekerasan ini demi pembebasan dunia dari segala macam kekerasan, dan ikut andil dalam menciptakan budaya nirkekerasan yang baru. (Walter Wink [ed], 2009 255-256).
Dengan demikian, perdamaian, gerakan anti kekerasan itu harus didasarkan pada keimanan yang kukuh, cinta kasih, welas asih yang dimulai dari diri sendiri untuk terciptanya kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, bernegara yang harmonis, damai, toleran, merdeka dan sejahtera. Semoga.