Memperbaiki Kelembagaan KPPU

Ibnu Syamsu Hidayat
Advokat di Firma Hukum Themis Indonesia
Konten dari Pengguna
16 Februari 2022 13:12 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ibnu Syamsu Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto :  Website Resmi KPPU RI, Publikasi KPPU RI
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Website Resmi KPPU RI, Publikasi KPPU RI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masyarakat banyak yang tidak mengetahui apa Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sehingga menarik jika tulisan ini diawali dengan menuliskan latar belakang berdirinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Baca KPPU).
ADVERTISEMENT
KPPU lahir akibat dari pandangan bahwa Negara membutuhkan lembaga yang mendapatkan kewenangan dari Negara yang bertugas mengawasi pelaksanaan suatu aturan hukum, sehingga bebas dari kepentingan salah satu pihak.
Selain itu, pada awal reformasi citra pengadilan tidak sedang baik-baik saja, tugas yang sangat menumpuk, sehingga dalam dunia usaha membutuhkan lembaga yang dapat menyelesaikan permasalahan usaha dengan cepat dan proses pemeriksaan yang rahasia, yang berisi orang-orang yang ahli dalam bidang ekonomi dan hukum.
KPPU diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang berbunyi: “Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Persaingan Usaha, yang selanjutnya disebut komisi”.
Selanjutnya di dalam Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1991 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha dinyatakan bahwa “Pembentukan Komisi serta susunan Organisasi, tugas dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itulah, lahir Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dari pasal 30 ayat (1) UU Anti Monopoli ini, sangat jelas tujuan pembentukan KPPU, yakni untuk mengawasi pelaksanaan UU Anti Monopoli. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Keppres Nomor 75 Tahun 1999 menyatakan bahwa KPPU merupakan lembaga non struktural yang terlepas dari pengaruh mana pun.
Adapun tugas KPPU telah diatur dalam UU Anti Monopoli, yakni melakukan penilaian terhadap perjanjian usaha, kegiatan usaha dan penyalahgunaan posisi dominan dan atau nyata menghambat persaingan usaha yang dilarang oleh UU Anti Monopoli, menyebarkan pengetahuan dan keahlian bidang tertentu, misalkan dengan memberikan sosialisasi, penyebaran brosur yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diatur dalam UU Anti Monopoli.
ADVERTISEMENT
Selain itu, KPPU memiliki tugas memberikan saran dan pertimbangan sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
KPPU dengan beban kerja yang berat dalam dunia usaha di Indonesia, khususnya soal permasalahan persaingan usaha menghadapi permasalahan kelembagaan KPPU yang belum jelas sehingga berdampak pada sumber daya di KPPU yang tidak mendapatkan kepastian status kepegawaian dari pemerintah.
Permasalahan tersebut ada dalam pasal 34 ayat (1) Anti Monopoli, yang berbunyi “Pembentukan Komisi serta susunan Organisasi, Tugas dan Fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden”. Atas dasar itulah kemudian ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Persaingan Usaha yang mengatur tentang Pembentukan Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi KPPU.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya, setelah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan berlaku, dilakukan penyempurnaan regulasi yang mengatur terkait KPPU, guna mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang KPPU. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999, pada tahun 2008 diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999.
Pertanyaannya adalah mengapa alas hukum awal KPPU adalah Kepres kemudian diganti dengan Perpres? Sesuai dengan amanat pasal 56 UU Nomor 10 Tahun 2004, nomenklatur produk hukum perubahan terkait susunan organisasi, tugas, fungsi, dan kewenangan tidak lagi menggunakan nomenklatur Keputusan Presiden sebagaimana nomenklatur yang digunakan dalam Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999, melainkan telah disesuaikan dengan nomenklatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2004, yaitu Peraturan Presiden.
ADVERTISEMENT
Tanpa Status Yang Jelas
Sebagai instrumen negara yang memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan yang sangat penting, KPPU perlu ditopang oleh sistem pendukung (support system) yang profesional, kuat, dan bertanggung jawab. Guna menunjang berjalannya sistem pendukung yang kuat, salah satu aspek yang perlu untuk diberi penguatan dalam evaluasi kelembagaan KPPU adalah persoalan kepegawaian KPPU.
Secara lebih umum, persoalan kepegawaian KPPU ini bisa disebut sebagai kebutuhan utama sekretariat lembaga KPPU di dalam mendukung dan menunjang kerja-kerja pelaksanaan kewenangan KPPU.
Akan tetapi, Sebagaimana yang dinyatakan oleh wakil ketua Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih saat melakukan RDP dengan Komisi VI DPR RI. KPPU memiliki masalah yang serius, yakni soal status kepegawaian yang tidak jelas sehingga memiliki potensi demotivasi. Adapun akar permasalahannya terdapat pada tidak adanya frase “Sekretariat Jenderal dalam UU Anti Monopoli”.
ADVERTISEMENT
Alih Status Pegawai KPPU
Oleh sebab itu, alih status pegawai KPPU menjadi ASN sangat diperlukan untuk memastikan seluruh pegawai KPPU memperoleh panduan berdasarkan nilai-nilai dan asas pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya sebagai support system kelembagaan.
Perwujudan nilai-nilai profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan, masih terkendala jika status pegawai KPPU masih belum berstatus sebagai ASN.
Alih status menjadi ASN juga akan mendorong kondisi yang kondusif bagi penerapan prinsip-prinsip profesi ASN, mulai dari nilai dasar, kode etik dan perilaku, komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pelayanan publik.
Bahkan lebih jauh, kompetensi sesuai bidang tugas, dan kualifikasi akademik yang diatur di dalam UU ASN, perlu diterapkan sepenuhnya di dalam sistem kelembagaan KPPU agar secara maksimal bisa melaksanakan fungsi sebagai support system kelembagaan sesuai dengan mandat UU No. 5 Tahun 1999.
ADVERTISEMENT
Proses alih status pegawai KPPU membutuhkan beberapa basis regulasi yang akan menjawab tiga hal utama: Pertama, berkaitan dengan pengalihan status kepegawaian; Kedua, berkaitan dengan susunan organisasi, tugas, dan fungsi, KPPU; dan Ketiga, berkaitan dengan sekretariat KPPU.
Pertama, terkait dengan pengalihan status kepegawaian KPPU, dibutuhkan pengaturan di tingkat Peraturan Pemerintah. Sebab di dalam pengalihan status kepegawaian KPPU saat ini menjadi ASN, akan ada banyak penyesuaian ruang lingkup jabatan, kompetensi, serta tata cara pengalihan status.
Hal ini merujuk pada Ketentuan Pasal 17 UU No. 5 Tahun 2014 ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan administrasi dan kompetensi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga merujuk pada ketentuan Pasal 19 ayat (4) UU No. 5 Tahun 2014 yang mengatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan, dan pelatihan, rekam jejak jabatan, dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan jabatan pimpinan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selain itu juga terdapat pengaturan di dalam Pasal 68 ayat (7), ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat, tata cara pengangkatan PNS dalam jabatan, kompetensi jabatan, klasifikasi jabatan, dan tata cara perpindahan antar jabatan administrasi dan jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian Peraturan Pemerintah merupakan regulasi teknis yang memayungi peraturan-peraturan teknis lain yang terkait.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hal ini juga merujuk pada proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, yang menggunakan Peraturan Pemerintah sebagai dasar pengalihan statusnya. Artinya untuk memastikan proses pengalihan status pegawai KPPU menjadi ASN, dibutuhkan satu Peraturan Pemerintah yang mengatur terkait dengan pengalihan status pegawai KPPU menjadi ASN.
Kedua, terkait dengan susunan organisasi, tugas, fungsi, dan kewenangan (SOTK) KPPU, dibutuhkan pengaturan di tingkat Peraturan Presiden. Kebutuhan pengaturan di tingkat Peraturan Presiden ini berangkat dari ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999. Pasal 34 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 mengatur “Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
Ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, lahir sebelum adanya perubahan terkait UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Sampai tahun 2021, sudah terdapat dua kali perubahan UU tentang pembentukan peraturan per undang-undangan. Salah satu aspek yang diatur di dalam UU tentang peraturan perundang-undangan adalah perlunya penyesuaian nomenklatur keputusan presiden yang bersifat mengatur secara umum (regeling).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nomor 15 Tahun 2019, nomenklatur keputusan presiden telah diganti menjadi peraturan presiden. Dengan demikian untuk pengaturan SOTK KPPU harus menyesuaikan dengan bentuk nomenklatur yang baru tersebut, yaitu peraturan presiden.
Mengenai hal tersebut di atas juga sudah diterapkan dalam penataan kelembagaan KPPU. Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 merupakan bentuk penyesuaian atas pengaturan kelembagaan susunan organisasi KPPU yang awalnya dalam bentuk Kepres menjadi Perpres.
Ketiga, berkaitan susunan organisasi dan fungsi sekretariat, dibutuhkan pengaturan ditingkat peraturan komisi. Hal ini juga berangkat dari delegasi pengaturan Pasal 34 ayat (4) UU No. 5 Tahun 1999 yang mengatakan “Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut oleh Keputusan Komisi”.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan penyesuaian nomenklatur di dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, peraturan lembaga negara, yang bersifat mengatur, diubah dari awalnya keputusan menjadi peraturan. Oleh sebab itu, berkaitan dengan sekretariat KPPU sebagai bagian dari penyesuaian susunan organisasi, tugas dan fungsi KPPU dibutuhkan penyesuaian tugas, fungsi sekretariat dalam bentuk peraturan komisi.
Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, punya tanggung jawab untuk memastikan seluruh organ negara dapat berjalan dan berfungsi maksimal menjalankan tugasnya sesuai dengan mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Oleh sebab itu, ketika terdapat persoalan yang perlu dievaluasi dan ketika dirasa perlu dilakukan penguatan terhadap kelembagaan KPPU, maka peraturan pemerintah terkait alih status pegawai KPPU sangat dibutuhkan. Termasuk juga Peraturan Presiden terkait susunan organisasi, tugas, dan fungsi KPPU. Hal ini bertujuan terutama untuk memastikan support system KPPU dapat berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Ibnu Syamsu Hidayat, Advokat di Themis Indonesia