Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengakhiri Praktik Legislasi Tanpa Partisipasi
11 Juli 2022 16:51 WIB
Tulisan dari Ibnu Syamsu Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, trend adalah bentuk nominal yang berartikan ragam cara atau bentuk terbaru pada suatu waktu tertentu (pakaian, gaya rambut, corak hiasan, penggunaaan aksesoris pakaian dan lain sebagainya).
ADVERTISEMENT
Artinya trend adalah segala sesuatu yang saat ini sedang ramai diperbincangkan, diperhatikan, dikenakan atau dimanfaatkan oleh banyak orang pada waktu tertentu. Dalam hal ini, yang dapat menjadi tanda bahwa objek tersebut menjadi trend adalah jika pada waktu tersebut menjadi pusat pembicaraan, pusat perhatian dan sering digunakan.
Legislasi Super Cepat
Ternyata, trend juga merambah ke dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pun seakan ikut dalam pusaran trend itu sendiri, hal ini dapat dilihat dari fenomena pembentukan peraturan perundang-undangan yang dibuat dengan cara super cepat, sangat tertutup dan tanpa partisipasi yang bermakna.
Kita lihat revisi UU KPK, pemerintah dan DPR hanya membutuhkan waktu 12 hari untuk proses pembahasan sampai dengan pengesahan. UU Minerba, pembahasan 703 DIM dibahas dalam jangka waktu 3 bulan, rapat pembahasan sinkronisasi RUU dilakukan tertutup dalam waktu, 4,5 jam dan hanya dihadiri oleh 17 anggota DPR. Tidak cukup itu, publik juga melihat bagaimana kerja pemerintah dan DPR dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja yang super kilat, butuh waktu 167 hari, Draf RUU terbaru yang tidak dapat diakses, minim partisipasi publik sehingga publik tidak dapat mengawasi substansi RUU Cipta Kerja yang sedang dibahas.
ADVERTISEMENT
Menjaga Substansi
Pembentuk Undang-Undang kadang terjebak pada logika ada lembaga lain yang dapat ditempuh oleh golongan masyarakat yang tidak sepakat dengan substansi yang sedang mereka bahas. Seperti saat pembentuk undang-undang sedang membahas RUU Minerba, Pembentuk Undang-Undang menyatakan bahwa jika tidak sepakat dengan substansi yang ada, silahkan ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Walaupun Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji UU terhadap UUD 1945, seharusnya bukan menjadi dasar untuk membentuk undang-undang mengesampingkan aspirasi, partisipasi dan kritik masyarakat. Pembentuk UU seharusnya menjaga substansi pasal per pasal sejak awal pembahasan sampai pengesahan UU.
Selain itu, pemahaman pembentuk undang-undang tersebut menciptakan legislasi kita, semakin banyak permohonan uji formil sebuah peraturan perundang-undangan di Indonesia, semakin menunjukkan kualitas legislasi yang tergesa-gesa, tidak transparan dan tidak mempertimbangkan partisipasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Fast-Track Legislation
Pembentuk Undang-Undang berdalih bahwa pembentukan yang cepat ini telah berdasar pada konsep pembentukan peraturan perundang-undangan dengan prosedur cepat atau Fast Track Legislation, sebuah metode pembentukan peraturan perundang-undangan dengan mekanisme yang singkat untuk menjawab kebutuhan atau permasalahan negara.
Prosedur yang cepat ini bukan berarti mengedepankan formalitas, mengesampingkan substansi, seperti tanpa memperhatikan konstitusi. Pemerintah Inggris yang mempraktikkan Fast Track dalam proses legislasinya tetap memperhatikan prinsip konstitusional, seperti prinsip pengawasan harus tetap efektif di setiap situasi, prinsip mempertahankan kualitas hukum yang baik, memberikan kesempatan kepada badan yang berkepentingan dan organisasi yang terkena dampak, prinsip pembentukan UU yang proporsional dan prinsip transparansi.
Partisipasi Sebagai Hak Konstitusi
Sampai saat ini, publik hanya bisa menerka-nerka RUU KUHP yang mana yang sedang dibahas oleh pembentuk Undang-Undang, apakah sedang membahas RUU yang lama, atau ada versi baru publik tidak mengetahuinya, bahkan ketika mahasiswa meminta, pembentuk undang-undang mengeluarkan punchline stand up comedy nya, emang ini pintu, (dibuka).
ADVERTISEMENT
Pembahasan RKUHP yang tidak transparan, pembentuk undang-undang yang tidak memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk mendapatkan rancangan undang-undang, ini merupakan pengulangan trend beberapa tahun ini pembentuk undang-undang yang tertutup mengesampingkan partisipasi.
Pembentuk undang-undang harus memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang. Hal ini merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Selain itu, partisipasi merupakan hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Sehingga dalam pembentukan undang-undang, pembentuk undang-undang tidak boleh menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya.
ADVERTISEMENT
Mengakhiri Trend Tanpa Partisipasi
Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah memberikan konsep yang jelas dalam pentingnya partisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan banyak tujuan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti untuk menciptakan kecerdasan kolektif yang kuat (strong collective intelligence), membangun lembaga legislatif yang lebih inklusif dan representatif (inclusive and representative), meningkatnya kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence) warga negara terhadap lembaga legislatif, memperkuat legitimasi dan tanggung jawab (legitimacy and responsibility), memberikan kesempatan bagi warga negara (opportunities for citizens) untuk mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan mereka dan menciptakan parlemen yang lebih akuntabel dan transparan (accountable and transparent).
Putusan MK tersebut juga telah memberikan pedoman yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna, yang setidaknya memenuhi tiga prasyarat, (i) hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); (ii) hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered) dan (iii) hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
ADVERTISEMENT
Harapannya, dalam proses pembahasan RKUHP ini, pembentuk undang-undang menghentikan praktik tanpa partisipasi, membuka saluran -saluran partisipasi dari semua arah, pembentuk undang-undang membuka ruang untuk kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas.