Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Presiden Tiga Periode: Ambisi yang Melanggar Konstitusi
8 Desember 2022 12:08 WIB
Tulisan dari Ibrahim Ghifar Hamadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terpilihnya Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia membawa angin segar bagi rakyat kecil. Presiden Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi dinilai sebagai tokoh yang menginterpretasikan rakyat kecil karena berasal dari kalangan rakyat biasa. Kebiasaannya yang sering blusukan ke rumah warga dan penampilannya yang sederhana menjadi daya tarik bagi masyarakat yang mendukungnya.
ADVERTISEMENT
Namun, selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo seringkali menimbulkan banyak polemik, salah satunya terkait isu wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Terdapat banyak pihak, mulai dari menteri hingga politisi yang mengusulkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden karena beberapa alasan, yaitu: 1) Masa pandemi yang belum dapat dipastikan berakhir memberi potensi besar paparan virus pada proses kampanye ataupun pencoblosan; 2) masyarakat dinilai masih percaya penuh pada Presiden Jokowi untuk memperpanjang masa pemerintahannya; dan 3) sebagai upaya pemulihan stabilitas ekonomi mengingat situasi perekonomian negara yang sedang sulit dan tingginya biaya pemilu yang berdampak besar pada kondisi keuangan negara.
Bertentangan dengan UUD 1945
Dengan menguatnya wacana Jokowi tiga periode, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memiliki pandangan bahwa Presiden Jokowi ingin mengkhianati konstitusi dengan menjadi penguasa yang otoriter.
ADVERTISEMENT
Perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024 jelas bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. Pasal 7 UUD 1945 menegaskan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Pasal tersebut secara tegas menjelaskan bahwa presiden dan wakil presiden yang sudah menjalani masa jabatan selama dua periode, maka tidak dapat dipilih kembali.
Selain itu, penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) yang mengamanatkan bahwa lembaga legislatif hanya memiliki masa jabatan lima tahun.
Peluang Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Melalui Amandemen Konstitusi
Meskipun dinilai inkonstitusional, perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode masih mungkin untuk dilakukan. Hal tersebut dapat ditempuh melalui amandemen UUD 1945. Konstitusi Indonesia tidak menutup diri untuk dilakukan perubahan sebab pengaturan dalam Pasal 37 UUD 1945 memungkinkan dilakukannya amandemen jika terdapat usulan yang mendukung.
ADVERTISEMENT
Meskipun amandemen UUD 1945 dapat dilakukan untuk membuka kemungkinan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden, tetapi hal tersebut dapat berdampak pada lunturnya semangat reformasi yang telah dicapai bangsa Indonesia setelah terlepas dari pemerintahan orde baru.
Konstitusi bukan puzzle untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang menginginkan untuk ditambahkan atau dikurangi sesuka hati tanpa adanya alasan yang pasti. Konstitusi dipandang sebagai forma regimenis, yaitu sebagai kerangka bangunan pemerintahan negara. Apabila konstitusi mudah diamandemen demi kepentingan perpanjangan masa jabatan penguasa, maka akan sangat memungkinkan pada waktu mendatang akan kembali terjadi amandemen terhadap UUD 1945 yang bertujuan untuk kepentingan tertentu tanpa mementingkan urgensi yang dihadapi.
Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Berpotensi Absolute Power
Perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode dapat menjadi titik awal penyalahgunaan kekuasaan karena disinyalir dapat menjadi ladang subur bagi praktik korupsi. Korupsi dan kekuasaan bisa diibaratkan sebagai dua sisi dari satu koin, di mana korupsi seringkali mendampingi kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan pintu masuk bagi korupsi.
ADVERTISEMENT
Lord Acton berpendapat bahwa "Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). Lebih lanjut, penundaan pelaksanaan pemilu juga akan berdampak pada perpanjangan masa jabatan legislatif yang mana menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menerangkan bahwa masa jabatan empat lembaga negara tersebut hanya lima tahun.
Apabila pemilu ini ditunda, maka proses pemilihan ulang anggota legislatif akan semakin mundur. Apabila wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, maka lembaga lain, seperti MPR, DPR, dan DPRD juga akan ikut diperpanjang masa jabatannya sehingga para politisi yang haus akan harta dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memperkaya dirinya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa penambahan masa jabatan Presiden tiga periode dinilai inkonstitusional karena bertentangan dengan konstitusi yang berlaku, serta dapat memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Konstitusi hadir untuk mengatur agar penguasa tidak melampaui batas kewenangannya dengan tujuan tidak terjadi tindakan yang bertentangan dengan konstitusi.
Dengan demikian, penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode patut dicegah sebelum adanya aturan hukum yang mendahului. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Namun, UUD 1945 tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan amandemen. Untuk melanjutkan atau menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode, maka dapat dilakukan dengan melakukan amandemen konstitusi terhadap UUD 1945 terkait dengan Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur mengenai masa jabatan presiden.
ADVERTISEMENT
Meskipun amandemen UUD 1945 dapat dilakukan untuk membuka kemungkinan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden, tetapi hal tersebut dapat berdampak pada lunturnya semangat reformasi dan berpotensi memunculkan potensi power absolute.