Pengembalian Hadiah Hasil Kejahatan dalam Kajian Hukum Pidana

Ichsan Syaidiqi
Konsultan Hukum dan Pengajar di Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Politik Universitas Terbuka
Konten dari Pengguna
28 Juni 2022 18:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ichsan Syaidiqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Polisi menunjukkan tersangka kasus penipuan aplikasi Binomo Indra Kenz (tengah) saat konferensi pers di Bareskrim, Mabes Polri Jakarta, Jumat (25/3/2022).Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Polisi menunjukkan tersangka kasus penipuan aplikasi Binomo Indra Kenz (tengah) saat konferensi pers di Bareskrim, Mabes Polri Jakarta, Jumat (25/3/2022).Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak terbongkarnya kasus investasi bodong yang dilakukan oleh Doni Salmanan. Aparat penegak hukum mulai melakukan penyitaan terhadap asset-aset keuangan yang terkait dengan dugaan tindak pidana penipuan dan pencucian uang. Mulai dari rumah mewah, kendaraan mewah, hingga aset keuangan di bank.Termasuk juga hadiah yang pernah diberikan kepada sederet tokoh publik yang saat ini diperiksa oleh penyidik kepolisian. Kemudian setelah diperiksa banyak juga dari mereka mengembalikan hadiah tersebut.
ADVERTISEMENT
Atas peristiwa itu kemudian muncul pertanyaan, apakah para penerima hadiah tersebut dapat terkena konsekuensi hukum dan apabila hadiah tersebut sudah dikembalikan, akankah menghapuskan upaya penyidikan yang sudah dilakukan. Melalui tulisan ini penulis mencoba menjabarkan mengenai analisis delik terhadap kasus ini dan apakah hal ini termasuk dalam alasan penghapusan pidana.

Delik penerimaan hadiah yang diduga hasil kejahatan dan kaitan dengan asas pro parte dolus parte culpa

Apabila dilihat dari hukum yang berlaku, maka delik berhubungan dengan penerimaan hadiah yang diduga hasil kejahatan adalah pasal 480 ayat (1) KUHP yakni : “Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyak Rp. 900,- (sembilan ratus rupiah), dihukum: (1) Barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untuk, menjual, menukarkan, menggaadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan. Delik ini dikenal dengan istilah penadahan yang didalamnya selain tercantum bagian inti delik (bestanddeel) sengaja dalam frasa yang diketahuinya, juga tercantum unsur kelalaian (culpa) dalam frasa harus patut dapat menduga barang itu diperoleh dari kejahatan. “membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah adalah bentuk perbuatan sengaja dalam delik penadahan, sedangkan bagian inti delik “barang itu diperoleh dari kejahatan”cukup dengan kelalaian (culpa) dalam kata-kata harus patut dapat menduga.
ADVERTISEMENT
Delik ini kemudian dalam kajian pidana dikenal sebagai pro parte dolus proparte culpa. Menurut Van Bemmelen, kata yang diketahuinya”(wetende dat) dalam rumusan delik bukanlah sebagai pengganti kata sengaja, tetapi menunjukan perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja. Maka dalam hal penerimaan hadiah dapat dikategorikan sebagai salah satu perbuatan yang sengaja (dollus). Lebih lanjut mengenai perbuatan menerima hadiah dalam delik pro parte dolus pro parte culpa menurut Komariah E.S (risalah Sidang Mahkamah Konstitusi Nomor 90-PUU/XIII.2019), dalam perbuatan menerima hadiah bahwa pelaku tidak perlu benar-benar mengetahui terlebih dahulu bahwa harta kekayaan atau barang yang dipunyai atau diterima dari orang lain berasal dari kejahatan.
Sehingga hal tersebut berdampak terhadap hukum acara bahwa tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu kejahatan asalnya. Berarti pengetahuan termasuk pula kelalaian pelaku terhadap asal-usul harta kekayaan dimaksud, termasuk juga apabila berasal dari kejahatan tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga diperkuat dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.: 79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli 1958 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.: 126 K/Kr/1969 tanggal 29 November 1972 yang menyatakan bahwa “tidak ada peraturan yang mengharuskan untuk lebih dahulu menuntut dan menghukum orang yang mencuri sebelum menuntut dan menghukum orang yang menadah” dan “pemeriksaan tindak pidana penadahan tidak perlu menunggu adanya keputusan mengenai tindak pidana yang menghasilkan barang-barang tadahan yang bersangkutan” sehingga dalam konteks penerima hadiah yang patut diduga hadiah tersebut merupakan hasil dari kejahatan, dimungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan (penyelidikan dan penyidikan) meskipun objek yang diduga hasil kejahatan masih diperiksa.

Pengembalian hadiah tidaklah menghapuskan proses pidana

Pertanyaan selanjutnya, apabila si penerima hadiah yang merupakan hasil kejahatan tersebut dikemudian hari mengembalikan hadiah tersebut kepada penyidik, akankah kewajiban negara selaku pemangku kepentingan penyidikan dihapuskan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurut Menurut S.R. Sianturi (Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya), peniadaan penuntutan atau penghapusan hak menuntut yang diatur secara umum dalam Bab VIII Buku I KUHP yaitu: 1. telah ada putusan hakim yang tetap (de kracht van een rechterlijk gewisjde) mengenai tindakan (feit) yang sama (Pasal 76); 2. terdakwa meninggal (Pasal 77); 3.perkara tersebut daluwarsa (Pasal 78); 4. terjadi penyelesaian di luar persidangan (Pasal 82) (khusus untuk pelanggaran yang diancam dengan pidana denda).
ADVERTISEMENT
Maka, sebagaimana isu mengenai pengembalian hadiah dengan kaitannya pada alasan-alasan penghapusan pidana, tidak ditemukan alasan penghapusan pidananya. Pengembalian dana ataupun hadiah yang diduga hasil kejahatan tersebut sebagian maupun seluruhnya tidak akan menghapuskan pidananya karena perbuatan pidananya telah sempurna yakni sengaja menerima.
Apabila dilihat dari yurisprudensi, upaya pengembalian uang atau hadiah hasil kejahatan tidaklah menghapus pidana, hanya saja menjadi faktor yang meringankan yang dapat dipertimbangkan hakim dalam memutus perkara. Namun demikian, dalam praktik, jika pelaku telah mengembalikan hadiah baik dalam bentuk benda ataupun uang tersebut sudah dikembalikan, kepada kepolisian, hadiah tersebut akan dipergunakan sebagai alat bukti, namun apabila terdapat hadiah yang masih dalam kuasa si penerima hadiah, maka tidak menutup kemungkinan bahwa hadiah tersebut akan disita oleh penyidik demi kepentingan penyidikan.
ADVERTISEMENT