Polemik Rangkap Jabatan Sekjen Ombudsman RI

Ichsan Syaidiqi
Konsultan Hukum dan Pengajar di Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Politik Universitas Terbuka
Konten dari Pengguna
18 Juli 2023 16:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ichsan Syaidiqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rangkap jabatan merupakan fenomena yang "lazim" dalam sistem pemerintah Indonesia. Meskipun secara formil perundangan hal tersebut diperbolehkan, namun secara etika dan moril dalam penyelenggaraan kepentingan publik. Hal ini menjadi sebuah hal yang terlarang karena dapat memicu konflik kepentingan.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu contoh dilantiknya Suganda Pandapotan Pasaribu sebagai Pejabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung meskipun saat ini masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Ombudsman. Kedua jabatan tersebut merupakan jabatan yang strategis dan mempunyai kewenangan dalam penyelenggaraan kepentingan publik.
Sebagai catatan tambahan, Pelaksana Jabatan Kepala Daerah Bangka Belitung sebelumnya juga dilaksanakan oleh Ridwan Djamaluddin yang juga merupakan Dirjen Mineral Batubara Kementerian ESDM.

Rangkap Jabatan Diperbolehkan Secara Undang-Undang

Ilustrasi : Scott Graham/Unsplash
Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada pasal 201 menyebutkan bahwa apabila masa jabatan kepala daerah dan atau wakil kepala daerah habis, untuk tingkat provinsi ditunjuk Pejabat Tinggi Madya sebagai Pejabat Gubernur dengan tujuan agar tidak terjadi kekosongan jabatan Gubernur di pemerintahan daerah.
ADVERTISEMENT
Mengenai pejabat yang dapat mengisi posisi tersebut dalam pasal 19 ayat (1) huruf b Undang-Undang tentang Pilkada menyebutkan bahwa Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang dapat mengisi jabatan tersebut yakni Sekretaris Jenderal Kementerian, Sekretaris Kementerian, Sekretaris Utama, serta Sekretaris Jenderal Kesekretariatan Lembaga Negara.
Kemudian, Sekretaris Jenderal Lembaga Non Struktural, Direktur Jenderal, Deputi, Inspektur Jenderal, Inspektur Utama, Kepala Badan Staf Ahli Menteri, Kepala Kesekretariatan Presiden/Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Kesekretariatan Dewan Pertimbangan Presiden, Sekda Provinsi, dan jabatan lain yang setara.
Ombudsman merupakan salah satu lembaga negara non struktural (LNS) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008. Sedangkan Sekretaris Jenderal adalah bagian dari struktur Ombudsman berdasarkan pasal 13 Undang-Undang Ombudsman. Sehingga dalam kualifikasi yang disebutkan di atas secara regulasi memang diperbolehkan.
ADVERTISEMENT

Tugas Sekretaris Jenderal Ombudsman dan Pejabat Gubernur

Foto: Ombudsman
Jabatan Sekretaris Jenderal Ombudsman secara definitif bukan jabatan yang memiliki tugas yang tidak strategis. Berdasarkan pasal 3 Peraturan Sekretaris Jenderal Ombudsman Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Ombudsman RI menyelenggarakan fungsi:
ADVERTISEMENT
Sedangkan pejabat pelaksana jabatan kepala daerah juga tidak kalah pentingnya, merujuk pasal 65 ayat (1) UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas:
ADVERTISEMENT
Sementara, wewenang kepala daerah tertuang dalam Pasal 65 Ayat (2) UU Pemda, meliputi:
Melihat tugas dan wewenang kedua jabatan tersebut dalam pelaksanaannya tentu berpotensi menimbulkan polemik baik dalam pelaksanaan dan tidak menutup kemungkinan kedua jabatan tersebut dalam pelaksanaannya terdapat konflik kepentingan.
Di satu sisi Sekretariat Ombudsman diharapkan dapat memberikan dukungan pelaksanaan tugas dan fungsi Ombudsman RI secara administratif dihadapkan dengan tugas lainnya sebagai pemangku pelaksana kepentingan kepala daerah yang hal ini menjadi objek pengawasan dari Ombudsman dalam pelayanan publik.
ADVERTISEMENT

Rangkap Jabatan Rentan dengan Konflik Kepentingan

Ilustrasi Ombudsman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Mengutip dari Direktur Program Trend Asia Ashof Birry mengungkapkan bahwa, praktik rangkap jabatan tak elak selalu berjalan beriringan dengan konflik kepentingan.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, menambahkan, bahwa konflik kepentingan dengan perangkapan jabatan membuat seseorang mengambil keputusan yang tidak jernih. Konflik tersebut terjadi karena ada uang. Padahal, personalia tersebut memiliki kewajiban menjalankan tugas secara profesional berdasarkan jabatannya.
Apabila dilihat dari fenomena rangkap jabatan oleh Suganda selaku Sekretaris Jenderal Ombudsman RI dan Pejabat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kedua jabatan tersebut memiliki peran yang sangat vital belum lagi rangkap jabatan juga identik dengan rangkap penghasilan. Maka rasanya sulit untuk berasumsi bahwa kedua jabatan tersebut akan dapat terlaksana dengan baik karena keduanya juga saling beriringan.
ADVERTISEMENT
Kita juga tidak lupa dengan Ombudsman RI yang menyampaikan saran terkait fenomena rangkap jabatan di tubuh BUMN. Namun alangkah lebih baik jika saran tersebut disampaikan terlebih dahulu terhadap diri pribadi Ombudsman RI sendiri, karena fenomena tersebut juga terjadi dalam tubuh organisasi pengawas pelayanan publik tersebut.