Dua Pelapor (Whistleblower) Korupsi yang dilindungi LPSK Justru Terancam Masuk Penjara

ICJR
Institute for Criminal Justice Reform
Konten dari Pengguna
30 Agustus 2017 13:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ICJR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pelapor (Whistleblower) merupakan salah satu pendukung penting dalam penegakan hukum pidana, khususnya dalam kasus-kasus kejahatan terorganisasi. Oleh karena itulah perlindungan terhadap mereka harus diberikan oleh Negara. Namun ternyata ancaman terhadap pelapor juga masih tetap terjadi, tidak hanya berupa ancaman fisik, ancaman hukum lewat pelaporan balik, namun juga psikologis dan administratif.
ADVERTISEMENT
Institute for Criminal Justices Reform (ICJR) menilai saat ini masih lemahnya perlindungan terhadap whistleblower di Indonesia. ICJR masih saja menemukan beberapa pelapor kasus korupsi yang terancam serangan balik hukum pidana karena laporan mereka atas tindak pidana korupsi.
Saat ini ICJR masih memonitor situasi dua pelapor korupsi yang seharusnya berada dalam perlindungan lembaga Perlindungan saksi dan Korban (LPSK) namun bernasib naas, karena mereka terancam masuk ke dalam jeruji penjara.
Kasus yang Pertama adalah Stanly Ering, ia terancam dipenjara karena mengadukan dugaan korupsi di kasus Universitas Negeri Manado (unima) ke kejaksan Tinggi Sulawesi Utara dan KPK pada tahun 2011. Ia membuka kasus dugaan korupsi yang dilakukan Philotus (Rektor Unima). Philotus kemudian melaporkan balik Stanley ke Polda Sulut pada 17 februari 2011 dan kemudian di dakwa dengan pasal 311 KUHP. Pada Tanggal 8 Maret 2012 ia di putus bersalah dan Pada Tanggal 23 Juli 2013 Hakim Kasasi tetap menghukum Stanly 5 Bulan penjara. Saat ini ia sedang menunggu perintah eksekusi penjara dan kembali di tuduh melakukan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 (3) UU ITE.
ADVERTISEMENT
Kasus yang kedua adalah Daud Ndakularak seorang pelapor Korupsi asal Waingapu, NTT. Daud Ndakularak, sejak tahun 2010 berdasarkan keputusan LPSK No:R-182/I.4/LPSK/03/2010 merupakan terlindung dalam posisinya sebagai pelapor tindak pidana kasus Korupsi di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia. Ia adalah pelapor dalam perkara tindak pidana pengelolaan dana kas APBD Kabupaten Sumba Timur TA 2005-2006 yang proses penyidikannya telah ditangani oleh kepolisian Resor Sumba Timur dan telah di putus oleh Pengadilan Tipikor Kupang. Namun naas, karena statusnya sebagai pelapor Korupsi, saudara Daud Ndakularak mendapatkan serangan pembalasan. Tindak Pidana Korupsi yang dilaporkannya justru membuat ia dijadikan tersangka Saat ini Daud sudah ditahan di Kupang sejak 14 Agustus 2017.
ICJR mengingatkan secara serius kepada LPSK agar segera mengaktifkan kembali perlindungan dan pendampingan dalam statusnya sebagai whistleblower baik kepada Stanly Ering dan Daud Ndakularak. Tidak ada alasan bagi LPSK untuk menunda-nunda perlindungan bagi kedua pelapor korupsi ini, karena mereka sebelumnya pernah berada dalam perlindungan LPSK. ICJR juga meminta agar LPSK segara melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan dan memonitor pengadilan yang memeriksa perkara mereka. Termasuk untuk melakukan pengkajian atas seluruh pelapor yang pernah di lindungi untuk melihat apakah mereka mendapat serangan balik atas laporan yang mereka ungkap kan.
ADVERTISEMENT
ICJR mendorong agar aparat hukum menghentikan serangan balik kepada pelapor-pelapor korupsi yang beritikad baik seperti Stanley Ering dan Daud Ndakularak. ICJR juga meminta agar Jaksa Agung mencermati proses penuntutan terhadap mereka. Situasi ini menunjukkan kepada publik bahwa menjadi whistleblower atau pelapor di Indonesia dapat merugikan pribadi dan keluarga, karena sangat rentan atas pembalasan dan minim perlindungan Negara. ICJR sangat khawatir kasus-kasus seperti ini akan menyurutkan langkah para calon whistleblower dan para pelapor, khususnya dalam kasus korupsi di Indonesia.
Jakarta, 21 Agustus 2017
Supriyadi Widodo Eddyono
Direktur Eksekutif