Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Hari Raya Galungan, Momentum Kemenangan Atas Luka Batin Dalam Diri
22 April 2025 15:28 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Hari Raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap 210 hari sekali pada Rabu Kliwon. Namun, perayaan pada 23 April 2025 begitu istimewa. Bagi masyarakat perantauan seperti contohnya umat Hindu di Kota Bekasi rangkaiannya berlangsung panjang.
ADVERTISEMENT
Kehidupan bermasyarakat di Kota Toleran Terbaik ke-2 se Indonesia, berjalan harmoni berbaur dalam masyarakat perkotaan yang plural. Alhasil, kondisi guyub rukun tersebut mengundang keterlibatan umat dalam berbagai perayaan lintas agama.
Dalam satu bulan terakhir cukup banyak seremonial besar yang berlangsung khidmat di Kota Bekasi. Diawali dengan umat Hindu menggelar upacara Melasti pada pertengahan Maret lalu. Seminggu kemudian upacara pengerupukan diiringi pawai ogoh-ogoh, sehari setelahnya Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947.
Berselang dua hari kemudian, Saudara-saudara umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah. Selanjutnya, seminggu menjelang Hari Raya Galungan, saudara-saudara umat Kristiani merayakan Tri Hari Suci (Paskah).
Makna Rentetan Perayaan Sugihan-Galungan
Kebetulan, perayaan Kamis Putih umat Kristiani bersamaan dengan hari Sugian Jawa pada Kamis, 17 April 2025. Dalam kutipan lontar Sundarigama, Sugihan Jawa merupakan hari suci untuk melakukan “rerebu”, bertujuan untuk menetralkan kekuatan negatif di alam semesta atau Bhuwana Agung dalam rangka menyongsong Hari Raya Galungan.
ADVERTISEMENT
Bertepatan dengan Jumat Agung, 18 April 2025, umat Hindu melaksanakan Sugian Bali. Dalam bahasa sansekerta, ‘Sugihan’ artinya membersihkan dan ‘Bali’ artinya kekuatan dalam diri. Oleh karenanya, Sugihan Bali dapat diartikan sebagai hari penyucian diri atau Bhuana Alit.
Pada Minggu Paskah, 20 April 2025 bertepatan dengan Hari Paskah, Redite Pon Dungulan, umat Hindu melaksanakan Penyekeban. Tiga hari menjelang Galungan, umat yang memetik buah pisang di kebunnya sendiri untuk ritual sudah mulai menyekeb buahnya, tujuannya supaya saat hari Galungan buah pisang tersebut matangnya pas. Secara filosofis, prosesi ‘Nyekeb” diartikan mengecilkan ego yang ada dalam diri sehingga menjadi manusia yang layak merayakan kemenangan.
Dua hari menjelang Galungan, Senin Pon, 21 April 2025, disebut hari Penyajaan. Umat Hindu akan menyiapkan berbagai sarana pemujaan dari bahan janur, bambu, dan membuat kue atau jaja yang akan dipakai saat Galungan. Kata penyajaan berasal dari kata “saja” yang artinya bersungguh-sungguh. Secara filosofis diartikan bersungguh-sungguh guna mengatasi Sang Kala Tiga, perwujudan dari keletehan atau adharma (angkara murka, loba, tamak, iri hati, dendam, nafsu duniawi yang tak terkendali, dan hal-hal lain yang bersifat negatif).
ADVERTISEMENT
Pada Selasa Wage Dungulan 22 April 2025 atau sehari menjelang Galungan dinamakan Penampahan. Umat Hindu biasa menyembelih hewan yang dagingnya akan digunakan saat ritual keesokan harinya. Pada sore harinya melaksanakan natab byakala untuk pembersihan diri. Aktivitas ini secara filosofis dititikberatkan sebagai upaya untuk membasmi sifat-sifat hewani dalam diri manusia, sehingga perayaan Galungan keesokan harinya bisa terbebas dari sifat hewani tersebut.
Barulah puncaknya, Rabu Kliwon Dungulan atau Hari Galungan. Momentum untuk bersyukur kepada Tuhan, menghormati leluhur, dan mempererat ikatan sosial. Hari Raya Galungan bermakna perayaan kemenangan kebaikan (Dharma) atas kejahatan (Adharma). Dari makna ini, lalu memunculkan tanda tanya di benak kita, dalam kondisi seperti apa “si diri” dikatakan sudah menang?
Memaafkan Sebagai Bentuk Nyata Kemenangan
ADVERTISEMENT
Perenungan atas rentetan panjang seremonial dari Melasti–Nyepi– Galungan secara sederhana adalah aktivitas maaf-memaafkan. Kalau kita amati berbagai ungkapan yang bertebaran di setiap momentum hari raya tersebut, tidak asing kiranya kita dapati kalimat “mohon maaf lahir dan batin”. Ucapan ini bertebaran di berbagai media, mulai dari media sosial sampai ke media komunikasi pribadi.
Mengutip dari Kekawin Ramayana, “Ragadi musuh maparo, ri hati ya tonggwania tan madoh ri awak”. Artinya, nafsu, kemarahan, iri, dengki, angkuh dan kegelapan adalah musuh terdekat dalam diri manusia di hatilah tempatnya tiada jauh dari diri.
Ajaran tersebut selaras dengan makna kemenangan dharma atas adharma, atau sederhananya kondisi tuntas dalam memohon maaf dan memaafkan. Karena meski pun terdengar mudah untuk dikatakan, dalam kenyataannya maaf-memaafkan bukan sesuatu yang mudah untuk begitu saja dilakukan.
ADVERTISEMENT
Faktanya, sering kali kekecewaan, kekesalan, kemarahan dan bahkan dalam wujudnya yang lebih dahsyat yaitu “kebencian”, bisa sedemikian membelenggu seseorang dan menyabotase kualitas hidup seseorang. Tentu ini bertolak belakang dengan momentum Hari Raya Galungan yaitu kemenangan atas si diri.
Berbagai kajian secara spiritual atau pun secara psikologis, maaf-memaafkan memberikan dampak yang sedemikian membebaskan, artinya memungkinkan seseorang untuk bisa lepas dari berbagai masalah yang membelenggu kehidupannya. Contoh sederhananya, mereka yang mengalami berbagai macam persoalan fisik dan psikosomatis menahun (yang sulit sekali mendapatkan penyelesaiannya secara medis), ternyata bermula dari adanya kebencian dan berbagai beban emosi yang terpendam dan tidak tertuntaskan dalam batinnya.
Secara ilmiah, di level kimia tubuh, kebencian dan berbagai beban emosi bisa sedemikian menyebabkan reaksi negatif yang merugikan. Kondisi yang menyebabkan gangguan hormon dan bahkan sampai menyebabkan kegagalan fungsi organ. Tak jarang berujung pada munculnya berbagai gejala penyakit fisik di berbagai level, baik dari yang ringan sampai ke yang bersifat kronis.
ADVERTISEMENT
Penjelasan lain secara psikis, betapa belenggu kebencian ini bisa berujung pada munculnya berbagai gejala masalah, seperti sulit fokus, insomnia, dan gangguan emosi lainnya. Termasuk dapat berujung pada masalah perilaku, seperti kesulitan mengendalikan emosi, atau kemarahan berlebih.
Tak cukup sampai di situ, kebencian dapat mengakibatkan kualitas hubungan, karier dan keuangan pun terkena dampaknya. Dalam pendekatan eksakta, perilaku yang bermasalah secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi vibrasi diri. Kebencian membawa seseorang berada pada medan energi di frekuensi yang rendah. Tak pelak, akan beresonansi dengan berbagai kejadian yang frekuensinya sama rendahnya, seperti konflik, keributan, pertengkaran dan kejadian sejenis lainnya.
Oleh karenanya momentum kemenangan saat Hari Raya Galungan adalah mencapai “pemaafan yang tuntas”. Memaafkan menjadi kunci penting membebaskan diri kita dari kebencian, dari belenggu dan beban emosi yang membocori dan menyabotase kualitas hidup.
ADVERTISEMENT
Secara sederhana pemaafan yang tuntas adalah memaafkan yang terjadi bukan hanya di pikiran sadar, tapi di pikiran bawah sadar. Yang sering terjadi, seseorang merasa sudah memaafkan tapi mendapati beban emosi itu masih terasa dalam dirinya. Fenomena ini memang dapat disebut sudah melakukan proses memaafkan, tapi hal itu baru dilakukannya secara sadar, secara intelektual, namun belum menjangkau muatan emosional yang ada di pikiran bawah sadar.
Menurut literasi hipnosis yang saya tekuni, pikiran sadar seseorang mempengaruhi kedidupannya hanya sebesar 12 persen, sedangkan pikiran bawah sadar mencapai 88 persen. Pengaruh pikiran bawah sadar sekitar 9 kali lebih kuat dibandingkan dengan pikiran sadarnya. Semua fungsi organ dalam tubuh manusia diatur cara kerjanya oleh pikiran bawah sadar.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, melalui momentum Hari Raya Galungan, mari kita bersama-sama kuatkan tapa brata yoga samadhi untuk betul-betul mewujudkan pemaafan secara tuntas. Bentuk kemenangan yang nyata kebaikan (dharma) atas keburukan (adharma) di dalam diri.
Penulis: Wakil Ketua IX Parisada Hindu Dharma Indonesia Kota Bekasi, Hipnoterapis Profesional, Instruktur Hipnosis Indonesian Hypnosis Centre (IHC).