Kita Tidak Sedang Menunggu Giliran Terinfeksi Covid-19

idham choliq
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya dan Peneliti di PUSAD UMSurabaya dan
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2021 19:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari idham choliq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambar: www.goresanintelektual.com
zoom-in-whitePerbesar
gambar: www.goresanintelektual.com
ADVERTISEMENT
Saat pagebluk virus korona tak juga melandai, sering kali kita mendengar nada negatif baik dari masyarakat umum hingga teman dekat kita sendiri. Bahwa kita hanya tinggal menunggu giliran saja untuk menjadi pasien COVID-19. Sekilas ini dapat dibenarkan, tetapi di sisi lain itu sangat berbahaya dan menjebak kita.
ADVERTISEMENT
Kita tahu bahwa virus ini hidup di tubuh manusia. Transmisi virus akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya interaksi manusia. Maka sangat sederhana sebenarnya untuk menghentikan pagebluk ini yaitu berhenti melakukan interaksi sosial. Tetapi masalahnya tidak sesederhana itu, karena tidak semua orang harus berdiam diri di rumah. Ada yang harus bekerja di lapangan, bahkan jika mereka tidak keluarga rumah mungkin bukan virus lagi yang membuat mereka menderita atau mati tetapi karena kelaparan.
Selain faktor ekonomi, juga banyak faktor-faktor lain. Misalnya, sebagian masyarakat masih belum percaya adanya COVID-19. Kurang disiplinnya menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, kepercayaan publik pada pemerintah dalam tangani pandemi pun mencapai titik terendah. Hal itu ditandai dengan kurangnya ketegasan dan tekad dari pemerintah di awal pandemi.
ADVERTISEMENT
Gambaran di atas merupakan faktor dominan yang sampai saat ini mempengaruhi tingginya transmisi virus, sekaligus menjadi pembenaran bahwa kita hanya sedang menunggu giliran terinfeksi Covid-19.
Sekali lagi, kita bisa mencegah diri kita untuk terinfeksi virus korona, dan tidak sedang menunggu giliran terinfeksi Covid-19. Kita dapat terhindar dari virus ini melalui usaha individual. Tetapi di masa pandemi ini kita tidak mungkin hanya memikirkan diri sendiri. Kita tidak sedang berlomba untuk menjadi yang paling hebat dan menang, tetapi di sini kita berjuang bersama-sama melawan virus. Karena kita berjuang secara bersama, kedisiplinan individu tidak cukup untuk memutus rantai virus di masyarakat.
Dalam konteks ini, modal sosial (social capital) dapat menjadi kerangka acuan yang kuat untuk memahami bagaimana intervensi kesehatan dapat dilaksanakan dengan baik untuk memastikan keberhasilan merespons pandemi.
ADVERTISEMENT
Modal sosial adalah konsep multidimensi yang terdiri dari kepercayaan (trust), norma (social norm), dan jaringan sosial (social networking). Kepercayaan mencakup tidak hanya kepercayaan orang pada orang lain tetapi juga kepercayaan mereka pada institusi politik. Norma sosial mengacu pada bentuk dukungan sosial, perilaku membantu, dan manfaat kolektif. Jejaring sosial adalah ikatan sosial melalui keanggotaan kelompok dan perkumpulan yang sering membantu menghasilkan manfaat atau keuntungan bagi individu dan kelompok sosial.
Studi-studi terdahulu menunjukkan pentingnya modal sosial di masa wabah termasuk pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung bahwa karena modal sosial dikaitkan dengan kepercayaan dan hubungan yang lebih besar dalam suatu komunitas, hal itu dapat memberi individu kepedulian yang lebih besar terhadap orang lain, sehingga mengarah pada praktik yang lebih higienis, dan menjaga jarak sosial. Kepatuhan yang kuat terhadap norma-norma sosial memungkinkan untuk mulai mengurangi COVID-19 lebih cepat. Namun, di sisi lain, rendahnya kepercayaan dan hubungan yang kohesif dapat menyebabkan penularan COVID-19 lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Dalam kontek social capital, semua komponen harusnya berjalan beriringan. Tidak hanya menitikberatkan pada persoalan kepercayaan, tetapi juga memperhatikan keterlibatan masyarakat dan komitmen institusi sosial (Pemerintah) yang sangat memengaruhi hasil terhadap penanganan pandemi. Karena, penelitian menunjukkan bahwa daerah dengan tingkat modal sosial yang tinggi mampu menerapkan beberapa anjuran dalam upaya pencegahan virus COVID-19. Misalnya, praktik jarak sosial, cuci tangan, dan penggunaan masker.
Bukti-bukti terdahulu menyatakan bahwa modal sosial dapat menurukan kasus tuberkulosis yang lebih rendah. Selain itu, modal sosial juga membantu mengurangi epidemi overdosis obat, wabah SARS pada 2003, wabah Ebola 2014, dan modal sosial menekankan peran penting dalam mencegah dan mengendalikan epidemic
Dengan demikian, modal sosial dapat dipertimbangkan dalam penanganan COVID-19 khususnya di Indonesia. Semua komponen dari social capital harus dikuatkan dan ditingkatkan. Sehingga, ungkapan bahwa kita tidak sedang menunggu giliran terinfeksi Covid-19 tidak perlu lagi dibenarkan.
ADVERTISEMENT