Saat Kampungku Diserbu Corona

idham choliq
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya dan Peneliti di PUSAD UMSurabaya dan
Konten dari Pengguna
11 Juli 2021 19:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari idham choliq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pribadi
ADVERTISEMENT
Di tengah melonjaknya kasus COVID-19, berita ataupun video disinformasi seputar COVID-19 juga semakin masif. Isi berita atau video itu bukan main-main. Dari soal virus corona itu bohongan sampai vaksinasi disebut agenda besar untuk melumpuhkan manusia di masa yang akan datang. Salah satu video tentang bahaya vaksin bagi otak manusia, misalnya sudah dibagikan puluhan ribu dan ditonton oleh ratusan ribu orang di salah satu status di Facebook. Dan, fatalnya link Facebook tersebut juga dibagi ke WhatsApp grup secara masif.
ADVERTISEMENT
Sialnya lagi, berita atau video itu juga masuk di wa group kampung. Termasuk wa grup di mana saya ada di situ. Saya bahkan ditodong berkali-kali untuk memberikan klarifikasi atas berita dan video itu.
Mengapa saya? Karena saya selalu keras menyatakan itu, itu hoaks. Jangan percaya. Jangan disebar. Kemudian saya beri penjelasan secara sederhana.
Salah satu topik yang sengit dibahas adalah perlukah mereka vaksin. Bukankah ada yang meninggal karena setelah divaksin Astrazeneca. Saya sampaikan bahwa kalian perlu vaksin. Vaksin adalah salah satu cara agar kita punya pertahanan melawan virus COVID-19. Meski demikian, kalian juga perlu tetap patuhi protokol kesehatan. Protokol kesehatan akan dilonggarkan kalau cakupan imunisasi dapat tercapai 80 % yang diyakini dapat membentuk kekebalan komunitas (Herd Immunity). Nah, kalau kalian yang bisa vaksin ini menolak divaksin, jangan marah kalau kita harus maskeran terus sampai 10-20 tahun lagi. Begitu jawab saya.
ADVERTISEMENT
Soal kematian, saya hanya menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada hubungan yang pasti apakah kasus meninggal itu karena vaksin atau karena punya penyakit berat yang terlewat dari proses skrining sebelum vaksin. Kasus kematian itu masih terus diselidiki. Maka jangan gegabah menyimpulkan bahwa kematian itu karena vaksin. Kesimpulan tersebut berefek pada paranoid masyarakat sehingga tidak mau divaksin. Lalu kapan kita akan mencapai kekebalan komunitas?
Perdebatan-perdebatan itu tidak ada habisnya. Setiap hari ada saja berita, link video dari Facebook dan beberapa meme tentang hal serupa. Saya dapat memahami tentang intensitas teman-teman saya mengirim disinformasi tentang Corona dan vaksin itu di WA Group.
Beberapa hari lalu, masyarakat kampung kami dipanikkan dengan munculkan kasus Corona. Saya juga tidak pernah menduga kampung kami akan diserbu Corona. Sebab, menurut keyakinan saya, kampung kami sangat terpencil, bahkan orang yang mendengar namanya saja akan bertanya-tanya. Itu kampungnya ada apa di peta. Namanya kepulauan Sapeken.
ADVERTISEMENT
Secara administratif masuk kabupaten Sumenep tapi lokasinya butuh satu hari untuk sampai ke pulau Sapeken. Di sana terdiri dari berbagai puluhan pulau kecil. Hanya ada satu Puskesmas yang saat diserbu Corona Puskesmas itu langsung kolaps. Pasokan oksigen habis, ruang isolasi yang disediakan penuh. Puluhan tenaga kesehatan (nakes) terpapar Corona sehingga harus dirujuk ke Sumenep dengan menggunakan kapal kayu pembuat ikan.
Di dekat pulau Sapekan ada kepulauan Kangean. Di situ ada Rumah Sakit yang baru saja terbangun. Beberapa pasien COVID-19 asal kepulauan sapeken dengan gejala berat dirujuk ke RS tersebut. Tetapi, lagi-lagi Rumah Sakit tersebut belum bisa dikatakan layak disebut sebagai rujukan COVID-19. Akibatnya, pasien COVID-19 hanya dirawat semampunya. Dua di antaranya meninggal dunia yang kebetulan kerabat saya.
ADVERTISEMENT
Dari situ saya memahami kepanikan warga di kampung. Lonjatan COVID-19 yang mereka hanya dengar terjadi di kota-kota besar tetapi begitu nyata di depan mereka sekarang. Lalu mereka tidak sanggup dengan kenyataan itu. Maka, salah satu untuk keluar dari serbuan itu adalah dengan membicarakan berita-berita disinformasi tentang corona.
Saya tidak menyangka bahwa pandemi Corona yang menghantam kita lebih dari 1,5 tahun masih diperdebatkan apakah corona bahaya atau tidak. Perlunya vaksin atau tidak. Fatalnya, energi pembuat berita atau video ini sungguh kuat luar biasa. Untuk melakukan konfirmasi atau klarifikasi atas video tersebut tidak mungkin dilakukan oleh satu atau bahkan puluhan orang. Saya merasa kewalahan memberikan klarifikasi atas berita-berita atau video disinformasi itu dengan bahasa yang mudah dimengerti. Itu baru di satu WA Group. Bagaimana dengan di wa group kampung lainnya?
ADVERTISEMENT
Seharusnya, pemerintah memiliki energi yang sama besarnya, bahkan lebih, melampaui energi pembuat berita atau video misinformasi. Energi dari pemerintah inilah yang dibutuhkan saat ini oleh masyarakat yang sudah mengalami kepanikan. Lho, bukannya pemerintah sudah hadir selama ini. Bukankah pemerintah sudah memberikan edukasi kepada masyarakat selama ini?
Pemerintah harusnya menjadi corong atau otoritas informasi melalui instrumen yang dimilikinya seperti Satgas COVID-19, para ahli dan sebagainya. Bukan sebaliknya, masyarakat mencari informasi di luar info resmi pemerintah dan mereka anggap lebih otoritatif dari pada pemerintah.
Kalau berkaca pada awal pandemi, pemerintah meremehkan virus ini. Dan, kita termasuk kampung saya menanggung akibatnya. Prinsip utama dalam mengelola komunikasi krisis pandemi adalah membangun Trust. Kepercayaan mutual antara pemerintah dan masyarakat. Kita terbiasa mendengar Pemerintah menyalahkan masyarakat karena tidak disiplin. Masyarakat juga menyalahkan pemerintah karena kebijakannya tidak konsisten dan cenderung meremehkan corona. Kepercayaan mutual inilah yang hilang.
ADVERTISEMENT
Melonjaknya kembali kasus COVID-19 ini harusnya menjadi pelajaran penting. Tidak perlu ada kata maaf kalau memang terasa berat disampaikan oleh pemerintah atas kegagalannya menangani pandemi ini. Setidaknya pemerintah dapat lebih baik dan serius menangani krisis pandemi ini.
Saya dan mungkin kalian sepakat bahwa pemerintah sudah telat. Tetapi, sekali lagi, kita tetap memerlukan kehadiran pemerintah. Pemerintah memiliki kekuatan luar biasa. Aparatus yang lengkap dari level Nasional sampe ke tingkat RT/TW. Maka, kita apakah pemerintah bisa mengendalikan ini semua. Andai itu berjalan dari awal corona, saya yakin kampung saya akan menjadi tempat teraman di Indonesia dari virus COVID-19.
Sekali lagi, mari kita tunggu aksi pemerintah. Tetapi, kalau pun pemerintah tidak bisa menangani pandemi ini, saya berharap masyarakat tidak panik. Mari tetap jaga diri dan keluarga kita masing-masing. Sering-seringlah cuci tangan, pakai masker, jaga jarak dan hindari berkumpul-kumpul dulu. Itu adalah kemewahan terakhir yang kita miliki sebagai masyarakat biasa.
ADVERTISEMENT