Konten dari Pengguna

Dampak Perekonomian bagi Keharmonisan Rumah Tangga

Ifan Maulana
Mahasiswa Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22 November 2022 13:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ifan Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keluarga harmonis. sumber: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga harmonis. sumber: pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pasang surut perekonomian di negara Indonesia merupakan hal yang sudah biasa setiap tahunnya. Dengan adanya peristiwa seperti ini, sangat memberikan dampak yang signifikan bagi keharmonisan rumah tangga. Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belakangan ini semakin meningkat, membuat kondisi ini menjadikan momok yang menakutkan bagi para kepala keluarga dalam mencari nafkah. Sehingga bagi para kepala keluarga yang terkena PHK dipaksa untuk memutar otak agar bisa mendapatkan pekerjaan kembali. Seperti kasus pada beberapa perusahaan di Indonesia, di antara beberapa faktor yang sangat memicu terjadinya kasus PHK besar-besaran adalah sedikitnya permintaan konsumen terhadap barang yang diproduksi, sedangkan perusahaan terus memproduksi barang setiap harinya, sehingga harga barang produksi menurun.
ADVERTISEMENT
Para kepala keluarga yang terkena PHK, membuat mereka kebingungan untuk mencari pekerjaan pengganti setelah PHK. Di samping terkena PHK, para suami mendapat tuntutan dari istri tentang kebutuhan rumah yang semakin meningkat. Imbasnya banyak keluarga yang semula terlihat harmonis mendadak banyak masalah. Permasalahan seperti kekerasan dalam rumah tangga, perselisihan, bahkan perceraian banyak diakibatkan oleh permasalahan ekonomi yang melanda rumah tangga di Indonesia. Kondisi ekonomi yang sangat berpengaruh bagi rumah tangga di Indonesia menyebabkan tingkat keharmonisan keluarga menurun drastis.
Dilansir dari IAIN Bukit Tinggi “Data perkara perceraian yang masuk ke pengadilan baik Pengadilan Agama maupun Negeri secara umum beberapa tahun belakangan menunjukkan tren naik. Ti tahun 2020 di Pengadilan Agama 465.528. 3 tahun sebelumnya (2017), 415.510, (2018), 447.417, (2019), 480.618. Di Pengadilan Negeri Tahun 2020 berjumlah 17.008. Dibanding 3 tahun sebelumnya mengalami peningkatan (2017) 13.526 (2018) 15.424 (2019) 16.947. Berdasarkan survei nasional diperoleh data bahwa pada Tahun 2015 terdapat 5,89 % pasangan atau setara 3,9 juta pasangan dari 67,2 juta rumah Tangga bercerai dan pada tahun 2020 naik 6,4 % dari 72,9 juta rumah tangga atau setara 4,7 juta bercerai. Menurut Komnas Perempuan, determinasi pencapaian menempatkan faktor ekonomi diurutan ke dua teratas bersama faktor kekerasan rumah tangga ( Tempo Mei 2021 dan BPS Survei Sosial Ekonomi 2015 dan 2020).”
ADVERTISEMENT
Di tengah maraknya PHK besar-besaran yang belakangan ini muncul, dan tingkat perceraian yang juga ikut meningkat. Rumah tangga di Indonesia selalu dihantui akan perceraian. Keharmonisan rumah tangga memang bukan perihal banyaknya uang yang dimiliki, akan tetapi tentang peranan suami dan istri yang menjalani dan menjadikan kondisi keluarga penuh keharmonisan. Dari banyaknya dampak perekonomian yang terjadi, para kepala keluarga dituntut agar lebih giat dalam bekerja, dan bisa menguasai kemampuan yang dibutuhkan banyak orang. Adapun alternatif untuk kasus PHK ini adalah dengan membuat lapangan pekerjaan sendiri. Pentingnya menguasai banyak hal sangat berpengaruh dalam membuat lapangan pekerjaan. Bahkan keadaan ekonomi negara bisa menyebabkan tingkat pengangguran dan kriminalitas masyarakat.