Konten dari Pengguna

Petisi Soetardjo Tahun 1936

Ihdha Tantri
Mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang
18 Maret 2022 18:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ihdha Tantri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dr.KPH.Soetardjo Kartaningprang tokoh pencetus Petisi Soetardjo. Sumber draf canva IhdhaTantri__ https://www.canva.com/design/DAEp5aVgslc/WfWoJECFoqPNcMP_GrTBNw/edit?utm_content=DAEp5aVgslc&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
zoom-in-whitePerbesar
Dr.KPH.Soetardjo Kartaningprang tokoh pencetus Petisi Soetardjo. Sumber draf canva IhdhaTantri__ https://www.canva.com/design/DAEp5aVgslc/WfWoJECFoqPNcMP_GrTBNw/edit?utm_content=DAEp5aVgslc&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jika kita berbicara tentang petisi pasti otak kita akan mengarah pada suatu pernyataan tertulis yang dikemukakan untuk pemegang kekuasaan tertinggi, pemegang kekuasaan disini digambarkan sebagai pemerintah yang seringkali mengambil tindakan dan keputusan terhadap isu yang tengah berkembang di masyarakat. Dalam sejarahnya petisi sendiri bisa dikatakan sudah mulai bermunculan sejak masa kerajaan terlebih petisi lebih gencar disuarakan pada masa penjajahan Kolonial Belanda. Lalu taukah kalian mengenai Petisi Soetardjo? Salah satu petisi yang digencarkan pada masa pergerakan nasional yang menjadi salah satu bumbu terciptanya gelora semangat menuju kemerdekaan. Lantas seperti apa Petisi Soetardjo ini, mari kita simak untaian kalimat berikut ini
ADVERTISEMENT
Latar Belakang Dicetuskannya Petisi Soetardjo
Latar belakang dicetuskannya Petisi Soetardjo dikarenakan banyak terjadi krisis malaise yang terjadi pada awal abad tiga puluhan di seluruh penjuru negeri. Bahkan dampak yang ditimbulkan terkesan menakutkan terhadap ekonomi negara, terlebih saat itu Indonesia yang masih dibawah pemerintahan Kolonial Belanda melakukan aksi penghematan besar-besaran dengan cara menurunkan upah dan pemecatan terhadap kaum buruh. Keadaan seperti inilah yang pada akhirnya memunculkan kekhawatiran pemerintah Belanda pada pemimpin pergerakan, karena mereka bisa saja mempengaruhi rakyat untuk melakukan berbagai aksi pemberontakan sebagai alasan atas ketidakpuasan akan peraturan pemerintah Kolonial Belanda. Untuk mencegah hal itu, pemerintah mulai menindak partai-partai yang non kooperatif dengan cara memberlakukan beberapa peraturan pemerintah seperti Pasal-Pasal Karet dalam KUHP (pasal 153 bis, pasal 153 ter, pasal 161 bis, pasal 171 bis, dan pasal 169), Exorbitante Rechten, Penindasan hak berserikat, Muilkorf-Circulaire (Sikuler Pemberangusan), PID (Politiek Inlichtingen Dienst) dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dari peraturan yang dikeluarkan ini pada kenyataannya justru dianggap lebih memberatkan kaum penggerak terlebih lagi penindasan seakan sudah makanan sehari-hari bagi mereka. Bahkan penindasan lebih terasa saat Indonesia dalam pimpinan Gubernur Jenderal De Jonge yang tidak memiliki rasa simpati sedikitpun terhadap gerakan nasional. De Jonge sendiri adalah Gubernur Jenderal yang buta atas arti dari pergerakan kebangsaan Indonesia serta seseorang yang dianggap tidak mau memahami dasar pergerakan nasional. Oleh karena itu , De Jonge tidak memiliki pengertian yang wajar tentang pergerakan nasional di negara jajahan yang dipimpinnya. Maka saat itu ia beranggapan bahawa pergerakan nasional bukan soal yang harus diselesaikan pada tingkat politik, tetapi persoalan dapat diselesaikan oleh pihak polisi. Bahkan keadaan seperti ini didukung adanya konstelasi dunia internasional yang sangat mengkhawatirkan, dimana muncul Fasisme Italia, Nazizme Jerman, dan Militerisme Jepang yang semakin menonjolkan peranannya di panggung politik Nasional dan Internasional. Berdasarkan kondisi di atas, maka Soetardjo Kartohadikoesoemo berinisiatif untuk mengajukan sebuah usul kepada pemerintah kolonial yang didasarkan pada pasal 1 dalam Grondwet Voor Het Koninkrijk Der Nederlanden, yang kemudian usulan ini dinamakan sebagai Petisi Soetardjo.
ADVERTISEMENT
Proses Perjuangan Petisi Soetardjo Melalui Volksraad
Perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih keadilan melalui Petisi Soetardjo sangat Panjang, terlebih lagi tuntutan yang ada dalam petisi ini diajukan pada sidang Volksraad yang dilaksanakan pada 9 Juli 1936. Setelah Petisi Soetardjo diajukan, ketua sidang Mr. W.H.Van Helsdingen menyatakan bahwa petisi Soetardjo akan dibicarakan pada lain waktu. Pada bulan Agustus 1936, Petisi Soetardjo akhirnya mulai dibicarakan dalam rapat-rapat kecil anggota Volksraad. Dimana dari hasil rapat terdapat dua kubu suara yang berbeda, ada sebagian anggota mendukung dan ada juga yang menolak. Hasil suara sebanyak 26 orang anggota Volksraad menyetujui isi dari petisi ini sedangkan 20 orang lainya menolaknya. Bahkan dari perbincangan mengenai Petisi Soetardjo, terbitlah afdeling verslag dan atas verslag itu para pengusul memasukkan suara yang akhirnya petisi ini menjadi Petisi Volksraad. Setelah petisi ini disetujui oleh pihak Volksraad maka pada tanggal 1 Oktober 1936, Petisi Soetardjo kemudian dikirimkan pada Ratu, Kepala Staten General, dan Menteri Jajahan di negeri Belanda.
ADVERTISEMENT
Disamping menunggu keputusan dari pihak Belanda akhirnya dibentuk Central Comite Petisi Soetardjo yang berada di Indonesia sekaligus belanda, sedangkan di beberapa daerah dibentuklah Sub-sub Comite Petisi Soetardjo. Lalu dengan dukungan dari pers-pers nasional, akhirnya Central Comite Petisi Soetardjo dan Sub-sub Comite Petisi Soetardjo melakukan kampanye untuk menarik dukungan akan disetujuinya Petisi ini. Namun dukungan yang menggelora itu tidak sejalan dengan hasil yang diperoleh, karena pada tanggal 16 November 1938 datanglah keputusan dari Kerajaan Belanda Nomor 40 yang menyatakan bahwa Petisi Soetardjo ditolak oleh Ratu Belanda. Alasan penolakan ini karena bangsa Indonesia dianggap belum matang untuk memikul tanggung jawab memerintah Indonesia sendiri. Surat keputusan pemerintah kerajaan Belanda tersebut disampaikan kepada sidang Volksraad pada tanggal 29 November 1938.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Petisi Soetardjo Terhadap Pergerakan Nasional Indonesia
Keputusan penolakan Petisi Soetardjo sangat mengecewakan para pemimpin pergerakan nasional. Lebih-lebih kalau dilihat dari lamanya Petisi Soetardjo menggantung sampai dua tahun. Penolakan Petisi Soetardjo telah membuat melemahnya semangat kaum pergerakan nasional dan menyebabkan perbedaan pendapat diantara bangsa Indonesia sendiri. Sebagian mengatakan bahwa kegagalan Petisi Soetardjo karena kemauan yang kurang kuat dari bangsa Indonesia. Namun perlu dilihat mengapa kegagalan petisi Soetardjo tidak menimbulkan reaksi di pihak pergerakan secara jelas. Memang perlu di ketahui bahwa saat itu kekuatan pemukul pergerakan sedang dalam keadaan terikat dan sudah tidak bebas lagi untuk bergerak. Kaum pergerakan bisa menerima kenyataan dan menerima keadaan mengenai kelemahan sendiri sambil mencari jalan keluar untuk mengatasinya, aksi secara besar-besaran menghadapi penolakan Petisi Soetardjo tidak tampak dan PPKI yang sudah ada ternyata tidak mampu menyusun kekuatan baru.
ADVERTISEMENT
Walaupun penolakan petisi banyak menimbulkan kekecewaan dari kalangan pergerakan, namun kekecewaan itu tidak membuat perjuangan dalam memperoleh kemerdekaan berhenti. Penolakan pemerintah Belanda terhadap Petisi Soetardjo lantas membuat kaum pergerakan semakin bersemangat untuk memperoleh kemerdekaan melalui jalan damai (kooperatif). Rasa semangat ini akhirnya diwujudkan dalam pembentukan GAPI (Gabungan Politik Indonesia) pada 21 Mei 1939. Hampir semua partai nasionalis Indonesia seperti Parindra, PSII, Gerindo, PII, dan Pasundan, bersatu dalam federasi politik tersebut. Sedangkan tujuan GAPI adalah memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri dan persatuan nasional. GAPI sendiri dipimpin oleh Mohammad Husni Thamrin yang memiliki tujuan memperjuangkan hak, menentukan nasib sendiri dan persatuan nasional yang kemudian dirumuskan dalam semboyan “Indonesia Berparlemen”.
Bagaimana setelah membaca ulasan diatas, sudahkah kalian tau pentingnya Petisi Soetardjo, saya harap setelah membacanya akan menambah wawasan kalian akan salah satu petisi yang pernah menjadi saksi Pergerakan Nasional Indonesia. Terimakasih dan tetap semangat meskipun pandemic belum berakhir serta jangan lupa untuk tetap jaga imunitas agar Kesehatan terjaga.
ADVERTISEMENT