Konten dari Pengguna

Bioakumulasi Kromium pada Ikan Nila Akibat Limbah Penyamakan Kulit

Taufiq Ihsan
Taufiq Ihsan Ph.D adalah Dosen Tetap Departemen Teknik Lingkungan, Universitas Andalas, dengan Bidang Keahlian: Kesehatan dan Manajemen Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta Air, Sanitasi dan Higiene Kebencanaan
13 Juli 2024 23:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Taufiq Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ikan Nila. Foto: KindelMedia/Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ikan Nila. Foto: KindelMedia/Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Industri penyamakan kulit telah lama menjadi tulang punggung perekonomian, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Proses pengolahan kulit menjadi bahan baku industri ini menghasilkan produk bernilai tinggi, seperti sepatu, tas, jaket, dan berbagai aksesoris lainnya. Namun, di balik gemerlapnya industri ini, terdapat potensi bahaya lingkungan yang mengintai, terutama terkait dengan limbah yang dihasilkan. Salah satu isu utama adalah kandungan kromium (Cr) yang tinggi dalam limbah penyamakan kulit.
ADVERTISEMENT
Kromium adalah logam berat yang digunakan dalam proses penyamakan kulit untuk menghasilkan produk yang tahan lama dan berkualitas. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, limbah yang mengandung kromium dapat mencemari lingkungan, terutama ekosistem perairan. Pencemaran ini dapat berdampak buruk pada berbagai organisme akuatik, termasuk ikan nila (Oreochromis niloticus L).

Ikan Nila: Korban Pencemaran Kromium

Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di Indonesia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis tinggi karena banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, ikan nila juga berperan penting dalam rantai makanan di ekosistem perairan. Namun, keberadaan ikan nila kini terancam oleh pencemaran limbah industri, terutama limbah penyamakan kulit yang mengandung kromium.
Penelitian terbaru telah mengungkap fakta yang mengkhawatirkan mengenai bioakumulasi kromium pada ikan nila. Bioakumulasi adalah proses di mana suatu zat kimia, seperti logam berat, terakumulasi dalam tubuh organisme hidup seiring berjalannya waktu. Dalam kasus ikan nila, paparan limbah penyamakan kulit yang mengandung kromium dapat menyebabkan logam berat ini masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang dan kulit, serta melalui rantai makanan. Seiring waktu, konsentrasi kromium dalam tubuh ikan dapat meningkat, terutama pada jaringan otot atau dagingnya.
ADVERTISEMENT

Dampak Kesehatan Akibat Kontaminasi Kromium

Kromium dalam jumlah kecil sebenarnya diperlukan oleh tubuh manusia untuk metabolisme gula. Namun, dalam konsentrasi tinggi, kromium dapat menjadi racun dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Paparan kronis terhadap kromium dapat menyebabkan kerusakan organ, seperti ginjal, paru-paru, jantung, dan sistem peredaran darah. Selain itu, kromium juga bersifat karsinogenik, artinya dapat memicu pertumbuhan sel kanker.
Oleh karena itu, kontaminasi kromium pada ikan nila menjadi perhatian serius bagi kesehatan masyarakat. Konsumsi ikan nila yang terkontaminasi kromium secara terus-menerus dapat meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit berbahaya.

Studi Kasus Bioakumulasi Kromium pada Ikan Nila di Indonesia

Penelitian mengenai bioakumulasi kromium pada ikan nila telah dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, mengingat banyaknya industri penyamakan kulit yang beroperasi di negara ini. Salah satu studi yang relevan dilakukan oleh T. Ihsan et al. (2021) dari Universitas Andalas, Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bioakumulasi kromium pada daging ikan nila akibat paparan limbah penyamakan kulit.
ADVERTISEMENT
Dalam studi ini, ikan nila ditempatkan dalam akuarium yang terpapar limbah penyamakan kulit dengan konsentrasi berbeda. Setelah periode pemaparan selama 30 hari, konsentrasi kromium dalam daging ikan nila diukur menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Selain itu, penelitian ini juga menghitung faktor biokonsentrasi (Bioconcentration Factor/BCF) untuk mengetahui kemampuan ikan nila dalam mengakumulasi kromium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kromium dalam daging ikan nila meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi limbah penyamakan kulit dan lama waktu pemaparan. Pada konsentrasi limbah tertinggi dan periode pemaparan terlama (30 hari), konsentrasi kromium dalam daging ikan nila bahkan melebihi batas aman yang ditetapkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), yaitu 1 mg/kg.
Ihsan, T., Edwin, T., & Kartika, R. (2021). Effect of tannery wastewater exposure on chromium detected in the meat of tilapia (Oreochromis niloticus L). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 894(1), 012001.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Penelitian ini memberikan bukti kuat mengenai dampak negatif limbah penyamakan kulit terhadap kontaminasi kromium pada ikan nila. Konsentrasi kromium yang tinggi dalam daging ikan nila dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengurangi pencemaran limbah penyamakan kulit dan melindungi ekosistem perairan.
Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan antara lain:

1. Peningkatan Pengolahan Limbah

Industri penyamakan kulit perlu mengadopsi teknologi pengolahan limbah yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Metode seperti presipitasi kimia, adsorpsi, dan penggunaan mikroorganisme dapat membantu mengurangi kadar kromium dalam limbah secara signifikan. Selain itu, pemanfaatan limbah padat sebagai bahan baku industri lain, seperti pupuk organik, dapat menjadi solusi yang berkelanjutan.

2. Pemantauan Berkala

Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan frekuensi dan intensitas pemantauan kualitas air di sekitar industri penyamakan kulit. Selain itu, perlu dilakukan uji laboratorium secara berkala terhadap ikan nila dan biota akuatik lainnya yang hidup di perairan tersebut. Hasil pemantauan ini harus dipublikasikan secara transparan kepada masyarakat agar dapat menjadi dasar pengambilan keputusan yang tepat.
ADVERTISEMENT

3. Edukasi Masyarakat

Edukasi kepada masyarakat perlu dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Selain memberikan informasi mengenai bahaya konsumsi ikan yang terkontaminasi logam berat, masyarakat juga perlu diedukasi mengenai cara memilih ikan yang aman dan sehat. Program penyuluhan mengenai dampak lingkungan dari industri penyamakan kulit juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

4. Penegakan Hukum yang Tegas

Pemerintah perlu menegakkan hukum secara tegas terhadap industri penyamakan kulit yang melanggar aturan mengenai baku mutu limbah. Sanksi yang tegas dapat memberikan efek jera dan mendorong industri untuk lebih bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbahnya.

5. Kerjasama Lintas Sektor

Penanganan masalah pencemaran limbah penyamakan kulit memerlukan kerja sama lintas sektor, termasuk pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat. Kolaborasi ini dapat menghasilkan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan. Misalnya, industri dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mengembangkan teknologi pengolahan limbah yang lebih baik, sementara pemerintah dapat memberikan insentif bagi industri yang menerapkan praktik produksi yang ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
6. Diversifikasi Sumber Protein
Masyarakat khususnya penduduk lokal, perlu didorong untuk tidak hanya bergantung pada ikan nila sebagai sumber protein hewani. Diversifikasi sumber protein, seperti konsumsi ikan dari jenis lain, daging unggas, atau sumber protein nabati, dapat mengurangi risiko kesehatan akibat kontaminasi logam berat pada ikan nila.
Dengan menerapkan saran-saran tersebut secara komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan dapat mengurangi dampak negatif limbah penyamakan kulit terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Selain itu, penting juga untuk terus melakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak limbah industri terhadap lingkungan dan kesehatan manusia agar dapat diambil tindakan pencegahan yang lebih efektif.