Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
RUU yang Dipaksakan, Demokrasi yang Dipertaruhkan
7 Mei 2025 11:20 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ahmad Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di negara demokratis, hukum bukan sekadar produk formal, melainkan adalah hasil dari dialog yang adil antara negara dan rakyat. Namun, ketika proses perumusan dan pembahasan rancangan undang-undang dilakukan secara tertutup, terburu-buru, dan mengabaikan aspirasi publik, maka demokrasi tengah berada di ujung tanduk. Rancangan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menjadi contoh mutakhir dari praktik legislasi yang patut dipertanyakan arah dan etiknya.
ADVERTISEMENT
Ruang Gelap Legislasi
RUU KUHAP yang saat ini tengah dibahas di DPR memiliki konsekuensi besar terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia. Namun anehnya, pembahasan terhadap RUU ini berlangsung dengan minim transparansi. Publik, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil tidak diberi ruang yang cukup untuk ikut serta secara bermakna. Bahkan, draf terbaru RUU ini tidak mudah diakses secara terbuka oleh masyarakat, membuat publik buta terhadap substansi dan arah revisi hukum acara pidana tersebut.
Beberapa pasal dalam RUU KUHAP bahkan berpotensi melemahkan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses hukum, termasuk memperluas kewenangan penyidik dan penuntut umum tanpa mekanisme pengawasan yang memadai. Jika ini disahkan tanpa koreksi kritis, maka hak asasi manusia dan prinsip fair trial berada dalam ancaman serius.
ADVERTISEMENT
Demokrasi Substansial yang Terkikis
Demokrasi tidak berhenti pada pemilu. Demokrasi sejati terwujud ketika rakyat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam urusan hukum yang berdampak luas. Ketika RUU sepenting KUHAP dibahas tanpa partisipasi publik dan ruang deliberasi yang memadai, itu adalah tanda kemunduran demokrasi substansial.
Praktik seperti ini bukan hal baru. Kita telah menyaksikan pola serupa dalam pengesahan UU Cipta Kerja, RKUHP, hingga revisi UU KPK. Dalam semua kasus tersebut, rakyat diposisikan sebagai objek, bukan subjek. Maka wajar bila kepercayaan publik terhadap DPR dan pemerintah terus merosot.
Membunyikan Alarm Demokrasi
RUU KUHAP seharusnya menjadi kesempatan untuk memperbaiki sistem hukum acara kita yang sudah lama dikritik, bukan menjadi alat untuk mempersempit ruang keadilan. Oleh karena itu, partisipasi publik yang luas, konsultasi dengan para ahli, dan transparansi dalam setiap tahapan pembahasan mutlak diperlukan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat sipil, kampus, jurnalis, dan mahasiswa harus bersatu membunyikan alarm atas praktik legislasi yang menyimpang ini. Jika kita diam, maka pembungkaman akan menjadi norma, bukan pengecualian.
Demokrasi Butuh Perlawanan Kritis
RUU KUHAP bukan sekadar naskah hukum, ia adalah cermin dari bagaimana kekuasaan bekerja dan bagaimana rakyat dihargai. Jika pembahasan dilakukan secara sepihak dan tertutup, maka kita sedang menyaksikan bagaimana demokrasi diruntuhkan perlahan-lahan lewat legislasi.
Kini saatnya kita bersuara. Bukan hanya untuk membela isi sebuah RUU, tetapi untuk membela hak kita sebagai warga negara dalam demokrasi yang sehat. Sebab ketika RUU dipaksakan, yang sesungguhnya dipertaruhkan adalah masa depan demokrasi itu sendiri.