Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Nilai Moderasi Jadi Pilar Tradisi Agama Warga Linggo Asri
4 Oktober 2023 14:40 WIB
Tulisan dari Ika Amiliya Nurhidayah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Moderasi beragama sangat erat kaitannya dengan kondisi masyarakat yang heterogen, terutama perbedaan dalam hal keberagamaan. Di dalamnya tentu sangat diharapkan terwujudnya komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap budaya lokal, sebagaimana yang tercantum di dalam indikator-indikator moderasi beragama. Moderasi beragama telah berhasil direpresentasikan oleh salah satu desa di Pekalongan. Desa tersebut bernama Linggo Asri yang terletak di kaki Gunung Dieng tepatnya di Kecamatan Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah. Selain kondisi geografis yang menjadi daya tarik wisatawan, desa di dataran tinggi ini juga mempunyai keberagaman agama yaitu Islam, Hindu, Budha, dan Kristen serta keragaman kebudayaan. Dengan keberagaman tersebut, Linggo Asri sukses dinobatkan sebagai “Desa Moderasi Beragama dan Sadar Kerukunan” oleh Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan.
ADVERTISEMENT
Agama yang mendominasi Desa Linggo Asri adalah agama Islam dan Hindu maka tradisi yang menonjol pun dari umat Islam dan Hindu. Berdasarkan hasil penelitian penulis, terdapat empat tradisi keagamaan di Linggo Asri yang di dalamnya terdapat praktik moderasi beragama. Tradisi yang pertama adalah Maulid Nabi Muhammad SAW. Selain pembacaan berzanji dan pengajian, peringatan Maulid Nabi di Linggo Asri diwarnai dengan partisipasi tokoh agama Hindu yang ikut menghadiri pengajian dan peran Peradah (Persatuan Pemuda Hindu) yang turut membantu kelancaran dengan mengatur lalu lintas dan parkiran.
Tradisi yang kedua adalah Legenanan sebagai wujud rasa syukur atas kelimpahan hasil bumi Linggo Asri. Legenanan atau sedekah bumi ini diperingati warga Linggo Asri dengan diawali do'a bersama oleh masing-masing umat, serta penyelenggaraan pagelaran wayang setiap dua tahun sekali di balai desa.
ADVERTISEMENT
Tradisi ketiga yaitu Tirakatan. Tradisi ini merupakan peringatan hari kemerdekaan yang diselenggarakan setiap malam tanggal 17 Agustus dengan diisi do'a bersama antar umat beragama. Berlokasi di balai desa, semua warga berkumpul dan melakukan do'a bersama dengan dipimpin oleh tokoh agama masing-masing, serta diisi dengan makan bersama di puncak acara.
Tradisi yang keempat adalah Nyepi yang merupakan tradisi khusus umat Hindu. Walaupun hanya khusus umat Hindu, namun andil warga lain yang notabene beragama Islam, Budha, dan Kristen tetap hidup dalam membantu kelancaran tradisi tersebut. Salah satu bentuk toleransi yang terwujud terutama di Dukuh Linggo ketika Nyepi adalah suara azan yang tidak dikumandangkan melalui pengeras suara. Di malam hari pun, tidak hanya warga Hindu yang tidak keluar rumah, warga yang lain juga demikian. Sebagaimana umat Hindu di Bali, perayaan Nyepi di Linggo Asri juga diwarnai dengan tradisi ogoh-ogoh, yaitu karya seni patung hasil kreasi Undagi (seniman ogoh-ogoh) Linggo Asri dengan dibantu oleh pemuda-pemudi. Ogoh-ogoh yang sudah jadi kemudian diarak oleh warga Hindu, dan dibantu warga agama lain. Sebagaimana yang diungkapkan Mustajirin selaku Kasi Kesra dan Pelayanan Desa Linggo Asri, bahwa warga dari Irmas (Ikatan Remaja Masjid), GP Anshor (Gerakan Pemuda Anshor), dan Muslimat turut berpartisipasi dalam kesuksesan pawai ogoh-ogoh (Mustajirin, wawancara, 23 September 2023).
Adanya praktik tradisi keagamaan di atas tentu menjadi langkah paling efektif dalam menguatkan indikator-indikator moderasi beragama yang meliputi komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap budaya lokal. Setelah melihat realita praktik tradisi keagamaan di Linggo Asri yang terlaksana dengan damai, telah cukup membuktikan bahwa eksistensi keberagaman positif di desa tersebut akan selalu terjaga. Moderasi beragama yang dimanifestasikan dalam ketiga tradisi keagamaan tersebut telah berhasil menarik keterkaitan dari keempat indikator moderasi beragama. Interaksi dan komunikasi masyarakat Linggo Asri yang majemuk dalam sebuah perayaan tradisi keagamaan sebagaimana yang telah jelaskan di atas dapat mempererat toleransi dalam perwujudan yang lebih nyata dan kompleks. Adanya sikap toleransi juga akan menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat Linggo Asri untuk tetap hidup bersama dalam kedamaian, serta anti kekerasan. Keberagaman tradisi keagamaan yang masih eksis di Desa Linggo Asri merupakan wujud penghargaan terhadap budaya lokal. Dalam proses penghargaan kebudayaan lokal di Linggo Asri dapat dengan mudah terealisasikan karena masyarakatnya yang sejak dahulu telah “nguri-nguri budaya” atau melestarikan budaya dalam mewujudkan keharmonisan.
ADVERTISEMENT