Johanes, Perbatasan, dan Penghargaan

ika silalahi
Diplomat Indonesia, pernah ditugaskan di KBRI Wellington-Selandia Baru. Saat ini mengikuti Diklat Sesdilu 61.
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2018 23:20 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ika silalahi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kamis, 16 Agustus 2018, 32 peserta Diklat Sesdilu (Sekolah Staf Dinas Luar Negeri) Kementerian Luar Negeri RI mengadakan pertemuan dengan para Kepala Sekolah se-Kabupaten Belu di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belu, NTT. Banyak harapan yang disampaikan oleh para kepala sekolah. Selain informasi mengenai pendidikan lanjut di dalam dan luar negeri bagi anak-anak didik mereka, ketersediaan sarana pendukung seperti buku referensi serta jaringan internet untuk mendukung kegiatan belajar mengajar masih banyak dimimpikan para kepala sekolah. Jarak antara pusat dan wilayah perbatasan kadang membuat suara dan aspirasi mereka tenggelam di tengah hiruk pikuk politik dan adu kepentingan. Saya merasa kecil karena tidak dapat serta merta membantu mereka.
(Foto: Koleksi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Menjelang siang saya mendapat pesan dari kantor di Jakarta bahwa saya menerima undangan untuk turut mewakili pegawai yang menerima Satyalancana Karya Satya 10 Tahun pada upacara HUT RI di Kemlu. Namun karena sedang berada di Belu, saya menyampaikan tidak dapat menghadirinya. Saya sedikit kecewa. Lebih baik saya berada di Jakarta. Momen itu langka, kalaupun terulang, harus menunggu 10 tahun lagi. Sedangkan di Belu tidak banyak juga yang saya bisa lakukan untuk membantu para kepala sekolah.
Hari ini, Jumat, 17 Agustus 2018, sebuah peristiwa yang mengejutkan terjadi pada saat upacara bendera memperingati Hari Kemerdekaan ke-73 RI di Kecamatan Silawan, Kabupaten Belu. Tali pengait bendera lepas saat bendera dibentangkan. Ujung tali melesat hingga ke puncak tiang bendera. Lagu Indonesia Raya berkumandang dengan bendera dibentang anggota Paskibra di samping tiang. Saya menitikkan air mata. Sedih sekali kisah diperbatasan ini.
(Foto: Arif Ikhsanudin)
ADVERTISEMENT
Namun kemudian seorang anak laki-laki berseragam putih biru datang dari barisan sebelah kanan panggung, setengah berlari, bertelanjang kaki, lalu happ, naik memeluk tiang bendera. Saya refleks merekam aksi anak kecil itu. Semua yang melihat anak tersebut nampak terkejut, bertanya-tanya apa yang hendak dilakukan anak itu. Keterkejutan itu kemudian berubah menjadi khawatir ketika dia naik sampai ditengah tiang yang semakin bergoyang setiap dia bergerak. Terlihat dia beberapa kali berhenti sesaat, entah lelah, atau untuk sekedar meredam goncangan tiang. Bapak Wakil Bupati Belu, JT Ose Luan yang bertindak sebagai Inspektur Upacara sempat berkata “Turun adik”. Namun siswa SMP tersebut justru semakin naik dan naik. Beberapa anggota TNI tampak segera mendekat ke tiang bendera. Membantu menahan goyangan tiang sekaligus berjaga-jaga. Mendekati puncak, suara orang-orang mulai bergemuruh, bertepuk tangan, menyemangati Johanes, bocah kecil itu sampai dipuncak..
ADVERTISEMENT
Petugas kemudian memberi aba-aba agar melemparkan ujung tali itu. Tapi Johanes, meraihnya dengan satu tangan dan menggigit ujung tali, seakan ingin memastikan tali itu tidak terlepas lagi. Kemudian dengan dua tangan berpegang pada tiang dia kembali turun. Seluruh orang lega dan terus bertepuk tangan. Johanes kemudian dibawa ke pinggir lapangan, dan anggota paskibra dengan mantap menaikkan sang Merah Putih. Untuk kedua kalinya saya menangis, dan banyak orang yang juga menitikkan airmata haru. Demi kibaran sang Merah Putih, Johanes kecil siap sedia melawan bahaya.
(Foto: Koleksi Pribadi)
Hasil rekaman tersebut saya unggah di akun sosial media saya. Hati saya terbuka, pikiran saya terang. Ada asa yang teramat besar dari daerah perbatasan ini. Sikap patriotik, keberanian, siap sedia, meski dalam berbagai keterbatasan, adalah karakter kuat yang berhasil ditanamkan para guru dalam diri Johanes, dan mungkin teman-teman Johanes lainnya.
ADVERTISEMENT
Unggahan saya ternyata mendapat sambutan netizen. Ratusan ribu simpati datang untuk Johanes. Namanya disebut dan ditulis berbagai media lokal dan nasional. Rakyat jelata hingga Istana ingin bertemu dengannya. Saya berharap mereka tidak hanya bertemu Johanes, namun juga "bertemu" Silawan, Atambua, Belu, dan wilayah perbatasan lainnya dengan berbagai gejolak dan dinamikanya.
Sebelum upacara penurunan bendera sore hari, saya menelepon anak-anak saya yang sudah saya tinggal 5 hari. Si bungsu menangis, ingin mamanya segera pulang. Saya berjanji segera pulang. Akan saya ceritakan pada mereka tentang "Abang Johanes". Akan saya tanamkan pada mereka bahwa hidup bukan sekedar menerima penghargaan, namun berkontribusi, meski terbatas, meski dianggap kecil, karena negeri ini membutuhkan kita. Selamat Hari Kemerdekaan Johanes. Engkau pahlawan kami hari ini.
ADVERTISEMENT