Mengapa Pemimpin Tidak Boleh Baperan?

Ika Susanti
Pranata Humas Ahli Muda pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Konten dari Pengguna
6 November 2023 12:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ika Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemimpin Baperan, Sumber: www.kubikleadership.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemimpin Baperan, Sumber: www.kubikleadership.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kita tentunya sudah tidak asing dengan istilah baper dalam percakapan keseharian. Baper adalah singkatan bahasa gaul dari kepanjangan “bawa perasaan”. Baper merupakan bentuk dari pemikiran atau sikap seseorang, sebagai akibat terlalu memasukkan ke hati segala ucapan dan tindakan orang lain.
ADVERTISEMENT
Baper juga terjadi ketika seseorang terlalu menanggapi perlakuan orang lain secara pribadi. Baper bukan hanya terbatas pada hubungan romantis percintaaan, tapi juga bisa terjadi pada hubungan pertemanan. Bahkan dalam lingkungan kerja yang formal, dalam hubungan dengan atasan atau dengan bawahan.
Baper kepada atasan atau bawahan di lingkungan kerja ini bisa jadi dipengaruhi oleh rasa kecewa karena harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Rasa cemas dan kuatir dalam kondisi tertentu juga bisa menyebabkan baper, misalnya kekuatiran kehilangan jabatan, posisi atau kesempatan promosi. Ketika ekspektasi tidak sesuai dengan ukuran diri sendiri, muncullah sikap baper.
Baper akan memunculkan berbagai reaksi yang pada umumnya negatif, seperti tersinggung, marah, menangis atau curhat mencari pembelaan kesana kemari, yang bisa menyebabkan benturan dengan orang lain. Atau malah memunculkan reaksi insecure yaitu merasa tidak mampu, merasa tidak cukup baik, merasa cemas, merasa tidak aman dan bersikap menarik diri, yang bisa merugikan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana bila seorang pemimpin mempunyai pemikiran atau sikap baper? Karena baper pada umumnya memunculkan reaksi negatif, maka seorang pemimpin sangat disarankan untuk “tidak baperan”. Pemimpin bukan hanya telah teruji secara kompetensi, tapi seharusnya juga telah teruji secara mental.
Pemimpin harus mempunyai sistem pengendalian diri dan emosi yang jauh lebih baik dari orang-orang yang dipimpinnya. Karena dialah yang berperan mengendalikan dan mengarahkan tim atau organisasi mencapai tujuan. Pemimpin harus tetap tenang dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk menerima berbagai macam ucapan dan tindakan dari orang lain.
Alasan Pemimpin Tidak Boleh Baperan
Berbagai alasan mengapa seorang pemimpin tidak boleh baperan, dijelaskan sebagai berikut:
1. Tidak Bisa Menjadi Panutan
Reaksi negatif yang muncul dari pemikiran atau sikap baper, menyebabkan seorang pemimpin sulit menjadi role model yang baik. Pada dasarnya tindakan apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin akan menjadi contoh nyata bagi orang-orang yang dipimpinnya. Ketika pemimpin mudah emosi, mudah tersinggung dan marah-marah, akan menimbulkan keresahan pada orang-orang yang dipimpinnya.
ADVERTISEMENT
Bawahan akan bekerja dengan rasa cemas dan kuatir. Akibatnya semangat kerja dan produktivitas juga akan menurun. Cobalah mengontrol pemikiran dan sikap baper dengan penuh kesadaran dalam berbagai situasi. Jangan mengukur segala sesuatu dengan standar diri sendiri, berpikirlah sebelum bertindak. Karena pemimpin adalah panutan yang harus lebih bisa mempertimbangkan kepentingan tim atau organisasi, daripara kepentingan dirinya sendiri.
2. Menimbulkan Bias Penilaian
Seorang pemimpin harus mampu memberikan penilaian yang obyektif. Harus bisa melihat fakta, menggunakan logika dan dasar aturan ketika menilai sesuatu hal atau seseorang. Baper juga akan memunculkan rasa suka dan tidak suka yang menimbulkan bias penilaian. Terlebih bila menyangkut kinerja orang-orang yang dipimpinnya. Manusia diciptakan dengan berbagai keunikannya, yang menciptakan perbedaan dan dinamika dalam tim atau organisasi.
ADVERTISEMENT
Pemimpin harus mampu mengelola dinamika itu menjadi satu kekuatan untuk mewujudkan tujuan organisasi. Jangan menilai semua hal atau semua orang dengan standar penilaian pribadi. Cobalah memahami perbedaan dan dinamika itu, mulai belajar menilai segala sesuatu secara obyektif.
3. Tidak Fokus pada Tujuan
Pemikiran atau sikap baper akan mengganggu seseorang dalam pencapaian tujuan. Pemimpin yang baperan akan sibuk dengan perasaannya sendiri, yang membuatnya tidak fokus kemana akan berjalan. Pemimpin yang baperan akan dibebani dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan atau dikuatirkan. Terkadang beban pikiran ini juga akan membuatnya takut menghadapi resiko dalam pengambilan keputusan.
Pemimpin sibuk memikirkan dan mencari tahu mengapa orang lain bersikap begini begitu. Cobalah untuk berpikir positif terhadap segala sesuatu yang belum diketahui dengan pasti. Biasakan untuk mencari bukti langsung pada sumber masalah, dan bukan dari informasi-informasi yang belum jelas kebenarannya.
ADVERTISEMENT
4. Sulit Menerima Kritik dan Saran
Baper akan membuat seorang pemimpin sensitif dengan perlakuan orang lain, termasuk terhadap kritik dan saran. Pikiran-pikiran negatif akan membuatnya sulit untuk menerima masukan dari orang lain. Kritik dan saran lebih dianggap sebagai upaya menjatuhkan, daripada membangun. Rasa curiga dan prasangka buruk membuatnya tidak percaya dengan semua orang.
Cobalah membangun kepercayaan terhadap orang lain, dengan membiasakan diri bekerja sama dalam tim. Lakukan brain storming sebagai metode yang sehat untuk mengevaluasi kinerja tim atau organisasi, sehingga dapat melakukan perbaikan yang tepat di masa yang akan datang.
Cara Mengendalikan Baper
Seperti halnya “roker”, pemimpin juga manusia, yang punya rasa dan punya hati. Karena manusia punya perasaan yang adakalanya menguasai pemikiran dan sikapnya. Jadi baper dalam ukuran wajar sebenarnya manusiawi, pemimpin hanya perlu belajar untuk mengendalikannya, agar tidak mengganggu tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
ADVERTISEMENT
Cara untuk mengendalikan baper antara lain dijelaskan sebagai berikut:
1. Biasakan berpikir positif tentang segala sesuatu, hindari berprasangka buruk tanpa bukti nyata.
2. Memupuk rasa percaya pada orang lain, terutama pada tim atau bawahan untuk dapat berkolaborasi dengan baik.
3. Jangan mudah percaya dengan gosib atau isu, dan jangan menjadikannya sebagai bahan pengambilan keputusan, lakukan observasi untuk mendapatkan fakta dan data yang jelas.
4. Tingkatkan rasa percaya diri agar tidak mudah cemas menghadapi tantangan, dengan peningkatan kompetensi baik knowledge, skill maupun attitude.
5. Bersikaplah profesional, jangan mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan, dan jangan terlalu banyak melibatkan perasaan dalam hubungan formal.
6. Pantaulah bawahan dari kinerjanya, bukan dari media sosialnya yang menimbulkan bias penilaian (kecuali ada pelanggaran terkait etika di media sosial yang merugikan tim atau organisasi).
ADVERTISEMENT
7. Menyadari manusia tidak ada yang sempurna, berikan kesempatan pada diri sendiri dan orang lain untuk memperbaiki diri, lakukan self healing dan banyak introspeksi diri.
8. Lakukan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat, untuk sejenak melepaskan diri dari rutinitas dan pikiran-pikiran negatif.
9. Perbanyaklah teman untuk memperluas wawasan, karena roda kehidupan terus berputar, tidak selamanya kita berjaya, teman dapat menjadi penyemangat hidup dalam suka duka.
10. Jalani hidup dengan bahagia, jangan terlalu banyak drama yang akan membuat kita merasa berat menjalaninya. (IkS)