Konten dari Pengguna

Mengulik Karakter "Thanos" pada Seorang Pemimpin

Ika Susanti
Pranata Humas Ahli Muda pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
6 November 2023 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ika Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Thanos, Sumber: lifestyle.sindonews.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Thanos, Sumber: lifestyle.sindonews.com
ADVERTISEMENT
Film Avengers: Infinity War (2018) memang sudah lama berlalu. Tapi kekalahan Avengers dari Titan jahat yang berjuluk "Thanos", rasanya masih belum bisa kita terima. Tidak seperti film super hero lainnya, saat itu penonton dibuat kecewa dengan kemenangan Sang Titan. Berbagai spekulasi beredar tentang kelanjutan filmnya selama tahun 2018-2019. Apakah Thanos bisa dikalahkan? Siapa yang akan mengalahkannya? Bagaimana aksi Avengers selanjutnya?
ADVERTISEMENT
Mengenal Thanos yang Fenomenal
Thanos adalah Mad Titan yang mempunyai kekuatan laksana dewa. Makhluk raksasa berwarna ungu ini berhasil menaklukkan planet demi planet untuk mencari Infinity Stone sebelum akhirnya menyasar ke bumi, dan bertemu dengan Avengers. Sayangnya para pahlawan bumi ini tidak berhasil menghalangi keinginan Thanos untuk mendapatkan enam batu kekuatan. Dengan Infinity Stone yang dimilikinya, Thanos mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Sehingga mampu mengendalikan kenyataan, jiwa, waktu, kekuatan, ruang dan pikiran.
Karakter Thanos yang fenomenal ini menarik untuk dikulik dan dijadikan pembelajaran. Entah apa yang akan terjadi bila seorang pemimpin mempunyai karakter seperti Thanos. Dengan kekuasaannya mampu menyingkirkan siapa saja yang dianggap sebagai penghalang, dan dengan kekuatannya mampu memporak porandakan alam semesta. Jagoan Avengers yang notabene sekumpulan super hero pun dibuatnya tak berdaya. Mematahkan logika berpikir para penonton yang beranggapan bahwa kebenaran dan kebaikan pasti akan menang.
ADVERTISEMENT
1. Merasa Paling Benar
Kejahatan Thanos sebenarnya diawali dengan niat yang baik, yaitu ingin menjaga keseimbangan alam semesta. Sayangnya niat baik itu tidak diikuti dengan cara yang baik. Thanos memusnahkan setengah populasi alam semesta yang menurutnya sudah terlalu padat dan rusak. Titan jahat ini dengan pasukan yang dipimpinnya menaklukkan planet demi planet, untuk mewujudkan niatnya dan mendapatkan Infinity Stone yang membuatnya makin tak terkalahkan.
Karakter merasa paling benar seperti Thanos membuat seorang pemimpin sulit menerima saran dan masukan dari banyak pihak, sehingga memaksakan semua orang menerima dan mengikuti perintahnya. Bersikap egois dan keras kepala, sulit merubah keputusan, walaupun menyadari keputusannya salah. Hidup dalam dunia dan pemikirannya sendiri, dengan ukuran kebenaran pada dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
2. Merasa Paling Hebat
Thanos dengan kekuatannya yang luar biasa, merasa memiliki power untuk menyelesaikan semua masalah di alam semesta. Thanos tidak segan-segan untuk menyingkirkan orang-orang yang menentangnya, bahkan Gamora putri angkat kesayangannya sendiri. Dengan Infinity Stone, Thanos mampu menghilangkan musuh-musuhnya hanya dengan menjentikkan jari, dan menjadi makhluk terkuat sejagad raya yang tak terkalahkan.
Karakter merasa paling hebat seperti Thanos menjadikan seorang pemimpin bertangan besi dan berbuat sewenang-wenang. Kekuasaan dan kekuatannya justru tidak digunakan untuk kebaikan. Tidak peduli dengan orang-orang yang menganggap tindakannya salah, bahkan berupaya dengan segala cara untuk mewujudkan keinginan dan ambisinya.
3. Tidak Punya Rasa Empati
Thanos adalah seorang ayah yang mempunyai dua orang putri angkat bernama Nebula dan Gamora. Mereka diadopsi dalam perjalanannya menaklukkan alam semesta. Thanos mendidik putri-putrinya dengan keras, untuk menjadikan mereka petarung hebat seperti dirinya. Walaupun sangat mencintai kedua putrinya, nyatanya Thanos mampu mengorbankan Gamora untuk mendapatkan batu jiwa, dan memperalat Nebula untuk mendukung aksi-aksi jahatnya memusnahkan setengah populasi alam semesta.
ADVERTISEMENT
Terlalu berambisi mewujudkan perubahan seperti Thanos menjadikan seorang pemimpin tidak punya rasa empati. Walaupun dilandasi niat yang baik untuk melakukan perbaikan, tapi terlalu dipaksakan (tanpa memperhatikan kekuatan dan kemampuan sumber daya) sehingga dilakukan dengan cara-cara frontal dan tidak humanis. Memperbaiki bukanlah berarti membongkar total apalagi memusnahkan. Niat yang baik tanpa didukung dengan cara yang baik akan menimbulkan dampak negatif bahkan kesengsaraan.
4. Tidak Mau Mengakui Kesalahan dan Meminta Maaf
Walaupun memiliki kekuatan dan kekuasaan luar biasa, Thanos sebenarnya menderita cacat sejak lahir. Bentuk fisik yang berbeda ini membuatnya dijauhi dan diasingkan. Ditambah lagi dengan pemikirannya yang aneh tentang keseimbangan alam, membuatnya makin ditentang oleh bangsanya sendiri. Ambisinya menguasai alam semesta sebenarnya hanya untuk menutupi kekurangannya dan memuaskan egonya.
ADVERTISEMENT
Thanos sebenarnya mempunyai rasa bersalah, sehingga mengasingkan diri di suatu daerah pedesaan dan menghancurkan sendiri Infinity Stone dengan jentikan jarinya agar dapat hidup dengan tenang. Rasa bersalah yang terlambat, tanpa disertai jiwa besar untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Rasa paling benar dan paling hebat telah menutupi nuraninya dari kebaikan. Seorang pemimpin yang arogan dengan kekuasaan dan kekuatan yang sebenarnya tidak abadi. Seperti halnya Thanos yang pada akhirnya dapat dikalahkan oleh para super hero pada film Avengers: Endgame (2019).
Kekalahan Thanos
Untuk mengembalikan populasi alam semesta yang dihancurkan Thanos, Avengers harus berjuang ekstra keras melawan Thanos di masa lalu. Avengers berusaha kembali merebut enam batu kekuatan dengan mengulang waktu. Perjuangan mereka tidak sia-sia, populasi alam semesta yang hilang berhasil dikembalikan dan Thanos dapat dimusnahkan. Tetapi akibatnya penonton kehilangan dua pahlawan Avengers, yaitu Iron Man dan Natasha Romanoff alias Black Widow. Memang benar, tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan.
ADVERTISEMENT
Karakter Thanos yang fenomenal mengajarkan para pemimpin untuk mawas diri. Niat yang baik harus diikuti dengan cara yang baik, jangan menggunakan kekuasaan dan kekuatan untuk menyengsarakan orang lain. Kisah dalam film ini membuktikan bahwa sejatinya kekuasaan dan kekuatan tidak ada yang abadi, maka gunakanlah untuk berbuat kebaikan bagi sesama. Penyesalan di akhir cerita tidak akan ada gunanya, karena kejahatan pasti akan dikalahkan. Bila tiba pada waktunya, kebenaran dan kebaikan pasti akan menang. (IkS)