Konten dari Pengguna

Pro Kontra Kepemimpinan Otokrasi

Ika Susanti
Pranata Humas Ahli Muda pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
20 Januari 2021 14:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ika Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Pemimpin Otoriter, Sumber: Doc. patriotgaruda.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemimpin Otoriter, Sumber: Doc. patriotgaruda.com
Apakah kepemimpinan otokrasi masih relevan diterapkan dalam suatu organisasi? Ketika demokrasi dan keterbukaan informasi menjadi tuntutan publik. Dan ketika perkembangan organisasi begitu dinamis untuk berkompetisi secara global. Kenyataannya kepemimpinan otokrasi masih ditemukan di beberapa organisasi pemerintah maupun swasta, dalam skala besar maupun kecil. Dalam skala besar ketika diterapkan secara luas pada semua unsur organisasi. Sedangkan skala kecil ketika diterapkan pada satu kelompok dalam salah satu unsur organisasi.
ADVERTISEMENT
Kepemimpinan Otokrasi
Menurut Robbins dan Judge (2015), kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau serangkaian tujuan. Sedangkan otokrasi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan kratos berarti kekuasaan. Sehingga kepemimpinan otokrasi atau autocratic leadership adalah tipe kepemimpinan yang mendasarkan kekuasaan dan pengambilan keputusan yang terkonsentrasi pada seorang pemimpin. Kepemimpinan otokrasi melahirkan pemimpin otoriter yang harus selalu dipatuhi, dan berperan sebagai pemain tunggal atau “one man show”.
Siagian SP., (2002) menggambarkan ciri-ciri dari pemimpin otoriter antara lain penonjolan diri yang berlebihan. Keputusan yang dikeluarkannya akan disampaikan kepada bawahan dalam bentuk instruksi atau perintah. Pemimpin akan membawa organisasi pada tujuan yang “identik” dengan tujuan pribadinya. Pemimpin menunjukkan otoritasnya untuk mengatur dan mengendalikan semua sumber daya dengan sistem sentralisasi. Dimana segala bentuk keputusan, kebijakan, dan kewenangan dilakukan secara terpusat. Otoritasnya akan diperkuat dengan menempatkan orang-orang kepercayaan di posisi vital untuk mengendalikan sumber daya.
ADVERTISEMENT
Kepemimpinan Demokratis yang Otokratis
Terkadang seorang pemimpin otoriter menunjukkan sikap demokratis. Ketika mempunyai suatu ide atau konsep, pemimpin akan mendiskusikannya dengan bawahan dalam berbagai forum. Pada forum-forum tersebut pemimpin bersikap seakan-akan mendengarkan pendapat bawahan. Akan tetapi sebenarnya, pemimpin tidak mudah menerima pendapat orang lain, tidak mau kalah, selalu merasa benar dan tidak suka dievaluasi. Sehingga apapun keputusannya, tetap harus mengikuti kemauan pemimpin.
Pemimpin selalu mempunyai jawaban atas semua pertanyaan dan solusi atas semua masalah. Walaupun sebenarnya praktek di lapangan tidak semudah yang dikatakannya. Baginya masalah bukan untuk didiskusikan, tapi diselesaikan dengan cara yang telah ditentukannya. Kepemimpinan seperti ini disebut pseudo-demokratis atau semi demokratis. Pemimpin yang seakan-akan bersikap demokratis, padahal sebenarnya bersikap otokratis. Kimball Wiles menyebutnya sebagai diplomatic manipulation atau manipulasi politik.
ADVERTISEMENT
Kelebihan Kepemimpinan Otokrasi
Kelebihan kepemimpinan otokrasi antara lain cepatnya pengambilan keputusan, karena tidak perlu meminta pendapat orang lain. Sesuai dengan teori kepemimpinan situasional (contingency), hal ini dapat dilakukan ketika menghadapi situasi tertentu misalnya perubahan organisasi yang signifikan. Teori ini juga dapat diterapkan ketika menghadapi situasi darurat atau force majeure di luar perencanaan. Dimana pemimpin dituntut untuk mengambil keputusan dengan cepat dan akurat, karena penundaan akan berakibat hal-hal yang lebih merugikan organisasi.
Kepemimpinan otokrasi juga digunakan untuk membentuk jiwa korsa yang biasanya ditemui pada organisasi militer. Didasarkan pada rasa peduli dan sepenanggungan dalam suatu organisasi atau kelompok yang mempunyai satu tujuan dalam kebersamaan. Kepemimpinan otokrasi merupakan cara efektif untuk membentuk kepatuhan bawahan, yang diciptakan dengan memberikan ancaman hukuman bila terjadi pelanggaran. Selain itu, kepatuhan juga bisa terjadi karena sikap pro kepada pemimpin yang dianggap bertujuan baik dan tidak menyalahi undang-undang. Kepatuhan juga muncul karena kekuatiran akan hilangnya kewenangan, keamanan dan kenyamanan, terutama bagi orang-orang kepercayaan yang berada di posisi vital.
ADVERTISEMENT
Kekurangan Kepemimpinan Otokrasi
Kepemimpinan otokrasi mempunyai banyak sisi kekurangan yang menimbulkan sikap kontra dalam organisasi. Sentralisasi akan menyebabkan keterlambatan pengambilan keputusan ketika terjadi permasalahan di lapangan, karena harus menunggu keputusan dari pusat. Kurangnya pendelegasian wewenang akan menyebabkan banyak proses yang tertunda. Pengendalian sumber daya dengan cara paksaan, akan berdampak kontradiktif seperti penolakan, resistensi dan sikap apatis. Ide-ide dan kreatifitas bawahan yang tidak tersalur dengan baik, akan menurunkan semangat dan motivasi kerja. Komunikasi yang berjalan searah akan mempengaruhi produktivitas kerja, karena tidak adanya umpan balik untuk perbaikan.
Tidak ada jaminan loyalitas bawahan dalam jangka panjang, karena kurangnya penghargaan dan dukungan organisasi untuk pengembangan diri. Bawahan akan berupaya mencari peluang di luar organisasi, yang bisa memberikan lebih banyak ruang eksistensi. Dampak psikologis juga akan muncul dengan adanya tekanan dan ancaman. Lingkungan kerja menjadi tidak sehat karena minimnya informasi dan banyaknya isu yang beredar tanpa kejelasan. Ketidakjelasan informasi menyebabkan rasa saling curiga dan persaingan yang tidak sehat, yang berdampak pada hilangnya nilai-nilai humanis dalam organisasi.
ADVERTISEMENT
Pro Kontra Kepemimpinan Otokrasi
Meski menimbulkan banyak kontra, kepemimpinan otokrasi dapat digunakan secara efektif pada beberapa situasi. Akan tetapi pemimpin sebaiknya memilih gaya kepemimpinan lain yang lebih efektif untuk pencapaian tujuan organisasi. Sikap otoriter yang berlangsung terus menerus akan merugikan organisasi dalam jangka panjang. Organisasi akan kehilangan dukungan dan kehilangan kemampuan untuk berkompetisi secara maksimal.
Citra positif organisasi akan tercermin dari pemimpinnya, dan hal tersebut memberi dorongan kuat pada bawahan untuk dapat berkontribusi penuh demi kemajuan organisasi. Leaders become great, not because of their power, but because of their ability to empower others, John Maxwell. (IkS).