Konten dari Pengguna

Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan dan Menyongsong Masa Depan

Muhamad Ikhwan Abdul Asyir
Manajer Program Al Wasath Institute
9 Oktober 2023 10:40 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Ikhwan Abdul Asyir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kekerasan di lingkungan pendidikan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan di lingkungan pendidikan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mencermati fenomena yang sedang hangat seputar dunia Pendidikan baru-baru ini, tentang merebaknya kasus kekerasan di satuan Pendidikan sebenarnya bukanlah hal yang benar – benar baru. Kasus yang serupa baik dari segi pola, bentuk atau penanganannya seakan selalu terulang dan mengundang rasa keprihatinan kita bersama.
ADVERTISEMENT
Lingkungan sekolah yang di desain dan di hadirkan sebagai eskosistem Pendidikan yang mendukung tumbuh kembang peserta didiknya malah menjadi momok yang menakutkan.
Tentu tidak semuanya, karena kalau mau lihat secara komprehensif, masih banyak juga sekolah yang baik, yang memberikan ruang pemberdayaan prestasi yang mengantarkan ke cita-cita masa depan.
Tapi yang tak boleh lepas dari fokus adalah, melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah sebagai satuan Pendidikan harusnya menjadi agenda yang lebih di seriusi lagi agar kasus dengan pola yang sama tidak terulang.
Sekolah sebagai satuan Pendidikan mungkin selama ini mampu sukses melakukan tanggung jawabnya menyelenggarakan Pendidikan dengan baik, yang dilaluinya menggunakan kurikulum, cara belajar, akses pengalaman sampai menyiapkan sarana yang memadai.
ADVERTISEMENT
Tapi lebih lagi daripada itu, sekolah sebagai satuan Pendidikan tentu juga memiliki tanggungjawab menciptakan lingkungan yang mendukung segala kegiatan nirkekerasan, sebab akan kurang maksimal nantinya jika orientasi Pendidikan hanya pada urusan administratif belaka, namun tidak pada penumbuhan karakter yang berbudi pekerti.
Barangkali, selama ini boleh jadi mungkin sudah melakukan upaya – upaya seperti pencegahan atau juga penanganannya, tapi melihat masih ada saja kasus yang muncul artinya yang selama ini sudah ada perlu kemudian dievaluasi langkah – langkahnya.
Misalnya kalau kita melihat secara tinjauan legitimitasi mengenai pencegahan dan penanganan kasus kekerasan, ini penting, karena satuan Pendidikan sebagai instrumen yang berada di bawah naungan lembaga penanggung jawab Pendidikan semacam Kementerian Pendidikan tentu melakukan segala aktivitasnya pasti berdasarkan acuan yang jelas berupa aturan.
ADVERTISEMENT

Urgensi Kebaruan Dasar Hukum PPKSP

Ilustrasi mengajukan gugatan hukum. Foto: Proxima Studio/Shutterstock
Menjawab isu yang ada seputar Pendidikan, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) tak dipungkiri adalah agenda besar yang semua pihak harus mulai mawas diri dalam rangka pelaksanaannya. Hal ini agar setiap aktivitas Pendidikan yang merupakan amanah konstitusi yang dalam nomenklatur kita akrab dengan tugas negara melakukan upaya pencerdasan kehidupan bangsa kita tidak tercemari oleh praktik yang nir budi pekerti bahkan keadaban.
Sebab kekerasan di dunia Pendidikan ini melengkapi urusan klasik Pendidikan seperti tak tercapainya tujuan Pendidikan atau kemerataan yang belum menyebar menjadi catatan merah Pendidikan kita.
Masalah ini salah satu muaranya adalah karena dalam dunia penyelenggaraan Pendidikan, kebutuhan atas adanya acuan semacam peraturan yang berfokus secara utuh pada wilayah PPKSP ini belum hadir di tengah Pendidikan kita. Lalu apakah selama ini aturan yang mengakomodir mengenai PPKSP ini belum ada?
ADVERTISEMENT
Jawabannya adalah sudah ada, melalui Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan No 82 tahun 2015, namun yang menjadi catatan adalah, sejauh ini aturan yang ada belum mampu menjadi pedoman yang memadai, masih ada sekat kekosongan semacam tidak adanya definisi kekerasan secara rinci.
Padahal mengenai definisi yang rinci ini juga adalah hal yang prinsipil dan mendasar, bahwa apa saja yang termasuk dalam kekerasan ini bisa kita pahami agar mampu melakukan pencegahan serta penanganannya yang tepat sasaran.
Dalam Permendikbud juga, pencegahan dan penanganan kekerasan hanya terbatas pada segmentasi peserta didik saja. Padahal kalau kita melihat segala potensi dan beberapa catatan kejadian kasusnya, kekerasan yang ada bukan hanya melibatkan peserta didik saja, tapi juga pihak lainnya.
ADVERTISEMENT
Dengan limitasi yang hanya mengarah pada peserta didik saja ini, celah yang ada akan bukan tidak mungkin menjadikan mistafsir atas setiap kasus kekerasan yang telah terjadi dan mungkin terjadi yang tidak hanya melibatkan peserta didik saja.
Catatan akan Permendikbud ini juga terlihat dari uraian tugas yang ada pada kelompok kerja di satuan pendidikan dan pemerintah daerah misalnya belum terinci dengan jelas. Hal ini akan menimbulkan kaburnya peran serta dan tanggungjawab masing – masing pihak.
Padahal kita tentu juga mengetahui bahwa melakukan PPKSP ini adalah hal yang mengharuskan kolaborasi yang baik. Mewujudkan PPKSP ini adalah merupakan melakukan sumbangsih peran serta yang serius di masing-masing sektor, akan sulit nantinya jika langkah PPKSP tak di iringi dengan saling sinergi.
ADVERTISEMENT

Menyongsong Masa Depan Anak Semakin Cerah

Ilustrasi anak bahagia. Foto: Shutter Stock
Merespons kebutuhan akan kebaruan aturan mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbusristek) meluncurkan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang PPKSP.
Permendikbudristek ini dihadirkan berangkat dari kesadaran bahwa kasus kekerasan di satuan Pendidikan memerlukan perhatian yang lebih serius lagi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak sekolah. Hal ini tentu adalah upaya konkret menutup celah yang selama ini terbuka, khususnya dengan konsentrasi mengenai mekanisme pencegahan dan penanganan yang belum mampu dilakoni secara gamblang.
Dilihat dari segi tujuan utamanya, kebaruan aturan ini adalah ajang inisiasi akan hadirnya ekosistem di satuan Pendidikan yang jauh lebih inklusif. Ekosistem Pendidikan akan menempatkan posisi pada yang menyediakan ruang kesadaran akan adanya kebinekaan, aman dan nyaman bagi semuanya, baik bagi peserta didik, tenaga pengajar, orang tua, maupun warga kependidikan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Sudah seyogyanya memang, Pendidikan juga serta merta bukan hanya menyediakan pengalaman belajar yang membawa pemahaman akan materi, tapi juga pembangunan karakter dan kesadaran atas pentingnya menempuh kehidupan yang lekat akan kebersamaan di tengah kemajemukan.
Dari segi kebaruan isinya, Permendikbudristek 46 2023 yang agustus lalu muncul sebagai bagian utama kebijakan merdeka belajar episode 25 ini mengakomodir hal yang belum mampu dihadirkan di aturan sebelumya. Seperti soal definisi kekerasan misalnya, permendikbudristek ini memberikan penjelasan yang merinci sampai pada bentuk bentuknya yang bisa memungkinkan terjadi.
Hal ini tentu akan semakin memberikan pedoman apa saja dan bagaimana saja pencegahan mampu dilakukan dengan memulai perhatian dari segi potensi kekerasannya. Berbagai aktivitas dan kerja-kerja Pendidikan yang memiliki potensi pada segala bentuk maupun suasana yang menimbulkan kekerasan bisa kemudian di hindari betul dengan cara yang jauh lebih kreatif lagi dalam mengemas penyelenggaraan Pendidikan.
ADVERTISEMENT
Perhatian yang ada dalam PPKSP juga berorientasi tidak hanya pada peserta didik saja, bahwa dalam aturan baru ini, peserta didik, pengajar dan tenaga kependidikan menjadi fokus bahasan yang mampu melakukan pencegahan serta penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
Selain itu, hadirnya mekanisme pembentukan tim penanganan kekerasan di satuan Pendidikan yang di atur lebih rinci adalah bentuk bahwa setiap satuan Pendidikan harus mulia mentransformasikan Lembaga Pendidikan atas percepatan setiap penanganan kasusnya.
Tentu kerja yang dilakukan bukan hanya pada kasus yang terjadi, tapi juga semakin terkonsentrasi pada bentuk pencegahannya secara kelembagaan di bawah naungan satuan Pendidikan. Sebab dalam aturan ini, kebaruan definisi atas peran masing – masing aktor di dalam kontruksi pencegahan kekerasan di jelaskan secara merinci lagi, tentu ini semacam menjadi manual book yang bukan hanya memberikan petunjuk tapi juga landasan moralitas serta mentalitas masing – masing pihak atau aktor di setiap tanggung jawabnya.
ADVERTISEMENT
Tak berhenti sampai di situ, pembagian alur koodinasi penanganan juga hadir dengan desain yang jauh lebih mendetail antara satuan Pendidikan, pemda, sampai ke pusat melalui kementerian. Hal ini akan menutup adanya keterombang ambingan jika penanganan yang dilakukan.
Menjadi rahasia umum tentu bagi kita, bahwa selama ini penanganan kasus yang ada kadang kala justru malah menimbulkan miskomunikasi khususnya dari segi koordinasi. Saling lempar kewenangan, tak mau bertanggung jawab atau yang paling mendasar semacam kebingungan harus ke mana dan bagaimana jika melakukan penanganan kekerasan di satuan Pendidikan baik korban atau lainnya adalah rupa – rupa yang muncul akibat belum terperincinya pedoman koordinasi yang jelas.
Optimisme dan spirit akan hadirnya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan Pendidikan kita semoga bisa menjadi ikhtiar kita bersama dan berjalan terus beriringan. Keberlanjutannya pun semoga menjadi sarana setiap siswa kita menyongsongmasa depan yang jauh lebih cerah lagi.
ADVERTISEMENT
Para siswa di satuan Pendidikan kita bisa lebih maksimal menumbuh kembangkan diri dan berproses belajar demi mencapai cita cita masa depannya. Para siswa kita tak lagi dihantui oleh adanya kasus kemungkinan kasus kekerasan dan upaya penanganan yang tidak kompatibel.
Terakhir, semoga Allah senantiasa memberkahi, menyertai kebaikan bagi kita semuanya, mengapuni kesalahan dan mencerdaskan kehidupan kita sekalian.
Ihdinas shirotol mustaqim, wassalam.