Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Menyontek, Kesalahan Perilaku Individu atau Sistem Pendidikan?
26 Juni 2020 16:04 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Ikhwan Arif Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sedang ramai di linimasa media sosial beberapa waktu yang lalu perihal perilaku menyontek semasa sekolah. Berbagai pemikiran, pendapat dan pandangan menimbulkan pro-kontra dan hal apa yang melatarbelakangi perilaku itu. Hal ini diawali oleh munculnya sebuah meme yang menyinggung “orang-orang yang pelit dan enggan memberikan contekan sekarang sudah menjadi direktur?”
ADVERTISEMENT
Hal ini tak ayal menjadi perdebatan, banyak hal yang sangat mengkritisi meme tersebut dan berpendapat bahwa apa pun alasannya kejujuran dan integritas menjadi suatu hal yang penting.
Seperti yang diungkapkan akun @itsmehans12 “Norak banget, integritas tuh yang terpenting terlepas dari dia sukses atau enggak, yang terpenting moral.
Mau kaya atau sukses tapi gak bermoral juga percuma akhirnya kerja gak didasari kejujuran.” Namun akun twitter @trendingtopiq mengomentari “.... Namun, yang lupa dibahas adalah bukannya keseluruhan sistem pendidikan yang justru mendorong orang menyontek? Pendidikan berbasis nilai? Ujian? Peringkat? Harus menguasai semua mata pelajaran?”. Perlu ditelaah lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Pertama, mengapa siswa menyontek? Menurut penelitian yang dilakukan Dr. David Rettinger, Professor di University of Mary Washington, “mereka mengetahui konsep menjadi orang baik dan mengetahui bahwa menyontek adalah perilaku yang salah, namun sifat itu adalah bagian dari pengecualian.”
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak lain untuk mendapatkan nilai yang baik dalam sebuah ujian, karena merasa tertekan dalam memenuhi tuntutan kurikulum. Bahkan siswa yang cerdas dapat melakukan perilaku menyontek karena mereka tertekan dalam ekspektasi yang cukup berat.
Lalu, bagaimana sistem pendidikan di Indonesia? Kurikulum di Indonesia memiliki struktur mata pelajaran yang untuk kelas menengah atas terdapat 7-12 mata pelajaran tiap tahunnya. Yang terdiri dari Mata Pelajaran Umum Kelompok A, Mata Pelajaran Umum Kelompok B, dan Mata Pelajaran Peminatan Akademik Kelompok C (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun 2018).
Pada setiap mata pelajaran tertentu, siswa harus mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal atau yang biasa disebut KKM. KKM biasanya ditentukan oleh dewan guru tiap sekolah, sehingga tiap sekolah memiliki nilai KKM mata pelajaran yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang terkadang membuat sekolah mematok KKM yang cukup tinggi untuk membuktikan bahwa sekolah tersebut memiliki kualitas siswa yang cukup baik dan nantinya sedikit banyak akan mempengaruhi jumlah siswa yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri.
Kriteria Ketuntasan Minimal yang cukup tinggi inilah yang membuat tekanan yang cukup besar untuk siswa. Tidak semua siswa dapat menguasai 7-12 mata pelajaran dengan baik.
Tekanan untuk dapat memenuhi KKM inilah salah satunya yang membuat siswa melakukan perilaku yang salah dan tidak dibenarkan, yaitu menyontek. Namun, perlu digarisbawahi, tekanan agar siswa mendapatkan nilai memenuhi KKM bukan hanya berlaku bagi siswa, namun berlaku juga bagi pendidik atau guru.
Guru perlu memutar otak bagaimana agar seluruh siswa dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing dapat memenuhi KKM tersebut.
ADVERTISEMENT
Kurikulum Indonesia memang harus diakui belum sebaik Finlandia maupun negara tetangga Singapura. Indonesia sedang dan terus memperbaiki kurikulum dengan hampir setiap 2-5 tahun terdapat perubahan, perbaikan atau bahkan pergantian kurikulum yang menjadi dasar pembelajaran.
Tidak ada salahnya jika mencontoh negara-negara yang pembelajaran telah diakui baik tentunya dengan memperhitungkan perilaku, kebiasaan dan budaya yang ada di Indonesia. Mencoba mengubah nilai menjadi sebuah tolak ukur keahlian dan minat yang dimiliki oleh siswa dalam bidang yang diunggulkan dan tidak menjadi sebuah tekanan yang membebankan mungkin dapat menjadi sebuah saran.
Namun, mengutip sebuah ucapan dosen semasa perkuliahan, satu hal yang harus ditekankan bahwa, “Tugas seorang guru terhadap siswanya bukan hanya mengajarkan ilmu yang dia miliki, namun mendidik siswa menjadi seseorang yang memiliki norma dan perilaku yang terpuji.”
ADVERTISEMENT