Konten dari Pengguna

Angkringan Pak Bambang, Bertahan Diantara Aneka Kuliner Kekinian Yogyakarta

Ikmal Nuraqila
saat ini saya berprofesi sebagai mahasiswa ilmu komunikasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
10 November 2022 12:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikmal Nuraqila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Angkringan pak Bambang ((Minggu(06/11/2022))
zoom-in-whitePerbesar
Angkringan pak Bambang ((Minggu(06/11/2022))
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia yang memiliki banyak keunikan dan keragaman budaya. Yogyakarta memang sudah menjadi magnet yang kuat untuk destinasi liburan bagi siapapun. Mereka yang datang ke Yogyakarta memiliki banyak alasan mengapa memilih kota ini. Beberapa wisatawan yang datang ke kota ini tertarik dengan budayanya, keramahan penduduknya, serta aneka macam sajian kulinernya yang sudah mendunia.
ADVERTISEMENT
Sebut saja gudeg, bakmi, bakpia, dan kopi joss yang selalu menjadi incaran pemburu kuliner. Mereka tak segan untuk mengunjungi ke wilayah manapun di Yogyakarta hanya sekedar merasakan kenikmatan cita rasa kuliner yang ditawarkan. Mereka yang datang disebabkan karena konten viral di media sosial tentang kuliner di Yogyakarta. Namun, tidak hanya sajian yang disebutkan di atas, masih ada satu sajian kuliner khas kota pelajar, yaitu angkringan.
Apa itu angkringan? Angkringan adalah warung di pinggir jalan dengan meja dan kursi panjang serta beratapkan tenda. Di meja tersebut disajikan berbagai jenis makanan serta minuman khas lokal kota Yogyakarta. Di kota ini dengan mudahnya kita menemukan angkringan karena lokasinya berada di pinggir jalan, di pelataran parkiran ruko atau di setiap persimpangan jalan. Kata angkringan berasal dari kata Angkring yang berarti pikulan dagangan. Konon ceritanya, Angkringan tempo dulu dipikul oleh penjualnya berkeliling kampung untuk mencari pembelinya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya tidak hanya di Yogyakarta, di kota Solo juga terdapat usaha sejenis yang populer dinamakan Hik atau Wedangan. Makanan dan minuman yang dijual juga hampir sama. Pembeli kuliner ini rata-rata didominasi oleh para mahasiswa dan juga masyarakat umum. Konsep angkringan ini mengusung tema down to earth atau membumi, karena siapapun yang mampir ke kedai angkringan, mereka lepas dari semua atribut, menikmati sajian yang sama dan membicarakan hal-hal yang santai seputar kehidupan. Akhirnya para penikmat kuliner ini bisa berlama-lama di angkringan sejak sore hingga malam hari.
Belum lama ini penulis berkesempatan berbincang-bincang dengan salah satu pengusaha lokal angkringan di Yogyakarta. Bambang Tejowaluyo demikian namanya, dengan panggilan akrabnya Pak Bambang. Penulis menemuinya di kedai angkringan miliknya di Patukan Ambarketawang Gamping Sleman, Yogyakarta. Ditemui di sela-sela kesibukannya pak Bambang sudah melayani pelanggannya sejak tahun 2018.
ADVERTISEMENT
"Saya memulai membuka angkringan ini pada tahun 2018," Di usianya kini yang sudah menginjak 47 tahun, ia masih terlihat kuat mengurusi dagangannya meski setiap hari, kecuali hari Jumat, berjaga di warungnya mulai pukul 14.00 WIB hingga tengah malam.
Lika liku pengalaman hidupnya sebelum menjalani usaha angkringan, bapak tiga anak ini pernah bekerja sebagai keamanan masjid, dan juga berjualan tahu petis Srandakan. Namun karena susah untuk mendapatkan bahan baku tahu petis maka usaha tersebut dialihkan dengan membuka usaha angkringan. Usaha tersebut dinilai berjalan lancar hingga saat ini, dengan lokasi yang strategis dan menjaga kualitas hidangan, tak heran pendapatan yang diterimanya mencukupi. Omset dalam satu bulan bisa menghasilkan keuntungan bersih tiga juta rupiah. Pria asal Semarang tersebut, memberi saran bahwa yang terpenting adalah sajian minuman khas Jogja atau wedangan menjadi andalan untuk dijual. Ia menyediakan minuman seperti teh jahe, susu jahe, kopi, dan teh tubruk.
ADVERTISEMENT
Hasil jerih payah berdagang angkringan Sebagian disisihkan untuk merintis usaha lainnya, yaitu kost-kostan. Kini, iapun sudah memiliki usaha rumah kost yang bernama Kost Annisa, sebuah pencapaian dari kegigihan dan keuletan pak Bambang. Ketika ditanya mengenai persaingan usaha sejenis, ia hanya menjawab tidak terlalu memikirkan saingan, karena menurutnya rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Tapi tentu saja pasang surut usaha selalu ada, contohnya sepi pembeli dan omset menurun. Bahkan ketika terdapat kesalahan pada saat melayani pembeli, maka pembeli tersebut enggan kembali lagi ke warung angkringannya. Mengakhiri obrolannya, pak Bambang berpesan kepada siapapun yang ingin memulai usaha seperti dirinya agar membuat persiapan yang matang. Alat-alat atau perabotan dagangan harus dipersiapkan, serta jenis makanan dan minuman agar bervariasi dan siap menerima kritik yang membangun dari pelanggan demi kemajuan usaha yang sedang dijalani.
ADVERTISEMENT
Di tengah maraknya usaha kuliner kekinian yang sasarannya generasi muda seperti kafe dan restoran, usaha angkringan mendapat tantangan untuk tetap bisa bertahan. Konsumen adalah raja, mereka berhak memilih tempat yang paling nyaman untuk disinggahi dan dijadikan tempat favoritnya. Apakah angkringan yang penuh cita rasa kearifan lokal bisa melawan derasnya usaha kuliner masa kini?, hal tersebut sangat bergantung kepada pak Bambang dan kawan-kawannya yang harus memperhatikan peluang agar usaha angkringannya tetap menjadi tujuan wisata kuliner. Angkringan harus menjadi alasan kuat mengapa kita harus datang kembali ke Yogyakarta.