Dampak Positif ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) bagi Nilai Ekspor Indonesia

Iksan Maulana
Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
Konten dari Pengguna
18 Mei 2023 8:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iksan Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ASEAN. Foto: PAPALAH/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ASEAN. Foto: PAPALAH/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
China merupakan salah satu negara super power yang menjadi kekuatan ekonomi utama di dunia. Hal tersebut menyebabkan banyak negara yang mau melakukan kerja sama dengan China untuk membantu meningkatkan perekonomian negara mereka.
ADVERTISEMENT
Negara-negara di ASEAN sendiri telah bermitra dengan China cukup lama terkait dengan kerja sama ekonomi dan perdagangan, termasuk Indonesia sendiri yang merupakan anggota dari ASEAN.
Perdagangan bebas antara ASEAN dan China telah terjalin sejak bergabungnya China sebagai mitra dialog ASEAN dalam AMM (ASEAN Ministerial Meeting) 1991.
Asean Ministerial Meeting (Source: https://asean.org/wp-content/uploads/2021/11/48106940302_19fe905c06_k.jpg)
China kemudian semakin berperan aktif dalam hubungan kerja sama perdagangan dengan ASEAN dan juga dengan 2 negara Asia Timur lainnya, yaitu Jepang dan Korea Selatan sehingga terbentuklah KTT ASEAN +3 (APT).
Untuk lebih meningkatkan hubungan kerja sama dalam perdagangan bebas antara China dan ASEAN, dibentuklah kerangka ACFTA. Penandatanganan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China dilakukan di Kamboja pada November 2002 sebagai kerangka dasar dari perjanjian ACFTA.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada tahun 2007, ditandatanganilah perjanjian China-ASEAN Free Trade Area dalam KTT ASEAN di Kamboja dalam rangka meresmikan pembentukan ACFTA.
Namun, walaupun sudah diresmikan di tahun 2007, pelaksanaan ACFTA baru direalisasikan diawal tahun 2010 dengan tujuh negara anggota, yaitu Filipina, Malaysia, Thailand, Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, dan China, dimana akhirnya pada tahun 2012, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja bergabung ke dalam ACFTA.
Pada 1 Agustus 2019, ACFTA pun resmi diimplementasikan (Upgrading Protocol ACFTA). Salah satu tujuan utama dari dibentuknya ACFTA adalah untuk mengurangi ataupun menghilangkan berbagai hambatan dalam perdagangan, baik itu hambatan karena tarif maupun hambatan dalam bentuk non-tarif. Namun, selain tujuan tersebut, berikut adalah beberapa tujuan lain dalam dibentuknya ACFTA, yaitu:
ADVERTISEMENT

Dampak Positif ACFTA (ASEAN China Free Trade Area)

Ilustrasi Bendera China. Foto: Shutter Stock
Adapun dampak positif yang ditimbulkan berkat kerjasama ACFTA ini terhadap ekspor Indonesia di era perekonomian terbuka melalui perdagangan internasional seperti sekarang ini, tentunya menciptakan persaingan ekonomi yang lebih ketat di antara negara.
Karena itu, dari tahun ke tahun, setiap negara termasuk Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspornya. Untuk mewujudkan peningkatan tersebut, Indonesia pun melakukan kerja sama dengan negara-negara lain yang notabenenya mempunyai kekuatan ekonomi lebih kuat, salah satunya adalah China.
ADVERTISEMENT
ACFTA kemudian menjadi wujud konkret dari usaha Indonesia dalam meningkatkan kinerja ekonomi dan perdagangan negara dengan China, terutama di bidang ekspornya. Di pasar internasional, komoditas ekspor Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari komoditas pertanian, perkebunan, sampai dengan komoditas bahan bakar mineral.
Dari tahun ke tahun, kinerja ekspor Indonesia ke China kian meningkat dan menunjukkan angka kenaikan yang cukup stabil. Di tahun 2021 sendiri, total perdagangan antara Indonesia dengan China mencapai US$ 109,99 miliar, atau jika dalam rupiah setara dengan Rp. 1.550 triliun dengan kurs Rp. 14.279/USD.
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
Peningkatan angka ekspor Indonesia kemudian terus meningkat, terutama di subsektor perkebunannya. Subsektor perkebunan yang menjadi potensi ekspor itu sendiri adalah kelapa sawit, biji kopi mentah, karet mentah, dan biji kakao, di mana menurut data dari International Monetary Center (ITC), 4 komoditas tersebut termasuk ke dalam 20 besar produk yang menjadi potensi terbaik dari ekspor Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia ke China meningkat sebesar US$ 1,4 miliar di bulan Oktober 2021. Pada bulan September 2021, total ekspor Indonesia ke China adalah sebanyak US$ 4,54 miliar, yang kemudian bertambah menjadi US$ 5,93 miliar.
Total ekspor Indonesia ke China di tahun 2021 sendiri sudah mencapai US$ 56,4 miliar, dimana komoditas utama yang mendorong angka kenaikan tersebut adalah bahan bakar mineral, besi, dan baja. Melihat ke tahun berikutnya, nilai ekspor Indonesia ke China di tahun 2022 meningkat sebanyak 25,4% dibandingkan dengan tahun 2021.
Menurut data dari Kepabeanan China, nilai ekspor Indonesia di tahun 2022 telah mencapai angka US$ 70,7 miliar.
Data Statistik Perkembangan Ekspor Impor Indonesia (Source: https://www.bps.go.id/website/images/Exim-Oktober-2021-ind.jpg)
Dari adanya peningkatan-peningkatan diatas, Duta Besar RI untuk China, Djauhari Oratmangun, memperkirakan bahwa kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan China akan tetap terjaga di tahun 2023 sampai dengan 2024.
ADVERTISEMENT
Melaui program ACFTA yang telah berjalan selama beberapa tahun menjadikan Indonesia sebagai “pelanggan potensial” untuk China. Indonesia sebagai anggota ASEAN telah menyepakati kerjasama perdagangan bebas dalam kerangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).
Dalam kerangka perjanjian tersebut, negara-negara yang menjadi anggota perjanjian saling memberikan preferential treatment di tiga sektor penting yakni sektor barang, jasa, dan investasi. Preferential treatment adalah perlakuan khusus yang diberikan untuk negara lain yang bersifat menguntungkan.
Dengan memberikan preferential treatment di tiga sektor utama tersebut, negara–negara ASEAN berharap bahwa pemberian preferential treatment ini bisa menjadi stimulus perdagangan internasional khususnya untuk China agar menjadi pelanggan setia serta bertujuan untuk meningkatkan volume arus perdagangan internasional.