Konten dari Pengguna

Tragedi Kanjuruhan: Suara Yang Menuntut Keadilan

Ilda Syahri Ramadhani
Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya - S1 Administrasi Negara
15 November 2024 11:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilda Syahri Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Malam yang seharusnya penuh dengan kegembiraan dan semangat olahraga seketika berubah menjadi tangis perih meminta pertolongan. Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 menjadi salah satu lembaran tergelap dalam sejarah sepak bola Indonesia. Insiden ini melibatkan penonton yang berdesakan di Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Jumlah korban jiwa mencapai 135 orang dan ratusan lainnya mengalami luka-luka. Setelah kekalahan tim sepak bola Malang (AREMA) ribuan penonton berkumpul ditengah lapangan lalu penembakan gas air mata pun terjadi, menimbulkan kepaanikan ditengah lapngan dan ladang tangisan bagi ribuan orang di stadion saat itu. 
ADVERTISEMENT
Dua tahun setelah peristiwa tragis ini, kita dihadapkan pada kenangan yang menghantui yang sepertinya tidak diperbincangkan lagi dan berakhir menjadi refleksi mendalam tentang pentingnya keselamatan dalam setiap acara olahraga.Sebagian besar tragedi ini terjadi karena arogansi oleh supporter terhadap tim lawan namun adapula yang menanggapi bahwa faktanya tidak ada luka serius atau bahkan lecet pada supporter tim lawan, kericuhan didalam dunia sepak bola sudah biasa terjadi dan yang seharusnya yang diusut adalah oknum oknum penembakan Gas Air Mata (GAM) yang sudah jelas gegabah dalam tindakan dan tidak berpikir tentang resiko besar yang akan terjadi dengan adanya penembakan tersebut.
Mirisnya, 2 tahun mengenang tragedi ini kita malah disuguhkan dengan berita pembongkaran pintu 13 yang merupakan tempat dimana tragedi ini berlangsung. Alih alih ingin membongkar dan membangun kembali pintu tersebut untuk dijadikan museum, Masyarakat justru berpikir bahwa pembongkaran ini sebagai tindak penghilangan barang bukti padahal pengusutan tragedi Kanjuruhan saat ini belum tuntas.
ADVERTISEMENT
Usut tuntas merupakan jalan satu satunya penegakan keadilan namun siapa sangka Nico Afinta yang diduga adalah oknum yang bertanggung jawab atas tragedi ini baru saja dilantik sebagai Sekjen Kemenhukam pada selasa 24 September 2024. Nico Afinta yang baru saja dimutasi dari jabatannya karena melakukan kesalahan kemudian 2 tahun setelahnya langsung dilantik dengan jabatan yang lebih tinggi tentu saja memicuh amarah masyarakat, pasalnya tragedi ini masih hangat diperbincangkan namun kabar beliau dengan ‘nama baru” nya kembali memicuh huru hara di media sosial.
Fakta bahwa kita tidak akan pernah melupakan Tragedi yang terjadi 2 tahun yang lalu, tragedi ini akan terus diingat sebagai tindak gegabah kepolisian dalam menangani massa yang membludak di tengah lapangan stadion Kanjuruhan dengan menembakkan gas air mata di tempat kerumunan yang minim akses untuk keluar. Kasus yang sampai hari ini masih belum ada perkembangan dan belum tuntas dan terus tertunda menjadi antrian yang panjang merupakan tanggung jawab besar bagi kepolisian. Namun sampai hari ini, kemarahan dan kesedihan yang bahkan masih terus menggema tidak menjadikan Kepolisian untuk melanjutkan pengusutan tragedi ini.
ADVERTISEMENT
Mengenang 2 tahun tragedi ini, kita sudah seharusnya fokus pada aspek penting untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi. tragedi ini sudah cukup menggambarkan kelemahan dalam sistem pengelolaan keamanan dan kerumunan di stadion dan juga cukup menjelaskan bahwa masih banyak yang perlu untuk diperbaiki, mulai dari pelatihan petugas keamanan hingga penerapan standar yang lebih ketat dalam pengelolaan kerumunan.
Pengalaman pahit dan trauma yang mendalam dari Tragedi Kanjuruhan menjadi tamparan keras dan pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam organisasi olahraga di Indonesia.Pemerintah, klub sepak bola, dan yang paling penting adalah supporter, juga sangat krusial. Kerja sama pihak pihak ini yang membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi penonton. Adanya edukasi tentang perilaku baik saat menonton pertandingan juga harus menjadi prioritas sehingga diharapkan tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, mengenang tragedi Kanjuruhan bukan hanya sekadar memperingati korban yang hilang, tetapi juga sebagai momentum untuk menyadarkan diri dan mulai untuk melakukan perubahan. Masyarakat, pemerintah, dan organisasi olahraga harus bekerja sama untuk memastikan bahwa keselamatan menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan. Dengan demikian, kita dapat berharap untuk menciptakan stadion yang lebih aman dan pengalaman menonton yang lebih baik bagi semua orang di Indonesia.