Konten dari Pengguna

Anak Rantau, Anak Harapan: Mengapa Banyak Remaja Minangkabau Memilih Merantau

Ilelli Putri
Mahasiswi Prodi Studi Agama-Agama UIN Imam Bonjol Padang
13 Juli 2025 14:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Anak Rantau, Anak Harapan: Mengapa Banyak Remaja Minangkabau Memilih Merantau
tulisan ini berisi remaja minang yang memilih merantau dari pada menganggur di kampung halaman
Ilelli Putri
Tulisan dari Ilelli Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi remaja minang merantau (sumber pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi remaja minang merantau (sumber pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Di banyak sudut Sumatera Barat, cerita tentang merantau bukan sekedar pilihan hidup ia merupakan warisan budaya. Tidak di satu daerah saja melainkan hampir seluruh daerah yang ada di Sumatera Barat, seperti: Sijunjung, Pasaman, Pesisir Selatan dan masih banyak lagi daerah lainnya, remaja Minangkabau tumbuh dengan satu kata kunci yang hampir mistis: Merantau.
ADVERTISEMENT
Namun akhir-akhir ini, fenomena ini menjadi wajah baru. Semakin banyak dari remaja minang memilih merantau bukan karena cita_cita, tapi karena keterpaksaan. Setelah mengalami masa pegangguran di kampung halaman, mereka akhirnya berkemas dan pergi.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Merantau bagi orang minangkabau bukan hanya soal ekonomi, tapi soal identitas. Dalam falsafah adat minang tertulis, “Karantau madang di hulu, babuah bungo balun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun.” Artinya, laki-lai (bahkan sekarang juga termasuk remaja perempuan) Minang dianggap belum “berguna” di kampung sebelum mencari pengalaman di luar.
Namun kini, semangat itu semakin bercampur dengan realitas sosial:
Keterbatasan lapangan kerja lokal.
Berdasarkan dara BPS Sumatera Barat tahun 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) untuk kelompok usia 15-24 tahun mencapai 17,3%, jauh lebih tinggi dibandingkan usia produktif lainnya. Banyak remaja yang dari lulusan SMA/SMK hingga perguruan tinggi yang tidak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan harapan.
ADVERTISEMENT
Beberapa faktor penyebab hal ini terjadi diantaranya adalah:
• Keterbatasan sektor industri dan jasa di daerah
• Ketergantungan pada sektor informal seperti pertanian dan perdagangan kecil.
• Persaingan yang ketat dan mismatch antara kompetensi dan kebutuhan pasar kerja.
Tidak sedikit remaja minang yang akhirnya memutuskan pergi ke kota besar seperti Jakarta, Pekanbaru, Lampung, Batam, atau bahkan hingga ke Malaysia. Disana mereka berkerja di berbagai pekerjaan seperti: Sebagai pegawai pangkas rambut, staf toko, sopir ojek online, barista, kasir, dan ada juga yang bekerja sebagai asisten rumah tangga atau bahkan buruh pabrik.
Meskipun mereka bekerja bukan pada pekerjaan Impian, namun mereka memilih bertahan karena kemandirian ekonomi yang bisa di raih. Bagi sebagian besar, hasilnya tetap lebih baik dibandingkan meganggur di kampung.
ADVERTISEMENT
Salah satu studi kasus yang saya dapatkan:
Putra(nama samaran), 23 tahun, lulusan D3 teknik dari Sijunjung, sempat meganggur selama beberapa bulan. Setelah beberapa kali ditolak kerja dan hanya dapat proyek freelance tak menentu, ia akhirnya merantau ke pulau Jawa tepatnya di Jakarta sebagai Karyawan di subuah Pangkas rambut.
“Awalnya malu, karena kerja tidak sesuai dengan jurusan. Tapi daripada mengangur dan jadi beban di rumah, lebih baik kerja dulu sesuai dengan lowongan yang ada.” _Putra
Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi padu satu-dua bahkan komunitas perantau, kisa “berangkat karena kepepet” menjadi hal umum.
Merantau memang bukan jalan yang baru. Tapi ketika hal itu terjadi disebabkan oleh minimnya peluang kerja di daerah sendiri, maka perlu refleksi bersama. Apakah Pembangunan daerah cukup menyentuh para remaja? Apakah Pendidikan di daerah cukup membekali remaja untuk bertahan di tanah kelahirannya?
ADVERTISEMENT
Solusi yang perlu kita hadirkan seperti: Program kewirausahaan pemuda berbasis local, Pelatihan kerja yang berbasis digital dan industri kreatif, dan Revitalisasi Pendidikan vokasional yang sesuai dengan pasar.
Remaja minang yang merantau bukan semata karena ingin, tapi sering terjadi karena harus. Tapi di sanalah kekuatan mereka tumbuh dan diuji. Dalam setiap langkah kaki yang pergi dari kampung, selalu ada harapan untuk pulang membawa perubahan.
Merantau memang tradisi. Tapi jika ingin masa depan yang lebih adil bagi generasi muda Minangkabau, kampung halaman pun harus menjadi tempay yang layak ditinggali, bukan hanya ditinggalkan.