Kemiskinan, Kesenjangan di Jepang, dan Peran Pemerintah Mengatasinya

Ilham Akbar
Mahasiswa S1 Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
5 April 2024 18:21 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tunawisma. Source unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Tunawisma. Source unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesenjangan sosial adalah masalah yang umum dialami oleh banyak negara. Kesenjangan sosial dapat terjadi jika tidak merata nya pendidikan, kurangnya lapangan pekerjaan, hingga perbedaan status sosial di masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah juga memiliki peran penting untuk menekan angka kesenjangan sosial agar perbedaannya tidak terlalu jauh. Dalam beberapa tahun belakangan ini, kesenjangan sosial meningkat di hampir semua negara maju. Untuk kasus di Jepang, faktor terbesarnya adalah karena perubahan ekonomi dan sosial. Masyarakat sekarang menjadi gila kerja demi mengumpulkan harta kekayaan. Upah-upah pekerja sekarang ditentukan oleh kinerja, bukan ditentukan oleh lamanya bekerja. Pekerja perempuan pun bertambah banyak, yang dulu perempuan hanya mengurus rumah, sekarang banyak yang menjadi wanita profesi. Undang-undang perpajakan juga diubah agar yang kaya menjadi lebih kaya, dan faktor-faktor lainnya. Meningkatnya rata-rata pendapatan masyarakat Jepang membuat mereka merasa resah sendiri. Disisi lain, meningkatnya kesenjangan pendapatan adalah hal yang tidak dapat dihindari karena hal itu menjadi tanda bahwa perekonomian negara menjadi lebih kompetitif. Namun masyarakat Jepang juga berpikiran jika kesenjangan ini akan membuat meningkatnya kasus kriminalitas dan masalah-masalah sosial lainnya. Hal ini membuat permasalahan ekonomi yang berpotensi hilangnya pekerjaan, dan menambah jumlah tunawisma. Pemerintah Jepang sendiri menyatakan bahwa yang menjadi penyebab utama tingginya kesenjangan pendapatan adalah faktor usia. Perbedaan kekayaan umumnya lebih terlihat jelas di kalangan lansia karena kebanyakan dari mereka menabung dan berinvestasi lebih baik daripada kalangan yang lebih muda. Ada penelitian yang dilakukan oleh ahli ekonomi yang menyatakan bahwa kebijakan dari pemerintah dan sektor-sektor swasta yang mendorong terjadinya fenomena ini. Dari segi perpajakan, Jepang adalah negara yang menggunakan peraturan terkait perpajakan yang paling progresif di dunia sebagai alat pemerataan sosial. Pajak-pajak yang dibayarkan oleh masyarakat Jepang nantinya akan digunakan kembali untuk membangun negara dan membantu masyarakat yang tergolong miskin dan membutuhkan bantuan. Tarif pajak penghasilan di Jepang dipotong dari 65% menjadi 50% dan masih akan berkurang. Tetapi, pada saat yang sama, pemerintah Jepang juga bermaksud menarik pajak kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang sebelumnya mereka tidak wajib untuk membayar pajak. Selain itu, pemerintah ingin menghapus beberapa keringanan khusus yang digunakan sepertiga pekerja di Jepang untuk menghindari pajak penghasilan. Disisi lain, salah satu upaya pemerintah Jepang dalam menekan kesenjangan yang terlalu tinggi adalah dengan mengurangi pajak warisan yang di anggap terlalu tinggi. Hal ini diharapkan dapat mengontrol angka kesenjangan di masyarakat. Meskipun pemerintah Jepang sudah berusaha untuk menekan angka kesenjangan, tetap ada masyarakat Jepang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan adalah permasalahan yang hampir tidak dapat terhindar oleh negara mana pun, dan yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menekan angkanya hingga sekecil mungkin, dan mengupayakan agar masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan setidaknya masih dapat hidup dengan memberi bantuan-bantuan seperti bantuan dana ataupun pendidikan. Hal ini juga berlaku di Jepang. Menurut Survei Komprehensif Kondisi Hidup tahun 2021 yang dirilis oleh kementerian kesejahteraan pada tanggal 4 Juli, Hampir separuh rumah tangga dengan orang tua tunggal hidup dalam kemiskinan. Selain itu, terlepas dari Jepang yang merupakan negara maju, pada tahu 2018 Jepang merupakan negara dengan tingkat kemiskinan tertinggi kedua di antara negara-negara G7 lainnya. Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, pada tahun 2023, Osaka memiliki angka tunawisma tertinggi di Jepang. Diperkirakan ada sekitar 888 penduduk Jepang yang tidak memiliki tempat tinggal permanen. Angka ini termasuk angka yang besar, walaupun sudah menurun signifikan selama 30 tahun terakhir sejak 1980. Angka kemiskinan dan tunawisma di Jepang meroket pada tahun 90 an. Beberapa tahun yang lalu, taman ueno di Tokyo berubah menjadi tempat tinggal bagi para tunawisma. Meskipun setelah itu, pada tahun 1996 telah dilakukan pengusiran, tidak lama kemudian para tunawisma kembali menetap memenuhi lorong di stasiun Shinjuku, Tokyo. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2004, pemerintah Jepang akhirnya membuat program yang menyediakan tempat tinggal dengan biaya sewa yang murah selama 2 tahun. Total ada sekitar 1800 tunawisma yang mengikuti program tersebut. Dengan memiliki tempat tinggal permanen yang lebih stabil, maka para tunawisma memiliki peluang lebih tinggi untuk mendapatkan pekerjaan dan hidup yang lebih layak. Keberhasilan program ini dibuktikan dengan menurunnya angka kemiskinan dan tunawisma di Jepang. Angka kemiskinan yang tinggi di Jepang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu kehilangan pekerjaan karena masalah ekonomi hingga terluka, bangkrut, terjebak hutang yang tinggi, bahkan masalah personal. Di antara beberapa alasan tersebut, masalah terbesar penyebab tinggi nya angka kemiskinan di Jepang yaitu kehilangan pekerjaan. Masalah-masalah tersebut dapat menyebabkan kesehatan mental mereka menurun, bahkan hilangnya harapan untuk melanjutkan kehidupan yang dapat berujung mengakhiri hidupnya sendiri. Oleh sebab itu, langkah awal Jepang dalam mengatasi hal tersebut adalah dengan memfasilitasi lapangan pekerjaan untuk menyokong ekonomi mereka. Pemerintah Jepang juga melakukan pembenahan dari internal yaitu dengan mewajibkan pihak keluarga untuk membantu. Langkah terakhir pemerintah jika keadaan tidak kunjung membaik adalah dengan memberikan bantuan berupa sejumlah uang tunai. Langkah yang dilakukan pemerintah Jepang dapat dikatakan sukses dalam menekan angka kemiskinan. Program tersebut terbukti berhasil, yang dapat dibuktikan dengan jumlah pendaftar program ini yang semakin sedikit. Hingga pada tahun 1996, hanya 0,7% penduduk Jepang yang menerima bantuan. Orang yang bekerja di dinas sosial sebagai pekerja jaminan sosial juga dengan rutin memeriksa masyarakat yang mengajukan bantuan. Mereka mencatat dan memilah dengan cermat mana yang berhak mendapatkan bantuan dan mana yang tidak. Petugas-petugas ini juga dengan teratur mendatangi rumah-rumah penerima bantuan untuk memastikan tidak adanya kecurangan atau pemalsuan data, dan memastikan penerima bantuan tidak memiliki barang-barang mewah seperti mobil. Selain memastikan tidak adanya kecurangan, petugas-petugas ini juga sering memberikan nasihat atau masukan terkait ekonomi kepada penerima bantuan. Tetapi karena regulasinya terlalu ketat, hal ini menimbulkan kontroversi. Banyak masyarakat Jepang yang tidak suka dengan peraturan yang diberikan untuk mengatasi kecurangan. Masyarakat Jepang berpendapat regulasinya terlalu berlebihan jika melarang penerima bantuan untuk memiliki barang-barang yang dapat mempermudah kehidupannya walaupun mahal. Masyarakat Jepang berpendapat bahwa seharusnya pemerintah seharusnya hanya ssbatas membatasi yang barang yang boleh dimiliki, bukan sepenuhnya melarang. Pemerintah Jepang juga sampai saat ini masih terus berusaha untuk menekan angka kemiskinan dan menjaga agar kesenjangan tidak terlalu jauh. Banyak permasalahan yang menjadi perhatian Jepang dalam menyejahterakan rakyatnya, dalam kondisi ekonomi dunia yang kacau seperti ini. Konflik antar negara, dan desakan dari barat ke Jepang membuat pemerintah Jepang harus bisa memilih mana yang harus di utamakan.
Tunawisma yang tinggal di internet cafe. Source: channel YouTube Explained with Dom
ADVERTISEMENT