Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengenang Marissa Haque yang Pergi Mendadak
2 Oktober 2024 16:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Artis Marissa Haque telah tiada. Ia meninggal dunia, seperti pergi mendadak, di RS Premier, Bintaro, Rabu (2/10) dini hari di usia 61 tahun. Hanya 13 hari menjelang menginjak usia 62 tahun.
ADVERTISEMENT
Icha, begitu panggilan akrabnya, lahir di Balikpapan, 15 Oktober 1962 dari pasangan Allen Haque-Mieke Haque. Ia pergi meninggalkan suami yang merupakan seorang musisi dan pengusaha, Ikang Fawzi, dan dua anak: Isabella Fawzi dan Chiki Fawzi.
Saya mengenal Icha sudah lebih dari 40 tahun, saat ia masih mengawali debut sebagai aktris lewat film perdananya, "Kembang Semusim". Film itu disutradarai MT Risjaf dan diproduksi tahun 1980. Icha saat itu masih berusia 18 tahun.
Icha, satu dari sedikit artis Indonesia yang menorehkan catatan gemilang di berbagai bidang pengabdian. Ia mencapai jenjang pendidikan tinggi, hingga bergelar profesor, bahkan guru besar.
Pada Selasa, 1 Oktober 2024 lalu, kurang dari 24 jam sebelum wafat, ia masih mengajar di kampus.
ADVERTISEMENT
Pernyataan ini saya kutip dari rekan sesama dosen yang beredar di beberapa WhatsApp Group tadi pagi. Serasa tak percaya tapi nyata. Tapi begitulah takdir Ilahi bekerja.
Cawagub Banten
Icha tidak hanya menggeluti dunia film dan pendidikan, tapi juga dunia politik. Istri rocker Ikang Fawzi ini pernah menjadi anggota DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan. Pernah juga diusung maju menjadi cawagub Banten berpasangan dengan Zulkieflimansyah sebagai Cagub. Namun, jelang penetapan KPU, PDIP yang mengusungnya mendadak mencabut dukungan untuk Icha dan justru mengalihkannya ke pesaing: Ratu Atut Chosiyah yang diusung Golkar.
Icha kecewa. Wajar jika ia murka. Tampaknya itu pelajaran berharga pertama Icha di dalam dunia politik.
ADVERTISEMENT
Sebagai akademisi, waktu itu kandidat Doktor di Institut Pertanian Bogor (IPB), pasti sulit baginya yang biasa berpikir runut, sistematis, terukur, menerima sisi "gelap" dinamika politik yang mudah berubah. Hal sama pernah dialami aktor kawakan Sophan Sophiaan yang akhirnya memilih mundur sebagai anggota DPR RI. Ada kesamaan Sophan dan Icha. Sama-sama lurus dan ekstrovert. Bersikap tegas dan berbicara terbuka. Sehingga, pengalaman pahit politik mereka menjadi konsumsi publik.
Dalam tulisan itu, saya menilai Icha belum "matang" berpolitik. Lupa, DNA parpol harus "berhitung siapa mendapat apa". Kalkulasi parpol pengusungnya, secara elektoral Ratu Atut tidak bisa dikalahkan. Berbagai survei menyajikan data-data kedigdayaannya. Maka, parpol pengusung Icha pun memilih balik kanan mendukung lawan.
Icha tampaknya tidak memperhitungkan soal pentingnya bagi parpol meraih kekuasaan ketimbang yang lain, yang sebenarnya lebih utama: etika dan moral. Marissa dan Sophan berbasis itu dalam berpolitik.
ADVERTISEMENT
Icha tidak sepenuhnya menerima pikiran saya dalam tulisan mengenai itu. Ia bahkan memprotesnya. Dia mengunjungi saya di kantor menyampaikan protesnya, dan saya penuh takzim mendengarkan saja. Toh, sebenarnya, tulisan yang mengulas kasus Banten itu, bersifat satir. Sisi lain membenarkan dia, yang berpegang pada komitmen etika dan moral. Namun, itu dia : meski itu tidak berlaku dalam politik. Setidaknya, dalam kasus dia ditelikung parpol pengusungnya di Banten.
Di dunia film Icha belasan tahun berjaya, membintangi puluhan judul film. Ia juga mengantongi Piala Citra Aktris Terbaik, lambang supremasi tertinggi dunia film Indonesia. Selanjutnya, ia tidak hanya sebagai pemain, juga sebagai produser dengan memproduksi sejumlah film.
Pemeran Iyom, Gadis Bisu
Sebagai bintang, karirnya semakin moncer saat membintangi film "Matahari-Matahari" (1985) yang disutradarai Arifin C Noer. Film itu bercerita tentang seorang pria yang karena terdesak kemiskinan akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Jakarta bersama istri dan anaknya yang bisu. Bukannya mendapatkan penghidupan yang lebih baik, mereka malah berada di bawah pengaruh Sarkim, raja pengemis.
ADVERTISEMENT
Icha bermain sebagai Iyom, si gadis bisu. Film itu menjadi andalan Icha untuk meraih Piala Citra Festival Film Indonesia tahun 1986. Saya mengulas film itu sebagai film bagus namun, justru tidak melihat Icha berhasil memerankan tokoh Iyom yang gagu. Gestur Icha lebih tampak seperti memerankan tokoh idiot. Icha marah membaca itu. Dia menelepon saya, memprotes, seperti biasalah.
Pada waktu pengumuman nominasi Festival Film Indonesia di TVRI, Icha hadir. Kekecewaannya membuncah menyaksikan pengumuman Dewan Juri FFI tidak menominasikan dia sebagai Aktris Terbaik. Peristiwa tersebut menjadi headline di berbagai media.
Dari berita itu saya mengetahui, ternyata Icha meninggalkan studio TVRI dengan airmata berlinang. Ada juga media yang memberitakan lebih jauh, Icha langsung terbang ke Surabaya menemui Ikang Fawzi, pacarnya waktu itu. Mengenai kebenaran berita tersebut, wallahualam. Saya tidak pernah konfirmasi.
ADVERTISEMENT
Sekolah Film di Amerika
Berdasarkan rekomendasi Prof Salim Said, Icha sempat ke Amerika Serikat belajar film, namun entah mengapa sepulang dari sana Icha malah terjun ke politik. Icha kawan diskusi yang baik, asal tahan saja kerasnya dia berpegang pada pandangan yang dia yakini.
"Eh, tahu nggak kalian, bosmu itu dulu naksir saya. Dia sering ke rumah. Makanya, dia senang banget ngeritik saya," kata Icha kepada wartawan Cek&Ricek yang mewawancarainya suatu ketika.
Meski kata itu sering diulangnya, secara serius, bahkan di depan saya sendiri, misalnya ketika berkunjung ke kantor redaksi C&R, tetapi pastilah dia hanya bercanda.
Di masa kejayaannya, Marissa memang bagai magnet perfilman Indonesia. Menjadi media darling. Berita tentang artis cantik dan tajir ini hampir setiap hari diekspos wartawan. Di masa kegemilangan Icha, serasa tidak sah menjadi wartawan tanpa mengenal atau dikenal oleh yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Saya beberapa kali mewawancarai dia di rumahnya yang luas dan megah di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Mengenal saudara-saudaranya: Soraya Haque dan Shannaz Haque. Bahkan dengan Shannaz kami sempat bekerja sama, dia presenter pertama program TV kami "Buletin Sinetron" yang tayang di RCTI. Begitu pun dengan suami masing-masing: Ikang Fawzi, Ekki Sukarno, dan Gilang Ramadhan.
Tiada lagi Marissa Haque. Diantar suami, anak, keluarga besar, kerabat, dan handai taulan, jenazah almarhumah dikebumikan Rabu siang di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Semoga Allah SWT memberinya tempat lapang, nyaman, dan indah di sisi-Nya. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun.