Konten dari Pengguna

Pengukuhan Napi, Kisruh Dewan Pers, hingga Kemelut PWI Sumbar

17 Januari 2023 10:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok: Ilham Bintang
zoom-in-whitePerbesar
Dok: Ilham Bintang
ADVERTISEMENT
Saya berada di Melbourne, Victoria, Australia, saat kemelut di tubuh pengurus PWI Pusat memuncak. Ketua Umum, Atal Depari, tetap melantik Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumatera Barat, Jumat (13/1) lalu. Padahal, jelas pelanggaran semua aturan organisasi PWI.
ADVERTISEMENT
Kebetulan pas di hari "Friday the 13th" yang sangat terkenal di dunia sebagai hari sial karena banyak peristiwa menyeramkan terjadi di hari dan tanggal sama.
Atal didampingi Ketua Penasihat PWI Pusat, Fachry Muhammad, karena pada dasarnya bukan wartawan melainkan orang iklan, sehingga tidak memahami idealisme pers dan aturan organisasi wartawan.
Kemungkinan ia mengira kehadirannya akan memberi bobot legitimasi pelantikan, padahal tidak demikian. Sebab, dia sendiri maupun lembaga penasihat tidak dipilih langsung oleh Kongres PWI.
Seperti halnya Ketua Dewan Kehormatan dan Ketua Umum, Fachry, bisa duduk sebagai ketua penasihat tahun lalu atas dasar penunjukan yang parameternya tidak terukur.
Pokok masalah yang memicu kemelut adalah pelantikan Ketua PWI Sumatera Barat, Basril Basyar, karena yang bersangkutan terungkap adalah pegawai negeri yang tidak berhak menjadi anggota PWI, apalagi pengurus.
ADVERTISEMENT
Sebagai bukti, sepekan sebelum itu Ketua Umum PWI Pusat baru saja bertindak tegas memberhentikan anggota PWI Jawa Tengah yang berstatus polisi aktif, Umbaran Wibowo, dan mencabut Sertifikat Kompetensi Wartawan (SKW) yang bersangkutan.
PNS, polisi, dan TNI dalam aturan organisasi PWI memang tidak bisa menjadi anggota. Lalu, kenapa Basril Basyar mendapat perlakuan istimewa?
Adakah Atal ketakutan lantaran disomasi oleh Basril Basyar yang menuntut segera dilantik? Kalau ini benar, Atal telah gagal menjaga independensi dan kehormatan PWI, juga putusannya sendiri.
Somasi tidak ditanggapi malah putuskan melantik Basril Basyar. Atau somasi itu bagian dari sandiwara, rekayasa belaka? Motif itu masih menjadi bahan
Perbincangan di internal PWI maupun masyarakat luas hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
"Atal melantik pegawai negeri bukan anggota PWI," tulis salah satu judul berita yang saya ikuti. Wartawan senior yang merupakan tenaga ahli Dewan Pers, Marah Sakti Siregar, pun sampai mengungkapkan kegeramannya dan mengecam perilaku Ketua Umum PWI itu.
Ilustrasi pers Foto: Nunki Pangaribuan
Saya mengikuti perdebatan sengit itu di benua Australia. Tentu ada banyak pertanyaan masuk ke saluran pribadi WhatsApp (WA) saya dari banyak pihak.
Ada juga yang mempertanyakan sikap kaku DK PWI seakan hanya berlaku untuk Basril Basyar. Tidak memberi kesempatan yang bersangkutan mengklarifikasi kesalahannya. Klarifikasi hal wajar dalam kondisi normal. Berbeda dengan kasus Basril Basyar yang anomali.
Berkali-kali sudah yang bersangkutan tertangkap tangan berbohong, aktif melakukan pembelaan melalui surat terbuka, somasi, dan ancaman membawa kasusnya ke jalur hukum.
ADVERTISEMENT
Saya akan coba terangkan secara singkat duduk perkara Basril Basyar sebenarnya. Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memang menilai tidak sah pelantikan Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumatera Barat pada tanggal 13 Januari 2023 meski dihadiri Gubernur Sumbar.
Basril Basyar diberhentikan DK-PWI sebagai anggota PWI karena masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tanggal 6 Januari 2023. Hal itu melanggar Pasal 16 ayat 2 Kode Perilaku Wartawan yang melarang PNS menjadi anggota PWI kecuali di lembaga pemerintah yang terkait dengan pekerjaan jurnalistik seperti LKBN Antara, LPP TVRI, dan LPP RRI. Sedangkan Basril Basyar adalah dosen di Universitas Andalas Padang dengan status PNS.
Sebelumnya, yang bersangkutan telah diberikan kesempatan oleh putusan Rapat Pleno PWI Pusat tanggal 4 Agustus 2022 untuk mengurus pengunduran diri atau pensiun dini. Namun, hal itu tidak dilakukan dengan serius sehingga sampai saat dilantik pun masih tetap berstatus PNS.
ADVERTISEMENT
"Kalau Ketua Umum tetap nekat melantik biarkan Kongres nanti yang akan meminta pertanggungjawaban. Namun, secara moral dan etika baik yang melantik dan yang dilantik sama sama melanggar," kata Sekretaris DK, Sasongko Tedjo, dalam siaran pers DK-PWI.
Sesuai kewenangannya, DK PWI berhak memutuskan dan memberikan sanksi terkait pelanggaran PD PRT, Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan. Kewenangan itu tertulis di dalam Pasal 26 ayat 1 Kode Perilaku Wartawan yang menyebutkan DK adalah satu satunya lembaga yang berhak memutuskan terjadinya pelanggaran.
Sedangkan pelantikan Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumbar oleh Ketum PWI Pusat sama sekali tidak didasari satu pun pasal dalam aturan organisasi mana pun di PWI.
Alasan yang disebutkan Fachry Muhammad sebagaimana dikutip media menyebutkan itu adalah keputusan rapat pleno PWI tanggal 6 Januari.
ADVERTISEMENT
Padahal, rapat itu dihadiri oleh Sasongko Tedjo, Raja Pane, dan Asro Kamal Rokan dari DK-PWI yang menolak keputusan itu. Fachry jelas tidak jujur karena tidak menyebutkan ada penolakan DK PWI dalam rapat.

Narapidana pun Pernah Dikukuhkan

Ilustrasi Tersangka Foto: Shutter Stock
Pelantikan Basril Basyar semakin menambah daftar pelanggaran dan penyalahgunaan kedudukan oleh Atal Depari sebagai Ketua Umum PWI Pusat (2018-2023).
Atal yang terpilih di Kongres PWI Solo tahun 2018 pernah melakukan pelanggaran fatal di awal kepengurusannya, yaitu mengukuhkan seorang narapidana menjadi ketua dewan penasihat di sebuah cabang PWI.
Berikutnya, yang tak kurang fatalnya, yaitu membenarkan tindakan pemidanaan anggota PWI yang mengkritik pengurus. Alasannya itu hak pribadi, namun kenyataannya pemidanaan itu dilakukan pengurus dengan melibatkan organisasi PWI.
ADVERTISEMENT
Lupa pada semangat persatuan yang mendorong pembentukan PWI di tahun 1946. Lainnya tidak berupaya menyelamatkan gedung PWI Sulsel yang disegel oleh Satpol PP dan kemudian disita Pemprov Sulsel akibat komersialisasi gedung bersejarah itu tanpa hak oleh Ketua Bidang Organisasi PWI, Zulkifli Gani Ottoh, di masa menjadi Ketua PWI Sulsel.
Atas perbuatan itu yang belakangan terungkap, DK PWI telah menjatuhkan sanksi teguran keras kepada Sdr Atal Depari, dan skorsing satu tahun kepada Sdr. Zulkifli Gani Ottoh.
Satu lagi. Atal juga membuat blunder dalam pembahasan pengganti Ketua Dewan Pers, Prof. Azyumardi Azra, yang wafat September lalu. Menurut informasi Atal memaksakan perubahan Statuta Dewan Pers untuk dapat memasukkan orang luar menjadi pengganti Ketua DP.
ADVERTISEMENT
Syukurlah rencana itu tidak terlaksana. Namun, dalam komposisi pengurus baru DP sekarang PWI kehilangan satu kursi atas nama Prof Rajab Ritonga karena ulah Atal yang beberapa kali mengoreksi surat persetujuan Prof Rajab Ritonga sebagai unsur tokoh masyarakat.
Saya menulis catatan ini agar beberapa peristiwa pengambilan keputusan oleh Ketum PWI yang merugikan organisasi dapat dihentikan.
Penilaian DK PWI ini perlu disebarluaskan kepada masyarakat luas dan para mitra kerja PWI agar teliti serta waspada juga demi menjaga harkat dan martabat organisasi wartawan terbesar dan tertua di Indonesia ini.
Sebagian catatan kelam pengurus PWI termasuk DK PWI periode 2018-2023 tentu akan dipertanggungjawabkan dalam Kongres PWI 2023 yang akan dilangsungkan akhir tahun. Semoga PWI masih dapat diselamatkan.
ADVERTISEMENT