Perkara Dana Aspirasi Krisdayanti

Konten dari Pengguna
20 September 2021 11:58 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Catatan Ilham Bintang
Krisdayanti. | Foto: Instagram @krisdayantilemos
"Saya kasihan sama Krisdayanti," ujar Akbar Faizal saat dihubungi Senin pagi (20/9) dari Bandung. Setiba di Kota Kembang dalam rangka mau menengok cucu, Sabtu siang (19/9), saya tiba-tiba teringat Krisdayanti yang di-bully habis netizen karena membahas pendapatannya selama menjadi anggota parlemen. KD—nama akrab artis terkenal itu—secara terbuka membuka penghasilannya sebagai Anggota Fraksi PDIP DPR-RI. Ia mendapatkan kurang lebih 4 miliar rupiah per tahun. Dahsyat. Merespons itu, publik riuh, mereka kembali mengenang perilaku politisi yang berebut kursi masuk Senayan. Sampai hari ini paparan KD mengenai besaran gajinya menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut Akbar, ia mewawancarai KD dalam kapasitasnya sebagai Anggota DPR-RI di channel YouTube "Akbar Faizal Uncencored" miliknya.
"Padahal wawancara itu berisi pandangan KD sebagai artis dan anggota DPR mengenai kehidupan berbangsa. Sangat menarik sebenarnya. Tapi, itulah. Yang diviralkan oleh entah siapa, justru bagian yang mengungkap penghasilannya sebagai anggota parlemen," ungkap Akbar.
Wawancara dengan KD di-upload di YouTube seminggu lalu. Hingga Senin (20/9) yang menonton 116 ribu viewers. Tapi, versi TikTok-nya yang bikin geger itu mencapai jutaan viewers.
"Tv-tv news juga hanya membahas versi TikTok itu. Mereka meminta izin ke saya untuk menyiarkan versi itu. Saya bilang, silahkan saja. Sebab, itu kan sudah di-publish, sudah milik publik," cerita Akbar Faizal mantan Anggota DPR-RI periode lalu.
ADVERTISEMENT

Kenalan lama

Masuk akal jika Akbar Faizal merasa tak enak dengan KD. Akbar dan KD sudah puluhan tahun saling mengenal. Akbar sejak dulu sudah tertarik mengamati KD. Saya ingat, semasa Akbar menjadi wartawan di Majalah SWA, pada tahun 2000, ia pernah menurunkan cover story tentang kiprah KD di dunia hiburan. Untuk mendukung cover story-nya, Akbar pun bikin FGD. Saya dan Helmy Yahya waktu itu diminta sebagai narasumber dalam FGD Majalah SWA.
Saya meyakinkan Tim Akbar, bahwa KD memang bintang yang sedang bersinar. KD, seperti halnya kebanyakan karakter orang Jawa Timur, hangat, familiar, dan terbuka. Hampir tidak ada hal yang dia sembunyikan. Saya katakan, KD salah satu dari hanya sedikit artis yang berani mengumumkan pernikahannya di saat berada di puncak popularitas. Padahal, masa itu kebanyakan artis takhayul: menganggap tabu meng-publish perkawinan atau rumah tangganya. Artis yang sudah menikah/berumah tangga dianggap bo-shio (tidak laku/ seret rezekinya). Menurut pemahaman mereka: masyarakat tidak menggemari artis yang sudah berkeluarga. Atas anggapan itulah produser film maupun rekaman musik bersikap sama. Tapi, KD berhasil membalikkan anggapan klasik tersebut. Dia buktikan, sampai belasan tahun setelah menikah, kariernya tetap moncer. Malah, sekarang menjadi anggota terhormat di parlemen.
ADVERTISEMENT
Lalu, benarkah sebesar itu pendapatan Anggota DPR-RI? Ini semacam buah simalakama. Menyatakan KD kurang paham mengenai apa yang diucapkan mengandung konsekuensi. Apa kita tega mengatakan KD asal bunyi, tidak berkompeten? Pernyataan itu jelas memukul partai pengusungnya. Pertanyaan berikutnya: seperti apa pola rekrutmen calon legislatif di PDI-P? Kenapa sampai hal-hal elementer, seperti soal gaji, tunjangan-tunjangan lain bisa tak dipahami anggotanya? Sedangkan KD sudah dua tahun menikmati fasilitas negara itu.
Saya masih berusaha menganggap KD tidak salah, tetap menganggapnya sebagai orang terbuka dan jujur. Tidak ada yang disembunyikan.
Jika ini benar, bukan cuma menampar partai pengusungnya, tetapi juga citra parlemen dan pemerintah sendiri.
KD merinci penghasilannya sebagai berikut.
1. Gaji Pokok Rp 16 juta (diterima setiap tanggal 1)
ADVERTISEMENT
2. Tunjangan Rp 59 juta (diterima setiap tanggal 5)
3. Dana aspirasi Rp 450 juta (lima kali dalam setahun)
4. Kunjungan Daerah Pemilihan (Kundapil) sebesar Rp 140 juta (delapan kali setahun)
Memang ketika membeberkan soal penghasilan itu, KD berkali-kali menyebut anggota DPR "tidak punya uang lah" Sambil tertawa-tawa ia menyatakan penghasilannya banyak potongan.
Dari pernyataan KD total penghasilan anggota DPR-RI adalah 12 x Rp 65 juta = Rp 780 juta + 5 X Rp 450 juta = Rp 2,250 miliar + 8 x Rp 140 juta = 1,120 miliar sehingga menjadi 4,150 miliar/tahun. Dikali 5 tahun atau satu periode Anggota DPR-RI lebih kurang Rp 20 miliar.
Eko Patrio dari Fraksi PAN, membenarkan pendapatan itu. Namun, di luar gaji, semua yang disebut penghasilan oleh KD, adalah hak masyarakat. Para anggota DPR-RI yang mengantarkan itu ke daerah pemilihannya masing-masing harus mempertanggungjawabkan semua dana tersebut. Tidak hanya dilengkapi berita acara, tetapi juga terutama pengeluaran itu harus diaudit.
ADVERTISEMENT
Ini perkara besar
Angka sekitar Rp 20 miliar pernah muncul di tahun 2015.
Saat itu Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan/memasukkan dana aspirasi ke dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Namun, usulan dana yang dikemas dalam Program Pembangunan Daerah Pemilihan itu ditolak pemerintah. Dianggap bertentangan dengan Nawacita atau sembilan program prioritas yang menjadi visi dan misi pemerintah Presiden Joko Widodo.

Dana aspirasi total Rp 11,2 T

Penolakan pemerintah disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof A. Chaniago (waktu itu) setelah menghadap Presiden di Istana Negara, Rabu 24 Juni 2015. “Program pembangunan DPR itu diambil dari visi dan misi Presiden. Jadi, kalau pakai dana aspirasi, bisa bertabrakan,” kata Andrinof, menirukan pernyataan Jokowi.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, kata Andrinof, penolakan Presiden karena tidak sesuai dengan kewenangan Dewan dalam penentuan anggaran. Dewan, kata dia, hanya berwenang melakukan pengawasan, sementara penentuan anggaran menjadi kewenangan eksekutif.
Dana aspirasi tersebut diketuk fraksi-fraksi di DPR dalam rapat paripurna sehari sebelumnya. Total dana yang diajukan Rp 11,2 triliun dengan alokasi Rp 20 miliar tiap anggota Dewan.
DPR berdalih anggaran tersebut diperlukan untuk membangun daerah pemilihannya. Waktu itu tak semua fraksi mendukung usul ini. Tiga fraksi menolak karena menganggap usul itu cuma siasat anggota Dewan mempertahankan suara di daerah pemilihannya. Ketiga fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Hanura, dan Partai NasDem. Suara mereka kalah dari tujuh fraksi, yakni Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Demokrat.
ADVERTISEMENT
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mendukung penolakan. Selain menyalahi Undang-Undang Keuangan Negara yang mengatur kewenangan penentuan anggaran di tangan pemerintah, menurut Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto, "Dana ini bisa jadi bancakan elite."
Dana aspirasi juga akan menimbulkan ketimpangan wilayah karena disalurkan berdasarkan anggota DPR. Sistem perwakilan akan menguntungkan wilayah padat penduduk karena akan mendapat dana aspirasi lebih besar dibanding daerah yang sedikit pemilihnya.
Dalam praktiknya, dana aspirasi memang rentan untuk diselewengkan. Menurut catatan, tahun 2016 ada dua anggota DPR yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran menyelewengkan dana aspirasi, yaitu I Putu Sudiartana anggota DPR dari Demokrat dan Damayanti anggota DPR juga dari fraksi PDI-P.
Dalam kasus Damayanti, proyek yang diurus adalah pelebaran pembangunan Jalan Tehoru-Laimu Maluku Utara senilai Rp 41 miliar, fee yang diberikan oleh pengusaha yang akan melaksanakan sebesar Rp 3,2 miliar. Sedangkan, I Putu Sudiartana mengurus proyek senilai Rp 300 miliar untuk pembangunan jalan di Sumatera.
ADVERTISEMENT
Perkara teramat penting menyangkut kodrat Anggota DPR yang punya tupoksi: legislasi, budgeting, dan pengawasan. Dengan dana aspirasi ala KD itu anggota DPR-RI seperti menentang kodratnya. Mestinya mengawasi pemerintah, eh malah menjadi petugas distribusi—mengantarkan anggaran pemerintah ke masyarakat. Tapi, saya setuju: terima kasih kepada Krisdayanti yang membuka perkara penghasilan anggota terhormat kita.
Krisdayanti melambaikan tangan usai mengikuti Sidang Paripurna MPR ke-2 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.
Krisdayanti saat mengikuti Raker Komisi IX DPR RI bersama Kemenaker, kemenhub, dan KKP, Jakarta (12/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan