Polemik Masjid di TVM, Rektor Ibnu Chaldun: Bila Dibatalkan Akan Jadi Gejolak

Konten dari Pengguna
20 Agustus 2021 16:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Polemik Masjid di TVM, Rektor Ibnu Chaldun: Bila Dibatalkan Akan Jadi Gejolak
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jakarta, 20 Agustus 2021
Prof. Dr Musni Umar jadi saksi ahli sidang ke-6 gugatan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta nomor 1021/2020 tanggal 9 Oktober 2020 yang memberi izin pemanfaatan aset/tanah milik Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan masjid At Tabayyun. Pakar sosiologi yang juga Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta ini memberi pandangan dari sisi sosiologis arti penting adanya masjid di Taman Vila Meruya, Jakarta Barat, yang sudah didambakan warga muslim sejak 30 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Menurut Musni, majelis hakim tidak boleh semata-mata berpatokan pada aspek hukum, tanpa memperhatikan aspek keadilan. Ia menyebut, warga muslim Taman Vila Meruya sudah berjuang sangat lama, dan gubernur sudah memberikan izin, hingga patut diapresiasi. Hal ini untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.
"Pasal 29 ayat 1 UUD 45 Negara Indonesia dilandasi oleh Ketuhanan yang Maha Esa. Negara harus memberi pelayanan pada warganya untuk beribadah. Karena masalah ini juga merujuk pada masalah sosial. Terkait pendirian rumah ibadah, kalau izinnya lengkap, berikan. Kalau tidak akan jadi gejolak sosial," kata Musni.
Ia menilai, keputusan Gubernur Anies sudah tepat. Apalagi di TVM sudah ada gereja yang representatif. Jika disebut sebagai pelanggaran tata ruang, itu tidak tepat. Gubernur sebagai penguasa, bisa saja mengubah peruntukan lahan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tentu saja berdasar musyawarah. Pihak lain boleh mengajukan gugatan? Boleh. Serahkan pada hakim untuk memutuskan. Tapi keputusan yang melukai keadilan, sekali lagi akan menimbulkan gejolak," kata Musni.
Musni pun meminta warga TVM yang menggugat agar jangan mau menang sendiri. Jangan terus berdalih itu peruntuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Lagi-lagi ia menyinggung soal keadilan.
"Keadilan itu apa? Beri sesuatu sesuai dengan proporsinya. Mereka dapat itu, ini dapat masjid. Prosesnya sudah dilalui. Jangan sampai masalah ini menimbulkan dampak sosial, karena dampak sosial bernuansa agama itu berbahaya," pungkas Musni.
Sementara saksi ahli dari pihak penggugat, Prof. Dr. Tatik Sujarmiati, menyatakan sah tidaknya sebuah keputusan bisa dilihat dari tiga aspek. Pertama, legalitas keputusan itu. Pejabat tersebut berwenang memutuskan atau tidak. Kedua, legalitas prosedur. Ada tahapan sosialisasi dan sebagainya. Kemudian ketiga legalitas substansi. Apa tujuan dari keputusan tersebut. Objek dan substansinya apa.
ADVERTISEMENT
"Kalau dari ketiganya ada yang cacat, maka legalitas keputusan itu patut dipertanyakan," kata pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya yang menyebut jika ada yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.