Konten dari Pengguna

Untung Ada Vina Panduwinata dan Reza Artamevia Menemani Keliling Melbourne

17 Mei 2022 13:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Bintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Catatan Ilham Bintang
Beruntung ada dua diva penyanyi Indonesia, Vina Panduwinata dan Reza Artamevia menemani sehingga kami bisa menikmati suasana Minggu cerah yang dingin dan nyaman, di luar kota maupun di sekitar Melbourne, Australia.
ADVERTISEMENT
Desah, lirih, dan lengkingan vocal dua penyanyi ternama itu bisa meredakan ketegangan selama delapan jam menyetir mobil di Victoria, negara bagian terbesar kedua di Australia. Tegang bukan sebab kemacetan, justru karena lengang, namun pembatasan kecepatan berlaku ketat.
"September Ceria", " Biru", "Aku Makin Cinta" dan "Kumpul Bocah" dari album awal Vina tahun 1982 dan tahun 90 an tak sadar kami ikut nyanyikan bersama istri dan putri bungsu. Sedangkan Reza Artamevia melantunkan hit tahun 90 an, "Keabadian", "Pertama", "Kepastian", "Cinta Kita," dan " Satu Yang Tak Bisa Lepas". Kebetulan kami bertiga memang penggemar dua dua diva yang berbeda generasi itu.
Putri saya, Suri Adlina, berinisiatif memutarkan lagu di perangkat audio kendaraan kami. Eh, satu lagi "Jangan Ada Dusta di Antara Kita", dari Broery Pesolima, lagu wajib, yang berani saya nyanyikan di dalam acara komunitas teman-teman wartawan maupun artis.
ADVERTISEMENT
Awal Januari lalu saya nyanyikan berduet dengan artis pujaan Widyawati dalam acara lepas kangen komunitas artis senior di Villa Poeti milik aktor Harry Capry. Tapi istri dan anak yang melihat rekamannya di ponsel bilang, kacau. Yang bagus Widyawati, namun sayang dia tak hafal lagu itu. Terpaksa konsentrasi pecah ikuti lirik di layar ponsel.
Sumber: dokumentasi pribadi
Adlina sengaja memutar lagu itu untuk menekan kejengkelan menghadapi karakter lalu lintas di Melbourne. Terlalu banyak aturannya. Untuk memutar jalan saja bisa ditempuh jarak berkilo-kilo.
Di freeway, jalanan mulus dan lengang tetapi tidak bisa kita tak bisa memacu kendaraan sekehendak kita, seperti di Tanah Air. Terlalu banyak rambu pembatasan kecepatan yang harus diperhatikan demi menghindari pelanggaran atau speeding ticket (tilang dengan denda besar). Sekedar informasi tidak ada kamus "86" di sini.
Sumber: dokumentasi pribadi
Di freeway yang nyaman dan lengang saya memang sering kebablasan memacu kecepatan melebihi aturannya. Rambu pembatasan cepat berubah : 60-80-100 km yang bikin jengkel.
ADVERTISEMENT
"Awas! Pa, kecepatan turunkan dong," warning putri sambil menunjuk rambu yang mengatur kecepatan 60 km. Saya tengok ke dashboard. Iya, kecepatan kami melampaui 100 km/jam. Teguran seperti itu berkali-kali. Melihat saya mulai jengkel, dihadirkanlah Vina dan Reza. Waktu putar lagu "Jangan Ada Dusta" Broery, saya malah diminta putri ikut menyanyi. Dan, saya suka.

Pengalaman Ditilang di Perth

Sumber: dokumentasi pribadi
Bulan lalu, di jalan tol dan beberapa ruas jalan di Jakarta sudah mulai diberlakukan sistem tilang elektronik. Memang belum sepenuhnya memuaskan waktu uji coba. Masih perlu perbaikan pada perangkatnya. Masalah yang mungkin akan dihadapi Dirlantas adalah administrasi kepemilikan mobil di STNK. Masih sering terjadi jual beli mobil dengan peminjaman KTP. Maksudnya, pembeli mobil bekas, bisa tidak langsung balik nama dari pemilik lama.
ADVERTISEMENT
Caranya, penjual menjanjikan pinjam KTP satu kali (setahun). Praktik peminjaman dan nembak KTP terjadi, sebab karena biaya balik nama mahal. Mestinya biaya balik nama dihapus atau dibebaskan. Dengan begitu praktik "tembak KTP" pemilik mobil lama bisa dihentikan. Jika terjadi sesuatu polisi pun tidak akan mengalami kesulitan atau minimal buang waktu untuk menelusuri jejak pemilik mobil yang berbeda nama di dalam STNK.

Dalam Kota Melbourne

Sumber: dokumentasi pribadi
Menyetir di dalam kota Melbourne lebih rumit lagi. Maklum sebagian besar badan jalan juga digunakan untuk trem. Sesekali kita melintasi jalan rel trem dalam kota. Rasanya seperti belajar kembali berkendara di jalan raya. Padahal, aturan itu membuat Melbourne berhasil menekan angka kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, pemerintah terus meningkatkan jumlah angkutan umum baik bus maupun trem. Pemerintah juga menggelontorkan subsidi 70% harga tiket bagi penumpang angkutan umum Menjadi salah satu faktor Melbourne pernah tujuh tahun berturut-turut meraih penghargaan kota ternyaman di dunia untuk ditinggali. (Baru tahun ini turun menjadi rangking kedua, karena disalip Wina, Austria, di top rangking).
Saya tidak tahu apakah kata rumit tepat digunakan menilai lalu lintas Melbourne. Jangan-jangan sumber masalahnya: diri sendiri. Belum terbiasa saja. Atau masih terbawa kebiasaan kurang disiplin berlalu lintas di Tanah Air.
Di kota Perth, Ibu Kota negara bagian Australia Barat, saya pernah membayar denda tilang (speeding ticket) hampir Rp 20 juta dalam pelanggaran yang terjadi beberapa kali dalam satu hari. Semua pelanggaran batas kecepatan. Kebablasan melaju di freeway yang mulus dan kosong.
ADVERTISEMENT
Surat tilang itu dikirim ke Tanah Air, sebulan kemudian. Sekalian perhitungan dendanya. Mereka melengkapi dengan foto-foto bukti pelanggaran kecepatan di freeway. Tidak bisa mengelak lagi karena bukti-bukti rekaman kamera kuat. Data alamat kami diperoleh di perusahaan rental mobil. Waktu menyewa mobil paspor dan SIM memang mereka copy.
Apa sanksinya kalau mangkir membayar?
Ya Anda akan diblacklist, tidak bisa masuk di seluruh kota Australia.
Sejujurnya saya pun mengapresiasi sistem pengawasan elektronik itu. Jika tidak angka kecelakaan lalu akan tinggi. Begitu saja pun kecelakaan masih sering terjadi. "Tabrakan di sini bisa fatal akibatnya. Banyak yang menelan korban tewas," kata Heriyanto, pengemudi taksi online dari aplikasi Cina.
Menurut dia, pedoman pengendara di hanya traffic light. Merah, berhenti. Hijau, jalan. Kuning, hati-hati. Mereka terlalu berserah pada traffic light. Nah, menjadi fatal akibatnya kalau pas pengendara lain abai. Pada momen itulah sering terjadi tubrukan fatal.
Sumber: dokumentasi pribadi
Heriyanto asal Semarang berdomisili di Jakarta. Rumahnya di Kompleks Permata Buana, Jakarta Barat, tidak jauh dari kediaman kami. Heriyanto sudah 11 tahun menetap dan telah mengantongi kartu Permanent Residence (PR). Pengusaha komputer ini semula hanya mengantar anaknya sekolah di Melbourne. Istri menunggui anak, sedangkan dia bolak balik Jakarta-Melbourne. Namun, tidak berapa lama ia pun memutuskan tinggal di Australia.
ADVERTISEMENT
"Kebetulan waktu itu kondisi bisnis di Tanah Air tidak begitu cerah," alasannya. Menjadi pengemudi taksi online tidak sengaja. Dimulai saat dua tahun lalu, pas Melbourne lockdown akibat pandemi Covid19. Selama lockdown itu warga hanya boleh berpergian radius 5 km. Supaya bisa bebas beraktifitas Heriyanto mendaftarkan mobilnya untuk taksi online.
"Taksi inilah yang kita manfaatkan beraktifitas sehari-hari dengan keluarga. Bebas kemana-mana," cerita pria usia 57 tahun itu sambil tertawa. Setelah pandemi Covid-19 mulai reda kok masih bawa taksi?
"Selingan saja. Aktivitas ini bikin sehat dan dapat uang juga. Daripada tinggal di rumah," ungkapnya.
Melbourne, 17 Mei 2022