Konten dari Pengguna

Pesan Damai dari Selandia Baru

Ilham Effendy
Penikmat Kuliner Timur Tengah
25 Maret 2019 21:55 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Effendy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang Polisi sedang bertugas menjaga keamanan di luar Mesjid Al-Noor di Christchurch. Sumber Foto: Reuters/Jorge Silva.
zoom-in-whitePerbesar
Seorang Polisi sedang bertugas menjaga keamanan di luar Mesjid Al-Noor di Christchurch. Sumber Foto: Reuters/Jorge Silva.
Belum lama ini, publik dunia sontak terkejut mendengar aksi kekerasan di dua masjid yang menewaskan 50 orang dan melukai puluhan orang lainnya di Selandia Baru. Kejadian yang cukup memilukan ini hampir tidak pernah dibayangkan, sebab Selandia baru selama ini dikenal sebagai negara yang aman dan tentram. Bahkan hampir 2-3 dekade terakhir tidak pernah terdengar aksi kekerasan di negeri kiwi tersebut.
ADVERTISEMENT
Selandia Baru merupakan salah satu negeri yang diimpikan banyak orang karena keindahan dan kedamaian. Namun, negara kosmopolitan yang selama ini dikenal penuh keramahan terhadap berbagai kultur, budaya, dan agama itu mendadak berubah menjadi sebuah negara yang mendapat stigma rasis dan penuh kekerasan pasca-tragedi ‘Jumat kelabu’ (15/3). Ya, Selandia Baru saat ini masuk dalam kategori ‘waspada tinggi’ dan mendapat tantangan untuk membuktikan kemampuannya dalam merawat keberagaman.
Negari kiwi saat ini tengah menjadi perhatian dunia dan dituntut untuk mampu membantah berbagai keprihatinan dan kekhawatiran masyarakatnya dan publik dunia. Sebab, konon terdapat lebih dari 200 suku dan 160 bahasa serta sejumlah agama yang mendiami negera tersebut. Sehingga tindak kekerasan yang terjadi minggu lalu tidak sekedar memilukan namun sekaligus mengkhawatirkan, apa yang sebenarnya terjadi?
ADVERTISEMENT
Berkaca pada keberagaman di negari kiwi saat ini, potensi chaos seakan tengah menunggu, ibarat bom waktu. Artinya, jika permasalahan tersebut tidak dikelola secara baik, maka momen ini berpotensi untuk ditunggangi oleh sekelompok orang yang akan mengatasnamakan berbagai kepentingan untuk melakukan pembalasan dan menebar ancaman.
Dalam beberapa kejadian di sejumlah negara yang sedang berkonflik, tindak terorisme juga memicu ekstremisme politik dan berhasil memecah belah kelompok masyarakat sehingga satu dengan lainnya saling menaruh rasa curiga dan kebencian. Maka dari itu, kejadian ‘Jumat kelabu’ harus betul-betul disikapi secara bijak dengan menghentikan berbagai penghasutan dan kebencian.
Tidak bisa dibayangkan apabila pemerintah Selandia Baru kurang tepat dalam mengambil langkah, sebab kejadian tersebut langsung mendapat respon negatif yang beragam, a.l: ada yang terinspirasi dari pelaku dan terdorong untuk melakukan hal yang sama dan sebagian lainnya ada yang merasa marah dan dendam melihat para korban berjatuhan. Artinya, tanpa memiliki kepekaan dalam menyelesaikan kasus tersebut, niscaya langkah yang diambil akan memicu perpecahan dan kebencian yang semakin kompleks.
ADVERTISEMENT
Mengutip pernyataan resmi yang disampaikan oleh PM Jacinda Ardern, apa yang telah dilakukannya sangat patut mendapatkan apresiasi yang tinggi. Pada kesempatan itu, secara implisit Ardern menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin menghabiskan energi dalam diskursus mengenai latar belakang kejadian serta motivasi pelaku karena telah ditangani oleh pihak keamanan.
Pemerintah Selandia Baru secara tegas akan memprioritaskan perannya untuk mengembalikan situasi aman dan nyaman bagi seluruh penduduk dengan merangkul keluarga korban maupun masyarakat yang trauma pasca-kejadian.
“Kalian bahkan tidak akan pernah mendengar saya menyebut nama pelaku yang merupakan seorang teroris, kriminal, dan ekstremis, karena itu sangat menyakitkan. Kami saat ini bertekad untuk fokus mendampingi keluarga korban yang sedang dalam keadaan berduka. Hati ini memang terasa sangat berat namun saya yakin kita masih memiliki semangat kebersamaan yang kuat," ungkap Ardern.
ADVERTISEMENT
Ardern menambahkan, bahwa pemerintahnya juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam merespons aksi kekerasan tersebut, seperti mengerahkan sejumlah aparat keamanan yang akan menjaga setiap masjid pada waktu salat dan di luar waktu salat, memberikan prioritas penerbitan visa bagi keluarga korban yang akan berkunjung, menanggung seluruh biaya pemakaman dan biaya repatriasi saat ada keluarga korban yang ingin mengirimkan jenazah ke negara asalnya, serta menyampaikan persetujuan kabinet untuk me-review kembali regulasi kepemilikan senjata api yang akan diumumkan secara teknis dalam waktu dekat.
Intinya, pemerintah Selandia Baru mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bahu membahu memerangi rasisme, tindak kekerasan, dan terorisme serta mengedapankan rasa persatuan dan kesatuan. “Saya tidak memiliki jawabannya sekarang, tapi secara kolektif kita harus mampu melawan semua itu secepatnya,” tegas Ardern.
PM Jacinda Ardern bertemu dengan beberapa perwakilan komunitas Islam di Canterbury Refugee Centre di Christchurch untuk menyampaikan ucapan dukacita. Sumber foto: Reuters/
Dengan berbagai pendekatan humanis dan saling respek, Ardern yang juga berkolaborasi aktif dengan berbagai tokoh agama, khususnya para pemuka agama Islam, tampaknya cukup berhasil mengembalikan situasi damai serta optimisme bagi masyarakat, keluarga para korban dan komunitas muslim pasca-insiden berdarah di dua masjid di Selandia Baru
ADVERTISEMENT
Pada hari Jumat (22/3), tepat seminggu setelah kejadian, suasana Masjid Al-Noor di Christchurch, Selandia Baru, kembali normal dengan hadirnya ratusan umat Islam untuk melaksanakan salat Jumat serta dihadiri oleh ratusan masyarakat setempat sebagai bentuk empati dan solidaritas.
Agama dan Tindak Terorisme
Meski kekerasan bukanlah hal baru dalam sejarah setiap agama, namun sejatinya konten keagamaan bukan menjadi penyebab utama karena pada dasarnya semua agama mengajarkan kebaikan dan perdamaian.
Bagi sebagian kelompok, beberapa konten keagamaan barangkali dapat menjadi katalisator untuk melakukan tindakan kekerasan, padahal mesti diingat bahwa berbagai tragedi berdarah selama ini disebabkan karena kesalahpahaman dalam memahami teks maupun konteks dari ajaran agama itu sendiri.
Tidak ada yang membenarkan tindak pembunuhan atas nama Tuhan, karena hidup dan mati merupakan rahasia Tuhan dan tiap-tiap manusia sudah memiliki takdirnya masing-masing. Untuk itu, hendaknya aksi-aksi solidaritas yang didemonstrasikan oleh masyarakat di Eropa, Amerika, dan Australia sebagai bentuk solidaritas baru-baru ini, dapat menjadi momentum untuk menumbuhkembangkan sikap saling menghormati antarpemeluk umat beragama
Imam Ibrahim Abdul Halim merangkul Felimoun El-Baramoussy Pendeta asal Mesir dari Gereja Koptik di Christchurch tiga hari pasca kejadian. Sumber Foto: Reuters/Edgar Su
Sekali lagi, musuh perdamaian (salam) bukanlah agama, tetapi mereka yang selama ini melakukan aksi teror dan kekerasan atas nama agama. Sebab, teroris tidak berafiliasi dengan agama apapun dan bahkan menjadi musuh bagi seluruh umat beragama.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana salah satu firman Allah dalam Surah Al-Furqan ayat 63: Adapun hamba-hamba tuhan yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan bahkan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan ‘salam’ (QS 25:63). MIE