Batu Bara dan Tantangan Nol Emisi untuk Energi yang Lebih Bersih

Ilham Gani
Analis Program Minerba pada Kementerian ESDM, pengamat sekitar, penikmat seni dan kuliner
Konten dari Pengguna
5 Februari 2023 11:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Gani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aktifitas coal terminal pada penambangan batubara PT. MHU Coal (Sumber: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Aktifitas coal terminal pada penambangan batubara PT. MHU Coal (Sumber: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang berasal dari fosil organik yang telah terbentuk selama jutaan tahun. Batu bara termasuk bahan bakar fosil yang masih dimanfaatkan sebagai sumber energi di Indonesia dengan cadangan total 31.695,63 juta ton (RPMBN 2022-2027 Kementerian ESDM).
ADVERTISEMENT
Isu lingkungan terkait energi batu bara sebagai penghasil emisi karbon dioksida (CO2) mendorong pemanfaatan batu bara melalui peningkatan nilai tambah agar lebih inovatif dan variatif termasuk penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Upaya penurunan emisi batu bara terkait hubungannya dengan perubahan iklim. Pembakaran batu bara yang dimanfaatkan pada industri dan pembangkit listrik menghasilkan gas berupa CO2, metana dan NOx.
Akumulasi dari gas-gas tersebut akan tertahan di atmosfer dan membentuk semacam lapisan yang akan meneruskan sinar matahari yang masuk ke bumi dan mempertahankan panas yang dihasilkan oleh bumi itu sendiri.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (29/11/2022). Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto
Sifat dari gas-gas tersebut mirip dengan cara kerja rumah kaca mempertahankan panas di dalam rumah. Oleh karenanya, gas yang dihasilkan dari pembakaran batu bara disebut dengan gas rumah kaca (GRK).
ADVERTISEMENT
Dampak buruk bagi lingkungan global apabila terjadi peningkatan GRK yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran batu bara yang diperparah dengan deforestasi.
Ini akan menyebabkan lapisan atmosfer menebal dengan GRK dan semakin banyak menyimpan panas sehingga menyebabkan suhu rata-rata bumi meningkat dan terjadi pemanasan global.
Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi GRK melalui penandatanganan Paris Agreement pada tanggal 22 april 2016. Dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM No: 031.Pers/04/SJI/2023 tanggal 30 Januari 2023 menyebutkan bahwa penurunan emisi GRK menjadi komitmen internasional untuk secara bersama menahan laju pemanasan global.
Ilustrasi emisi gas rumah kaca. Foto: Shutter Stock
Indonesia pun telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Terakhir, tahun 2022, target penurunan emisi sebesar 91 juta ton dengan realisasi 91,5 juta ton.
ADVERTISEMENT
Di lain sisi, batu bara masih mendominasi sumber energi primer yang akan mencapai puncak di 2030 dan secara bertahap akan beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan (mini/micro hydro, Biomass, energi surya, energi angin dan energi nuklir).
Pada akhirnya pemerintah perlu menyiapkan exit plan transisi energi batu bara ke EBT yang setidaknya memerlukan adaptasi infrastruktur, kepastian bahan baku yang stabil, dukungan regulasi dan kesadaran masyarakat terkait penggunaan energi bersih dan lingkungan.