Konten dari Pengguna

Memahami Sejarah dan Kode Etik Jurnalistik

Ilham Hidayat
Mahasiswa aktif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syari'ah Dan hukum Jurusan Hukum Pidana Islam
6 Oktober 2024 11:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Whastapp Group/Whatsapp image Slide Presentasi Training Pers Institut (TPI) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (03/10/2024)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Whastapp Group/Whatsapp image Slide Presentasi Training Pers Institut (TPI) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (03/10/2024)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kata Pers di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti surat kabar, majalah, dan semua media massa yang memuat berita dan informasi. Di Indonesia sendiri Pers menjadi bagian penting bagi merdekanya bangsa ini, karena dilihat dari sejarahnya Pers sudah ada di Indonesia sejak masih berada dibawah jajahan bangsa Belanda.
ADVERTISEMENT
Pada zaman Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff terbit untuk pertama kalinya surat kabar berbahasa Belanda di Hindia-Belanda yang bernama "Bataviasche Nouvelles en politique raisonnementen" Yang artinya "Berita Berita dan Penalaran politik Batavia" Pada 7 Agustus 1774
Tahun 1812, Terbit Surat kabar berbahasa Inggris di Hindia Belanda yang pertama kali berjudul "java government Gazette" Kemudian diganti menjadi "Javasche Courant" Pada tahun 1829.
Pada rentang tahun 1829-1851 isi berita di surat kabar mulai bermanfaat yang sebelumnya hanya memberitakan Politik Belanda, sekarang mulai memberitakan politik pribumi. Di tahun 1851 lahir media "de locomotive" Yang coraknya sangat kritis terhadap kolonial Belanda pada masa itu, dan mempunyai pengaruh yang besar.
Mulailah pada abad ke 19 Pribumi membuat surat kabar berbahasa Jawa dan melayu untuk menyaingi surat kabar berbahasa belanda. Tahun 1907 terbit media "medan priaji" Lahir di bandung oleh tirto Adhi Soerjo dan menjadi cikal bakal Pers nasional. Tahun 1945 Pers nasional semakin kuat karena lahir media "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di Jakarta, serta beberapa surat kabar lain, seperti "Merdeka", "Independent", "Indonesian News Bulletin", "Warta Indonesia", dan "The Voice of Free Indonesia".
ADVERTISEMENT
Hari Pers Nasional ditetapkan Presiden Suharto pada 1985 melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional. Diambil dari tanggal lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 9 Februari 1946.
*Kode Etik Jurnalistik*
Pada tahun 2006, Dewan Pers menetapkan Kode Etik Jurnalistik melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers. Dilansir dari laman Dewan Pers, terdapat 11 poin yang terkandung dalam Kode Etik Jurnalistik:
1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik :
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
ADVERTISEMENT
b.menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong. fitnah, sadis, dan cabul.
5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
ADVERTISEMENT
6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
ADVERTISEMENT
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.