Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Mengutamakan Akhlak dalam Pendidikan
21 Juli 2020 1:44 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
Tulisan dari Ilham Wahyu Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Mengutamakan Akhlak Dalam Pendidikan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1595270664/epksqgvet5wva0hfixxl.jpg)
ADVERTISEMENT
Oh, ibu dan ayah, selamat pagi. Kupergi sekolah sampai kan nanti. Selamat belajar nak penuh semangat. Rajinlah selalu tentu kau dapat. Hormati gurumu sayangi teman. Itulah tandanya kau murid budiman.
ADVERTISEMENT
Paragraf di atas adalah lirik lagu "Pergi Belajar" yang ditulis Ibu Sud. Isinya tentang anak yang akan berangkat ke sekolah dan sebelum berangkat sang ibu nasihatinya. Nasihatnya sangat sederhana. Anak tidak diminta mencapai nilai tinggi. Tidak juga diminta menjadi sesuatu seperti menjadi dokter dan atau pejabat tinggi. Nasihatnya di hanya tiga. Pertama, rajin belajar. Kedua, menghormati guru. Ketiga, menyayangi teman.
Tiga nasihat tersebut mengarah pada aspek afektif dan bukan aspek kognitif pendidikan. Salah satu aspek afektif tersebut adalah akhlak. Secara yuridis hal ini sejalan dengan konsep pendidikan dalam Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pada pasal di atas dinyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia.
ADVERTISEMENT
Pada konsep pendidikan tersebut sudah jelas akhlak harus mendapatkan prioritas dalam pendidikan. Buktinya pengembangan diri diarahkan yang pertama untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Sementara siapapun pasti setuju dalam agama (spiritual keagamaan) yang menjadi fokusnya adalah akhlak.
Akhlak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan “kelakuan atau budi pekerti”. Tentu saja kelakuan yang dimaksud adalah yang positif.
Masalahnya dalam pengamatan terlihat akhlak ternyata bukan menjadi hal prioritas dalam pendidikan. Fakta tentang hal tersebut banyak ditemui dalam lembaga formal, non formal maupun informal. Dalam lembaga pendidikan yang paling mendapat perhatian aspek kognitif dan psikomotorik.
Pada lembaga formal contohnya. Porsi jam belajar untuk mata pelajaran agama jauh lebih sedikit dibanding mata pelajaran lain seperti matematika dan bahasa Indonesia. Padahal pendidikan akhlak sangat potensial untuk diberikan dalam mata pelajaran agama.
ADVERTISEMENT
Dalam lembaga non formal juga begitu. Jarang sekali ditemui lembaga bimbingan belajar yang menyediakan layanan belajar tambahan berupa pendidikan agama. Fokus lembaga tersebut umumnya pada mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional yang sejak tahun kemarin ditiadakan pemerintah.
Sementara pada lembaga informal seperti keluarga, sikap memandang sebelah mata pada akhlak pada umumnya tampak dalam cara pandang orang tua pada mata pelajaran di sekolah. Umumnya para orang tua bangga jika sang anak mendapatkan nilai tinggi terutama dalam mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan IPA.
Banyak orang tua akan melakukan segala cara agar sang anak mendapat nilai tinggi dalam berbagai mata pelajaran tersebut. Mereka rela mengeluarkan uang lebih untuk mengikutkan anak pada bimbingan belajar. Bahkan kalau perlu mendatangkan guru privat jika ekonominya berlebihan.
ADVERTISEMENT
Ironisnya jarang sekali orang tua mau memberi pendidikan agama tambahan pada anak jika nilai mata pelajaran agama di sekolah lebih rendah dari mata pelajaran lain. Kalau pun memberi pendidikan agama tambahan biasanya lebih memilih yang tidak menguras biaya. Bahkan kalau perlu yang gratisan. Contoh yang paling umum menyuruh anak ikut mengaji Al Quran di mushola terdekat dengan rumah.
Pola berpikir yang mengesampingkan aspek afektif pendidikan yang dalam hal ini akhlak harus diubah. Akhlak dalam pendidikan harus mendapat prioritas utama melebihi aspek kognitif dan psikomotorik. Ini penting sebab menjadi ketentuan utama dalam tujuan pendidikan yang disampaikan Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Dalam pasal tersebut dinyatakan pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Dalam tujuan pendidikan tersebut sudah jelas yang harus diutamakan dalam pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi jelas akhlak harus diprioritaskan dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari lembaga formal, non formal sampai dengan informal yang dalam hal ini keluarga.
Meskipun begitu disadari juga mengubah pola pikir butuh proses panjang. Lebih dari itu, perubahan pola pikir akan berimbas pada banyak aspek dalam pendidikan. Efeknya nanti sudah jelas. Pasti akan ada perubahan kebijakan, perubahan kurikulum, sampai dengan teknis pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan pada semua lembaga.
Perubahan total jelas mustahil meski sebenarnya dapat dilakukan. Solusi terbaik yang dapat dilakukan dengan memulai secara bertahap. Salah satunya mulai menyadari bahwa mengutamakan akhlak dalam pendidikan penting untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
Penulis : Ilham Wahyu Hidayat
Guru SMP Negeri 11 Malang