Tempurung Mas Pur

Ilham Wahyu Hidayat
Saya Seorang Pendidik
Konten dari Pengguna
2 November 2020 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Wahyu Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tukang Sayur Keliling
zoom-in-whitePerbesar
Tukang Sayur Keliling
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kadang kasihan juga kalau lihat Mas Pur. Bagaimana tidak? Sudah semingguan lebih kulihat tukang sayur keliling itu jarang didatangi pembeli. Kalau pun ada hanya satu dua saja. Bahkan istriku yang bertahun-tahun jadi pelanggannya tidak mau lagi belanja di tempatnya.
ADVERTISEMENT
Kata istriku sekarang orang-orang lebih suka belanja di grup jual beli facebook. Katanya barang-barang yang dijual di situ lebih lengkap. "Kita tinggal pesan dan barang langsung diantar" kata istriku menegaskan dan aku tak mengomentarinya.
Aku tidak peduli istriku belanja dimana. Mau belanja di grup facebook atau di tukang sayur keliling yang setiap pagi mengkal di depan rumah itu terserah. Selama ada makanan di dapur saat perutku bernyanyi tidak pernah aku permasalahkan dimana dia belanja.
Aku juga sadar jaman memang telah berubah. Sekarang internet berpengaruh besar atas kehidupan manusia. Hampir semua orang tergantung padanya dan memanfaatkannya termasuk untuk jual beli barang.
Lagi pula aku sebenarnya juga malas kalau melihat para ibu rumah tangga bergerombol di depan rumah. Aku tahu sebenarnya niat mereka bukan sekedar belanja tapi juga jual omongan. Buktinya meskipun tukang sayur sudah pergi kadang mereka tetap duduk-duduk di bangku semen panjang depan gerbang rumah.
ADVERTISEMENT
Kadang sambil membersihkan motor, sesekali aku simak perbincangan mereka. Ada saja isinya. Umumnya tentang kejadian-kejadian di sekitaran rumah.
Sesekali waktu mereka bicarakan soal Pak Ramijan yang kawin lagi. Di lain waktu mereka juga bicara tentang beberapa tetangga yang masuk rumah sakit yang diduga kena covid. Sering juga mereka bicara tentang Bu RT yang selalu telat bayar arisan.
Aku heran. Ibu-ibu itu selalu saja punya tema untuk dibicarakan. Mereka juga betah sampai hampir satu jam omong kesana kemari tidak jelas arahnya.
Biasanya mereka akan bubar kalau mesin sepeda motor aku gas keras-keras. Satu persatu mereka pamit. Seperti biasa aku balas mereka dengan anggukan yang aku bumbui senyum sopan meski sebenarnya mataku seperti kemasukan pasir kalau lihat mereka.
ADVERTISEMENT
Sekarang aku bisa bernafas lega. Sejak istriku dan para ibu rumah tangga lain belanja di grup facebook, gerbang depan rumahku jadi sepi. Tak ada lagi ibu-ibu yang ngobrol hal-hal tidak penting. Tidak ada lagi juga yang nongkrong di bangku depan gerbang.
Hanya saja aku jadi kasihan pada Mas Pur. Dagangannya jadi sepi. Hanya satu dua saja yang terlihat membeli dagangannya kalau tukang sayur kelililing itu datang.
Aku berpikir bagaimana nasib anak istrinya kalau dagangan sepi seperti itu. Setahuku juga dia punya tiga anak. Yang pertama sekolah di SMA. Yang kedua di SMP. Sedangkan yang terakhir masih TK.
Kalau setiap hari dagangannya sepi mau makan apa anak-anak itu nanti? Bagaimana juga buat biaya sekolah mereka. Bagaimana uang saku mereka? Bagaimana juga kalau ada yang sakit? Apakah hasil jualannya mampu menghidupi keluarganya jika setiap hari sepi pembeli?
ADVERTISEMENT
Aku berpikir orang seperti Mas Pur sudah seharusnya mengikuti perkembangan jaman. Sudah seharusnya dia banting setir ke dunia maya kalau hasil di dunia nyata kurang maksimal. Singkatnya sudah saatnya Mas Pur menjual barang dagangannya secara online dari pada jualan keliling tanpa hasil. Tetap memaksakan diri berjualan dengan pola lama hanya menjadikannya katak dalam tempurung saja.
Masalahnya bagaimana cara menyampaikan semua ini ke Mas Pur? Apa nanti aku tidak dikira kurang ajar karena terlalu menggurui? Kalau pun dia tidak punya pemikiran seperti itu apakah dia juga bisa menerima penjelasanku nanti?
Dengan berbagai keraguan akhirnya aku dekati Mas Pur pada suatu pagi saat kulihat dia datang. Agar niatku tidak terlalu mencolok mata aku pura-pura bawa selang air sambil menyirami tanaman-tanaman di samping gerbang depan rumah.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana dagangan hari ini, Mas? Bagus? " tanyaku berbasa-basi membuka pembicaraan.
Di luar dugaan Mas Pur menampilkan wajah bersinar-sinar. "Hari ini bagus sekali, Pak. Sampai-sampai saya pusing melayani permintaan langganan. Pelanggan saya ratusan dan permintaannya macam-macam" kata penjual sayur keliling itu sambil tertawa senang.
"Pelanggan Mas Pur ratusan?" tanyaku heran mengulang kata-katanya. Sementara aku lihat sekeliling tidak ada satu pun orang yang datang membeli dagangannya.
"Betul, Pak. Ratusan pelanggan saya" Jawab Mas Pur. "Pelanggan online maksud saya" katanya lagi menegaskan.
Kemudian Mas Pur bercerita sebenarnya selain berjualan keliling dia juga jualan di grup facebook. Katanya pelanggan di grupnya itu ratusan. Katanya kalau subuh dia sudah bangun mengantar kesana kemari pesanan pelanggan. Setelahnya dia baru keliling melayani pelanggan yang membeli barang dagangannya secara langsung tanpa melalui grup facebook.
ADVERTISEMENT
"Jualan online hasilnya lebih besar, Pak. Kadang sampai dua puluh kali lebih banyak dari jualan keliling gang" kata Mas Pur menegaskan.
Aku menelan ludah menyadari telah salah sangka. Ternyata Mas Pur bukan katak dalam tempurung tapi katak yang telah melompat jauh dari tempurungnya.
Malang, 02 November 2020
Penulis : Ilham Wahyu Hidayat
Guru SMP Negeri 11 Malang