Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Tindak Kekerasan di Sekolah
6 Juni 2020 2:15 WIB
Tulisan dari Ilham Wahyu Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tindak kekerasan adalah salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam lingkungan pendidikan terutama di sekolah. Banyaknya tindak kekerasan yang terjadi di lembaga formal ini adalah salah satu alasannya. Hal ini sudah dibuktikan dengan begitu banyaknya berita tentang perilaku tindak kekerasan di sekolah yang beredar di berbagai media massa mulai siber sampai cetak.
ADVERTISEMENT
Perilaku tindak kekerasan tersebut kadang dilakukan secara sadar dan tidak menutup kemungkinan tanpa sadar dalam arti sang pelaku tidak menyadari tindakannya tergolong kategori tindak kekerasan. Atas dasar pemikiran ini maka penting untuk dipahami konsep dan bentuk perilaku yang dikategorikan tindak kekerasan.
Kalau berpedoman Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 82 Tahun 2005 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan, tindak kekerasan diartikan sebagai perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka, cedera, cacat, dan atau kematian.
Bentuk perilaku yang dimaksudkan dalam definisi tersebut bermacam-macam. Menurut Pasal 6 Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 perilaku tersebut dikategorikan 10 (sepuluh) jenis, antara lain. Pertama, pelecehan merupakan tindakan kekerasan secara fisik, psikis atau daring.
ADVERTISEMENT
Kedua, perundungan merupakan tindakan mengganggu, mengusik terus-menerus, atau menyusahkan. Ketiga, penganiayaan merupakan tindakan yang sewenang-wenang seperti penyiksaan dan penindasan. Keempat, perkelahian merupakan tindakan dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga. Kelima, perpeloncoan merupakan tindakan pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya.
Keenam, pemerasan merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan memeras. Ketujuh, pencabulan merupakan tindakan, proses, cara, perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan. Kedelapan, pemerkosaan merupakan tindakan, proses, perbuatan, cara menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, dan atau menggagahi.
Kesembilan, tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan atau antargolongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada SARA yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan. Kesepuluh, tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Demikianlah gambaran umum tindak kekerasan dan kategori perilaku yang tergolong tindak kekerasan di sekolah. Kalau memperhatikan konsepnya memang tidak disebutkan pembatasan pelaku tindak kekerasan dan hanya menjelaskan batasan perilakunya. Artinya perilaku tersebut dapat dilakukan siapa saja yang berada di lingkungan sekolah. Bisa jadi dilakukan guru pada siswa atau sebaliknya siswa kepada gurunya. Tidak menutup kemungkinan juga siswa kepada siswa atau bahkan guru kepada guru.
Semua warga sekolah perlu memahami mengenai semua bentuk tindak kekerasan tersebut. Pemahaman ini penting karena akan memberi pengetahuan tentang pembatasan perilaku mana yang dapat dilakukan dan sebaliknya dihindari terutama yang dalam kategori perilaku terakhir yaitu yang kesepuluh.
Dalam poin kesepuluh tersebut tidak dijelaskan secara spesifik yang maksud tindak kekerasan lainnya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Satu hal yang pasti, salah satu perundang-undangan yang dapat dijadikan pedoman bagian kesepuluh ini adalah UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam UU RI ini telah diatur pembatasan konsep mengenai hak asasi manusia sekaligus jenis-jenis hak asasi manusia yang secara yuridis harus dipatuhi warga negara termasuk warga sekolah.
ADVERTISEMENT
Sekedar pengetahuan, dalam Pasal 4 UU RI tentang Hak Asasi Manusia tersebut dinyatakan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Sekali lagi, konsep dan bentuk tindak kekerasan yang telah disampaikan ini perlu dipahami seluruh warga sekolah demi tercapainya tiga maksud. Pertama, terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Kedua, terhindarnya warga sekolah dari unsur atau tindakan kekerasan. Ketiga, menumbuhkan kehidupan pergaulan harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta masyarakat baik dalam sekolah maupun antar sekolah.
ADVERTISEMENT
Apakah tiga maksud tersebut akan tercapai? Jawabannya pertanyaan ini tergantung warga sekolah sebab mewujudkan sekolah bebas dari perilaku tindak kekerasan itu tanggung jawab seluruh warga sekolah yaitu guru, siswa, kepala sekolah, dan tenaga kependidikannya.
Penulis : Ilham Wahyu Hidayat
Guru SMP Negeri 11 Malang