Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Seni Tertawa: Bagaimana Cara Tawa Membantu Mengatasi Tantangan Kesehatan Mental
12 Desember 2023 13:20 WIB
Tulisan dari Ilham Yoga Pangestu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tantangan kesehatan mental seperti stres, kecemasan, dan depresi semakin menjadi perhatian utama di berbagai belahan dunia. Studi-studi terbaru menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam prevalensi gangguan mental dalam beberapa tahun terakhir. Di Indonesia, hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa sekitar 9,8 persen dari penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Fenomena ini merupakan masalah serius dalam ranah kesehatan publik yang memerlukan penanganan yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Salah satu solusi yang dapat diterapkan secara alami untuk mengatasi berbagai tantangan kesehatan mental adalah melalui tertawa. Ternyata, tertawa memiliki dampak positif yang signifikan pada kesehatan mental. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa melakukan aktivitas tertawa secara teratur dapat membantu meredakan stres, meningkatkan perasaan positif, dan bahkan mengurangi risiko depresi.
Apasih Manfaat Tertawa Bagi Kesehatan Mental
Tertawa ternyata memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan mental kita. Saat kita tertawa, tubuh melepaskan hormon endorfin yang dapat memberikan rasa rileks dan bahagia. Hormon ini juga berfungsi sebagai penahan rasa sakit alami tubuh. Selain itu, tertawa juga dikaitkan dengan penurunan hormon stres seperti kortisol dan epinefrin. Dengan menurunkan kadar hormon stres ini, tertawa bisa meredakan kecemasan dan membuat pikiran menjadi lebih tenang.
ADVERTISEMENT
Banyak penelitian menunjukkan bahwa tertawa secara teratur dapat meningkatkan perasaan positif dan kebahagiaan secara signifikan. Bahkan menurut cerita Dr. Madan Kataria, pendiri Klub Tertawa Internasional, kita hanya butuh tertawa selama 20 menit sehari untuk mendapatkan manfaatnya. Tertawa berkelompok ternyata juga memperkuat sistem kekebalan tubuh. Saat kita tertawa bersama orang lain, tubuh melawan penyakit dengan memproduksi sel-sel T yang berfungsi melindungi tubuh dari infeksi.
Selain itu, penelitian Universitas Berkley Amerika Serikat juga menemukan bahwa tertawa dapat mengurangi risiko depresi. Pasalnya, tertawa dapat meningkatkan kadar serotonin atau hormon bahagia di dalam tubuh. Semakin tinggi serotonin, semakin rendah pula risiko mengalami depresi. Maka dari itu, Rajesh et al. dalam jurnalnya menyimpulkan bahwa tertawa sebaiknya dianggap sebagai obat alami tanpa efek samping untuk menjaga kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara tertawa dapat mempengaruhi kesehatan mental
Tertawa ternyata memiliki mekanisme yang membantu mengatasi berbagai masalah kesehatan mental. Saat kita tertawa, otak melepaskan hormon endorfin yang berfungsi untuk menimbulkan perasaan rileks dan bahagia. Hormon ini juga berperan sebagai pereda rasa sakit alami tubuh. Dengan kadar endorfin yang meningkat berkat tertawa, kita jadi merasa lebih tenang, jarang cemas, dan terhindar dari stres.
Selain itu, fokus kita juga teralihkan dari pikiran-pikiran negatif saat tertawa. Kita jadi lebih mudah melupakan masalah sesaat dan otak dipenuhi stimulus positif dari tawa. Ini membantu mengurangi perasaan sedih atau putus asa yang kerap muncul jika larut dalam pemikiran negatif.
Tertawa juga memperkuat koneksi sosial dan dukungan dari orang lain. Saat tertawa bersama teman atau keluarga, ikatan emosional semakin terjalin erat dan kita merasa dipahami. Dukungan sosial seperti ini sangat penting bagi kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Selain itu, gerakan otot wajah saat tertawa juga melatih otot untuk tersenyum. Ini sejalan dengan konsep terapi "fake it til you make it". Dengan sering tersenyum dan tertawa, meski dipaksakan, lama-kelamaan akan terbentuk kebiasaan positif yang meningkatkan perasaan bahagia secara alami.
Tertawa ternyata memiliki mekanisme yang membantu mengatasi berbagai masalah kesehatan mental. Saat kita tertawa, otak melepaskan hormon endorfin yang berfungsi untuk menimbulkan perasaan rileks dan bahagia. Hormon ini juga berperan sebagai pereda rasa sakit alami tubuh. Dengan kadar endorfin yang meningkat berkat tertawa, kita jadi merasa lebih tenang, jarang cemas, dan terhindar dari stres.
Selain itu, fokus kita juga teralihkan dari pikiran-pikiran negatif saat tertawa. Kita jadi lebih mudah melupakan masalah sesaat dan otak dipenuhi stimulus positif dari tawa. Ini membantu mengurangi perasaan sedih atau putus asa yang kerap muncul jika larut dalam pemikiran negatif.
ADVERTISEMENT
Tertawa juga memperkuat koneksi sosial dan dukungan dari orang lain. Saat tertawa bersama teman atau keluarga, ikatan emosional semakin terjalin erat dan kita merasa dipahami. Dukungan sosial seperti ini sangat penting bagi kesehatan mental.
Selain itu, gerakan otot wajah saat tertawa juga melatih otot untuk tersenyum. Ini sejalan dengan konsep terapi "fake it til you make it". Dengan sering tersenyum dan tertawa, meski dipaksakan, lama-kelamaan akan terbentuk kebiasaan positif yang meningkatkan perasaan bahagia secara alami.
Maka dapat disimpulkan bahwa tertawa ternyata memiliki manfaat yang besar untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan mental. Mekanisme tertawa yang melepaskan hormon endorfin berfungsi untuk memberikan rasa rileks dan bahagia, serta mengalihkan fokus dari pikiran negatif. Tertawa juga dapat memperkuat dukungan sosial dan koneksi dengan orang lain. Semua manfaat ini secara signifikan membantu mengatasi masalah kesehatan mental seperti stres, kecemasan, dan risiko depresi. Oleh karena itu tertawa dianggap sebagai 'obat' alami tanpa efek samping yang efektif untuk menjaga kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Daftar bacaan
Bennett, M.P., Lengacher, C.A., Kip, K.E., Keller, R., LaVance, M.S., Smith, L.S., & Post-White, J. (2014). Design and methods for a pilot study of humor therapy for patients with late-stage cancer. Complementary Therapies in Clinical Practic. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2014.05.003
Falkenberg, I., Buchkremer, G., Bartels, M., & Wild, B. (2011). Implementation of a manual-based training of humor abilities in patients with depression: A pilot study. Psychiatry Research. https://doi.org/10.1016/j.psychres.2010.10.009
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ko, H.J., & Youn, C.H. (2011). Effects of laughter therapy on depression, cognition and sleep among the community‐dwelling elderly. Geriatrics & Gerontology International. https://doi.org/10.1111/j.1447-0594.2010.00680.x
World Health Organization. (2022). Mental health: Strengthening our response. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response
ADVERTISEMENT
Rajesh, S. et al. (2017). Laughter Therapy for Mental Health. International Journal of Health Sciences and Research.
Berk, L.S. et al. (1989). Neuroendocrine and Stress Hormone Changes During Mirthful Laughter. The American Journal of the Medical Sciences.
Mora-Ripoll, R. (2010). The Therapeutic Value of Laughter in Medicine. Alternative Therapies in Health and Medicine.
Kataria, M. (1999). Laugh For No Reason. 1st ed. Mumbai: Madhuri International.
Bennett, M.P. and Lengacher, C. (2008). Humor and Laughter May Influence Health: III. Laughter and Health Outcomes. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.
Strack, F., Martin, L. L., & Stepper, S. (1988). Inhibiting and facilitating conditions of the human smile: A nonobtrusive test of the facial feedback hypothesis. Journal of Personality and Social Psychology. https://doi.org/10.1037//0022-3514.54.5.768
ADVERTISEMENT
Heaphy, E.D. & Dutton, J.E. (2008). Positive social interactions and the human body at work: Linking organizations and physiology. Academy of Management Review. https://doi.org/10.5465/amr.2008.27749365
Ko, H.J. & Youn, C.H. (2011). Effects of laughter therapy on depression, cognition and sleep among the community-dwelling elderly. Geriatrics & Gerontology International. https://doi.org/10.1111/j.1447-0594.2010.00680.x
Mahony, D.L, Burroughs, W.J., & Lippman, L.G. (2002). Perceived laughter causes an increase in regional brain oxytocin. Psychoneuroendocrinology. https://doi.org/10.1016/s0306-4530(01)00042-8