Sistem Proporsional Terbuka: Potensi Menghasilkan Legislator Tidak Kompeten

Ilham Maulana Rasyid
Mahasiswa S1 - Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
18 Juni 2023 5:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
Tulisan dari Ilham Maulana Rasyid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beragam sistem pemilu terdapat dalam pelaksanaan pemilu. Sistem pemilu suatu negara dengan negara yang lain belum tentu menggunakan sistem pemilu yang sama.
ADVERTISEMENT
Megutip tulisan Perdana et al., (2019), terdapat ragam sistem dalam sistem pemilu, seperti sistem pluralitas/mayoritas, sistem proporsional, dan sistem campuran.
Namun, sistem yang paling yang umum digunakan di negara-negara di dunia adalah sistem proporsional, salah satunya adalah sistem pemilu di Indonesia yang sudah diwariskan oleh Belanda. Sistem proporsional sendiri dibagi menjadi dua, yakni proporsional terbuka dan tertutup.
Dalam sistem proporsional terbuka, peserta pemilu memilih calon legislator sesuai dengan individu yang mencalonkan diri, dalam sistem ini calon legislator dengan jumlah suara paling banyak akan memenangkan kursi anggota dewan.
Berbeda dengan sistem proporsional tertutup, peserta pemilu hanya memilih partai politik, partai politik yang menentukan calon anggota legislatif melalui urutan nomor calon legislatif yang ditentukan sebelum pemilihan.
ADVERTISEMENT
Kedua sistem di atas sudah pernah digunakan di Indonesia, sistem proporsional terbuka digunakan sejak pemilu 2009-2019 dan proporsional tertutup digunakan sejak pemilu pertama 1955-2009.

Bagaimana Sistem Proporsional Terbuka Menghasilkan Calon Legislator yang Tidak Berkompeten?

Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Pelaksanaan sistem proporsional terbuka maupun tertutup memang memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam sistem proporsional terbuka, seseorang dapat dipilih bukan sebab kemampuannya, melainkan popularitasnya atau kepemilikan modal politik yang besar.
Dapat diamati juga, persaingan dalam sistem proporsional terbuka cenderung tidak lagi bergantung pada partai politik, namun melihat dari popularitas individu calon legislator, sedangkan calon yang berkompeten jarang memiliki popularitas ketimbang yang tidak berkompeten.
Untuk sistem proporsional tertutup, partai politik akan cenderung mengusung calon legislator yang berkompeten karena peserta pemilu memilih partai politik, bukan memilih tokoh secara langsung tanpa takut mengurangi perolehan suara.
Artis Aldi Taher berpose kepada wartawan usai mengisi acara di kawasan Tendean, Jakarta, Kamis, (15/6/2023). Foto: Agus Apriyanto
Melihat calon-calon legislator yang diusung partai politik mendekati musim pemilu tahun 2024, terdapat calon yang mengandalkan popularitas, padahal yang dibutuhkan untuk menjadi legislator bukan kepopulerannya, tetapi sebuah kompetensi.
ADVERTISEMENT
Lihat saja calon legislator seperti Aldi Taher, dalam wawancara di salah satu kanal televisi nasional, Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan ngawur dan sembrono, padahal Ia adalah calon anggota legislatif yang seharusnya memberikan sebuah jawaban yang bersubstansi untuk melegitimasi dirinya yang mampu menjadi anggota legislatif.
Selain mengandalkan popularitasnya, terdapat juga calon legislator yang hanya memiliki modal politik cukup besar untuk menarik suara pemilih.

Kekhawatiran Calon Legislator yang Tidak Berkompeten

Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Sistem Proporsional terbuka memang menciptakan sebuah kebebasan dalam memilih calon legislator. Namun, hal tersebut dapat menyebabkan kalahnya calon legislator yang berkompeten dengan calon yang hanya memiliki popularitas dan modal politik.
Penggunaan sistem ini juga dapat berisiko dalam pelaksanaan fungsi legislatif oleh legislator yang tidak memenuhi syarat, hal tersebut dapat menyebabkan beberapa masalah serius, seperti penyalahgunaan wewenang serta tidak menjalankan tugasnya dengan benar dan bijak.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, calon pemegang kekuasaan legislatif memang didapatkan dari sistem proporsional terbuka. Kepopuleran dan modal individu calon legislator berpengaruh untuk mendapatkan kemenangan karena masyarakat cenderung memilih calon yang mereka kenal dan tidak asing. Hal tersebut harusnya dihindari untuk mencegah hal-hal buruk yang dapat timbul.