Konten dari Pengguna

Pembangkit Listrik Hijau: Mengurangi Emisi dengan Teknologi Co-Firing di 2024

Ilhan Barief
Mahasiswa Program Studi Teknologi Rekayasa Pembangkit Energi Politeknik Negeri Jakarta
30 Juni 2024 18:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilhan Barief tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pembangkit Listrik Co-Firing Biomassa (Sumber : dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit Listrik Co-Firing Biomassa (Sumber : dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah meningkatnya kekhawatiran global terhadap perubahan iklim, Indonesia mengambil langkah signifikan dalam mengurangi emisi karbon dengan mengadopsi teknologi co-firing di pembangkit listrik. Teknologi ini adalah inovasi yang menjanjikan pengurangan emisi secara efektif di sektor pembangkit listrik. Co-firing sendiri merupakan proses pencampuran dua jenis bahan bakar untuk digunakan dalam pembangkit listrik. Di Indonesia, fokus utamanya adalah pencampuran biomassa, seperti sisa serbuk kayu, sisa pertanian, atau sampah organik, dengan batubara dalam proses pembakaran.
ADVERTISEMENT
Biomassa, sebagai sumber energi terbarukan, membantu mengurangi emisi gas rumah kaca karena bersifat karbon netral. Proses fotosintesis pada tanaman menyerap karbon dioksida (CO2), sehingga ketika biomassa dibakar, CO2 yang dilepaskan setara dengan yang diserap sebelumnya, menciptakan siklus yang seimbang. Teknologi co-firing sebenarnya telah dikenal secara global selama beberapa dekade, namun implementasinya di Indonesia mulai diperhatikan secara lebih serius dalam beberapa tahun terakhir. Co-firing biomassa pada PLTU di Indonesia dimulai sejak bulan Juni 2020 pada PLTU Paiton 1-2, menggunakan serbuk kayu atau dikenal dengan sawdust. Saat ini, co-firing biomassa sudah diimplementasikan pada 43 PLTU PLN.
Manfaat Teknologi Co-Firing
Adopsi teknologi co-firing memberikan beberapa manfaat signifikan, baik bagi lingkungan maupun ekonomi. Pertama, co-firing dapat mengurangi emisi karbon secara substansial. Pencampuran 10% biomassa dengan batubara dapat mengurangi emisi CO2 hingga 7%. Pengurangan ini berpotensi lebih besar jika persentase biomassa ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Kedua, penggunaan biomassa membantu mengurangi volume sampah organik. Di Indonesia, limbah pertanian sering kali dibakar secara terbuka, menghasilkan polusi udara. Dengan memanfaatkan limbah ini sebagai biomassa untuk co-firing, polusi udara dapat dikurangi dan nilai ekonomis limbah meningkat.
Ketiga, co-firing memberikan peluang ekonomi baru bagi sektor pertanian dan kehutanan. Petani dan pengelola hutan dapat menjual limbah organik mereka, menciptakan sumber pendapatan tambahan dan mendorong pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan.
Tantangan Implementasi Co-Firing
Meskipun menawarkan berbagai manfaat, penerapan teknologi co-firing di Indonesia tidak tanpa tantangan. Infrastruktur pembangkit listrik harus dimodifikasi untuk menangani campuran bahan bakar. Investasi awal yang diperlukan cukup besar, termasuk pengadaan dan pengolahan biomassa, serta penelitian dan pengembangan teknologi. Tanpa insentif atau subsidi dari pemerintah, beban biaya ini bisa menjadi penghalang bagi banyak perusahaan energi untuk mengadopsi teknologi co-firing.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pasokan biomassa yang stabil dan berkelanjutan merupakan tantangan lainnya. Biomassa yang digunakan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan konsisten sepanjang tahun. Indonesia memiliki sumber daya biomassa yang melimpah, seperti sisa pertanian dan limbah kayu, namun pengumpulan, pengolahan, dan distribusinya masih menjadi masalah. Infrastruktur logistik yang belum memadai dan biaya transportasi yang tinggi juga menambah kompleksitas dalam memastikan pasokan biomassa yang stabil.
Regulasi dan kebijakan pemerintah juga harus mendukung penerapan teknologi ini. Insentif untuk penggunaan energi terbarukan dan penalti bagi emisi karbon yang tinggi bisa menjadi langkah efektif untuk mendorong adopsi co-firing.
Langkah-Langkah ke Depan
Untuk memajukan teknologi hijau di Indonesia, sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat sangat diperlukan agar teknologi ini tidak hanya menjadi formalitas dan angan-angan saja. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan tegas yang mendukung investasi di bidang energi terbarukan dan memberikan insentif bagi industri yang mengadopsi teknologi ramah lingkungan. Industri perlu berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya implementasi teknologi co-firing. Masyarakat, terutama petani dan pengelola hutan, harus dididik tentang manfaat dan potensi ekonomi dari penyediaan biomassa.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam penerapan teknologi co-firing di Asia Tenggara. Dengan kekayaan sumber daya alam dan dukungan kebijakan yang tepat, co-firing bisa menjadi solusi kunci untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target iklim nasional.
Pada tahun 2024 dan seterusnya, teknologi co-firing tidak hanya menjadi langkah strategis dalam memerangi perubahan iklim, tetapi juga menjadi simbol kemajuan teknologi hijau Indonesia. Dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, kita dapat mewujudkan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.