Ayahku, Pahlawanku

Konten dari Pengguna
13 Mei 2020 15:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Sumber Foto: google/pinterest)
zoom-in-whitePerbesar
(Sumber Foto: google/pinterest)
ADVERTISEMENT
Laki-laki idaman, dapat diandalkan, rela berkorban, penyanyang dan sopan. Tidak perlu kaya dan tampan, cukup dengan hati bersih yang mengatakan.
ADVERTISEMENT
Iya, itulah ayahku. Pria tangguh yang selalu menjadi motivasi di dalam kehidupanku. Ayah adalah seorang prajurit tanpa pangkat yang rela mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan keluarganya. Selalu berjuang untuk menghidupi keluarganya dengan cara yang baik dan benar, agar kelak anak-anaknya dapat melakukan hal baik pula dan berguna bagi lingkungan dan masyarakat.
Keluargaku memang bukan keluarga golongan atas atau keluarga kaya raya, aku hidup sederhana dengan segala kecukupan yang dapat terpenuhi oleh ayahku. Aku sangat bersyukur dapat memiliki ayah yang hebat, padahal dulunya ayah berasal dari keluarga kurang mampu. Walaupun begitu ayahku dapat menunjukkan padaku bahwa harta bukanlah tolak ukur dari kesuksesan, kesuksesan dapat diraih dengan usaha yang gigih serta ridho dari orangtua.
ADVERTISEMENT
Itulah yang membuat ayahku sanggup menyelesaikan gelar sarjananya dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit saat itu. Ayahku selalu dicacimaki oleh teman-temannya karena ekonomi yang rendah. Ayahku selalu dimarahi oleh gurunya disekolah karena hanya mempunyai satu buku catatan. Ayahku tidak pernah merasakan yang namanya “jajan bersama teman-teman saat istirahat”. Namun itu semua hanyalah angin yang bertiup bagi ayahku, ia tetap menajalani kehidupannya dengan penuh kesabaran. Sampai pada akhirnya ayahku selalu menjadi juara kelas yang dibenci banyak orang karena perbedaan satatus sosial.
Ayahku sanggup menjalani semua itu dengan hasil yang sangat baik, nilai-nilai tidak pernah dibawah standar, dan selalu mengerjakan tugas tepat waktu. Apa yang membuatnya seperti itu? Itu semua karena ia ingin berbakti kepada kedua orangtuanya, tidak peduli apa kata orang lain terhadap dirinya bahkan keluarganya. Dengan mental sekuat baja, ayahku berhasil menjadi orang sukses yang sampai saat ini dibutuhkan banyak orang dalam pekerjaannya. Ayahku berhasil menjadi seorang guru yang hebat. Guru yang selalu dinanti-nati oleh muridnya di kelas. Seorang pria yang bisa membuat anak-anaknya tertawa dengan tingkah lucunya yang selalu menghibur. Itulah kisah seorang pahlawan yang selalu direndahkan oleh orang lain. Kisah yang selalu kubayangi setiap malam.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan kehidupanku sekarang ini. Aku sangat malu jika harus bercermin dengan kehidupan ayahku dimasa lalu. Aku dengan segala kecukupan yang dapat terpenuhi ini, belum pernah membahagiakan ayahku. Belum bisa mengambil peran penting seperti ayahku, aku takut untuk mengambil keputusan sendiri. Padahal aku adalah anak laki-laki yang nantinya harus menjadi tulang punggung keluargaku dimasa depan. Aku selalu bersedih ketika melihat ayahku terbaring sakit karena usia yang sudah cukup tua. Aku belum bisa menggantikan posisinya, aku masih membutuhkan bimbingan darinya, masih sangat butuh.
Semua yang kulakukan saat ini adalah mencoba menerapkan setiap nasehat yang diucapkannya. Belajar dengan sungguh-sungguh, memilih teman yang baik, berbakti kepada orang tua, menghormati orang lain, dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Itu semua yang kulakukan dalam perjalananku menuntut ilmu untuk menjadi orang sukses seperti ayahku. Walaupun terkadang yang kulakukan tidak semuanya berjalan seperti yang kuharapkan, aku tidak mendapatakan fakultas yang diinginkan oleh ayahku saat itu, bahkan aku harus menunggu satu tahun lagi untuk mendapatkan sekolah lanjutan yang sesuai denganku. Aku malu dengan ayahku dimasa lalu, dengan segala kekurangan yang dimilikinya, ayahku mendapatkan beasiswa untuk kuliah. Namun ayahku hanya tersenyum melihatku dan menasehatiku bahwa semua yang terjadi saat ini sudah diatur oleh tuhan.
ADVERTISEMENT
Ayahku selalu berpesan padaku, “Jangan pernah menjadi orang sombong, karena sombong akan membuatmu hancur dengan sendirinya”. “Tidak perlu menunjukkan semua kelebihanmu, cukup melakukan apa yang harus kamu lakukan dengan baik dan benar”, ujar ayahku. Saat itulah, aku mendapatkan semangat baru untuk menjalani kehidupanku yang baru, aku tidak boleh gagal dalam perkuliahanku dan harus mejadi orang yang berguna bagi keluarga dan masyarakat seperti ayahku.
Ayah, terima kasih atas jasamu selama ini, semua bimbinganmu selama ini, tanpamu aku bukan apa-apa di dunia yang luas ini. Terima kasih karena mau bersabar menjaga diriku ini sampai saat ini walapun terkadang aku masih bertingkah egois terhadapmu, aku tidak bisa membalas semua perbuatanmu serta membayangkan betapa sabarnya dirimu menghadapi itu semua. Aku sayang padamu, Ayah.
ADVERTISEMENT
(Muhammad Ali Hafizhuddin/Politeknik Negeri Jakarta)