Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Siapkah Aku?
12 Mei 2020 12:48 WIB
Tulisan dari Muhammad Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Aku terlahir sebagai anak laki-laki paling dewasa dalam keluargaku. Calon penerus tulang punggung keluarga, anak yang harus siap memggantikan posisi seorang ayah dalam keluarga. Namun mampukah aku akan hal itu?
ADVERTISEMENT
Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Aku memang mempunyai seorang kakak, namun ia terlahir sebagai perempuan, yang artinya aku tidak bisa mengandalkan Kakak sebagai pengganti ayahku suatu saat. Akulah yang harusnya mengambil beban itu, akulah yang akan bertanggung jawab jika nanti ayahku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Meskipun begitu, yang kurasakan justru bukan kesadaran akan hal itu, aku malah semakin bertingkah egois, tidak bertanggung jawab, bahkan acuh terhadap lingkungan sekitarku.
Aku lahir dalam keadaan sehat dan normal. Segala kebutuhanku juga selalu dipenuhi oleh ayah dan ibuku. Mendapatkan kasih sayang yang sama dengan kedua saudaraku yang lain. Tidak ada hal yang spesial dalam hal itu. Namun seiring bertambahnya usia, perilaku serta perkataanku seolah-olah justru yang paling buruk dalam keluargaku. Troublemaker, si pembuat onar, seperti itulah aku. Saat masih kecil, aku selalu mendapatkan masalah yang melibatkan keluargaku. Aku sering sekali menjadi bahan olokan. Aku hanya tidak suka diolok-olok, aku hanya membalas mereka dengan beberapa pukulan. Namun yang kudapat bukan pembelaan terhadap diriku yang seharusnya menjadi korban, akulah yang justru menjadi pelaku kekerasan. Orangtuaku bersedih atas kabar itu, bahkan marah atas apa yang kuperbuat. Sejak saat itulah yang kupikirkan adalah aku akan selalu terlihat salah dimata orangtuaku, akan selalu terlihat bodoh dihadapan banyak orang, bahkan tidak pantas disebut sebagai anak yang baik.
ADVERTISEMENT
Hari demi hari berganti, usiapun bertambah, aku semakin beranjak dewasa. Aku sempat berfikir akan merubah kehidupanku saat memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP), tapi ternyata masa laluku yang sudah kulupakan terjadi lagi. Teman-temanku di SMP melakukan hal yang sama kepadaku ketika aku kecil, mereka mengolok-olokku, bahkan yang lebih parah lagi mereka menjauhiku karena mengira aku adalah pencuri. Aku tidak mengerti apa yang salah denganku, aku bahkan belum sempat memperkenalkan diri lebih dalam kepada mereka. Aku bahkan tidak pernah melakukan hal buruk kepada mereka seperti mencuri. Tiga tahun kulalui dengan menahan semua perasaan itu, menahan keinginanku untuk balas dendam, semua perasaan itu tersimpan di hatiku. Aku benar-benar membenci mereka. Namun, dibalik semua itu, aku juga merasa beruntung masih memiliki beberapa teman yang mau bergaul denganku. Tentu saja mereka juga mengalami hal yang sama denganku, mereka adalah orang-orang yang sering dibully. Aku tidak peduli dengan semua itu, selama kami bisa saling memahami tidak menjadi masalah bagiku, dan bahkan selama tiga tahun itu juga aku hanya berteman dengan mereka. Lalu apakah aku masih menjadi pembawa masalah dalam keluargaku? Kali ini yang kulakukan justru membuat orangtuaku lebih buruk, aku membuat mereka kecewa padaku. Nilai-nilaiku hampir seluruhnya dibawah rata-rata. Mengapa hal itu terjadi? Tentu saja aku tidak bisa mengatakan kepada mereka apa yang sebenarnya terjadi padaku selama tiga tahun itu. Aku takut perasaan orangtuaku semakin hancur mendengar berita yang sesungguhnya. Lagi-lagi aku gagal menjadi anak yang baik.
ADVERTISEMENT
Memasuki Sekolah Menengah Atas, aku sempat ragu akan pengalaman yang sering terjadi itu terulang lagi. Aku takut membuat kesalahan lagi yang membuat orangtuaku bersedih. Tapi ternyata tidak. Untuk kali ini aku berhasil mempunyai banyak teman yang bisa menghargaiku apa adanya walaupun ada beberapa yang tetap tidak suka dengan keberadaanku disekitar mereka. Aku akui, untuk yang kali ini aku merasakan hal yang paling luar biasa yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Tentu saja dengan pertemananku yang cukup baik, sedikit demi sedikit aku mulai berubah, mulai dari perasaan, pola fikir, perilaku, dan lain-lain. Nilai-nilai yang kudapatkan juga terus meningkat meskipun pada akhirnya aku masih belum bisa memberikan yang terbaik bagi orangtuaku. Aku masih belum bisa mencapai rangking 10 besar disekolahku. Disisi lain, bagiku ini adalah pertanda baik yang bisa membuatku semakin percaya diri untuk menjadi penerus ayahku dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
Aku sempat berfikir tidak akan ada masalah lagi yang akan kuhadapi, tapi ternyata aku justru mengecewakan orangtuaku lagi. Aku gagal dalam ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri yang membuatku harus menunggu satu tahun lagi untuk mencoba lagi. Perasaanku mulai berubah lagi, aku menjadi tidak percaya diri lagi untuk mengemban tanggung jawabku nanti. Aku takut akan kehilangan arah lagi, menjadi anak yang selalu bermasalah.
Selama setahun, aku terus berfikir bagaimana cara untuk merubah situasi seperti itu menjadi lebih baik. Aku tidak mau selalu gagal dalam kehidupanku, tidak pernah belajar dari kesalahan, dan selalu berfikir negatif akan suatu hal. Tidak! Tidak lagi! Aku harus bisa menghadapi semua itu, semua perasaan itu yang membuatku menjadi payah. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari lingkaran kehidupan yang baru dengan melakukan hal yang baik. Aku memutuskan untuk tetap melanjutkan pendidikanku sampai selesai. Satu tahun kulewati dengan belajar bersama orang-orang yang memiliki status yang sama denganku. Orang yang gagal mendapatkan sekolah lanjutan yang sesuai dengan keinginannya. Dengan lingkungan baru seperti itu, aku belajar banyak hal dari mereka, kegagalan bukanlah awal dari kehancuran, kegagalan merupakan langkah pertama yang bagus untuk mencapai keberhasilan. Aku terus belajar untuk masa depanku, untuk membuat orangtuaku senang, membanggakan mereka, dan membantu mereka saat diperlukan nanti. Waktupun terus berjalan hingga akhirnya aku mendapat sekolah lanjutan yang sesuai denganku. Kali ini aku akan membuktikan kepada orangtuaku, aku akan menjadi anak laki-laki yang baik.
ADVERTISEMENT
Awal perkuliahan dimulai dengan baik, tidak ada hambatan, permasalahan dengan pertemanan, bahkan dengan dosen. Aku akhirnya berhasil berubah sesuai dengan yang kuharapkan, mendapat teman-teman baik, besosialisasi dengan banyak orang, menghargai orang lain, dan tidak lupa nilai-nilai yang selalu menjadi mimpi buruk bagiku dapat teratasi. Kali ini aku berhasil mendapat nilai yang cukup memuaskan dan berhasil membahagiakan orangtuaku. Aku tahu ini sangat terlambat, tapi bagiku tidak ada kata terlambat untuk berubah, apalagi untuk diriku sendiri. Semakin hari, perkuliahanpun terasa semakin berat. Namun kali ini aku bisa mengatasi semua masalah-masalah itu, aku bahkan mulai mencoba mengambil peran-peran penting dalam organisasi kegiatan di kampus. Aku selalu ingin mencoba berani tampil di depan banyak orang dengan kapasitas yang memadai. Aku tidak mau lagi kehilangan momentum yang berharga, aku ingin sekali menjadi orang yang sukses, dapat diandalkan, dipercaya banyak orang serta mampu mengemban tugas-tugas berat nantinya. Aku yakin dengan semangatku yang sekarang, segala kemampuan yang kumiliki saat ini dapat berguna untuk masa depanku nanti sekaligus sebagai anak laki-laki yang akan menggantikan posisi seorang ayah dalam keluarganya.
ADVERTISEMENT
(Muhmmad Ali Hafizhuddin/Politeknik Negeri Jakarta)