Konten dari Pengguna

Pemindahan Ibu Kota Mengurai Ketimpangan Ekonomi

Ilman Nafian
Blogger, Peneliti
12 Juli 2019 10:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilman Nafian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia ingin merasakan pembangunan seutuhnya. Jadi tidak lagi berpusat di Pulau Jawa, tetapi berpusat di Indonesia. Tidak ada lagi istilah Indonesia berada di Jawa, tentu saja ini akan mengurangi ketimpangan sekaligus pemerataan ekonomi di Indonesia.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di acara FMB 9, Jakarta (10/7)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di acara FMB 9, Jakarta (10/7)
Dalam diskusi yang digelar Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman Negara Sahabat” di Ruang Rapat Benny S. Muljana, Gedung Widjojo Nitisastro, Kementerian PPN/Bappenas, Rabu (10/7). Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan bahwa selain memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan, beberapa cara yang tengah dilakukan Pemerintah untuk membangun pusat pertumbuhan baru, meningkatkan pemerataan pembangunan, serta mengurangi ketimpangan.
ADVERTISEMENT
"Pertama, industrialisasi di luar Jawa dalam bentuk hilirisasi hasil tambang dan perkebunan, baik Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Kedua, mengembangkan berbagai kawasan ekonomi, baik Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri, dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Ketiga, mengembangkan enam wilayah metropolitan di luar Jawa, antara lain Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar, Manado, dan Denpasar." Demikian Pak Menteri Bambang menyebutkan.
Pak Menteri Bambang juga ingin ibu kota baru yang Indonesia-sentris, memicu pertumbuhan ekonomi, dan mendorong pemerataan pembangunan. Ibu kota baru harus didesain dan dipikirkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bagaimanapun Jakarta didesain dan dibangun oleh Pemerintah kolonial, VOC, Hindia Belanda, dijadikan pusat pemerintahan, dan diteruskan menjadi ibu kota negara hingga saat ini.
"Kita ingin bangun dengan kemampuan sendiri. Ibu kota yang dibangun secara khusus dan memiliki tata kota dan urban planning yang sangat baik dan nyaman untuk penghuninya." kata Pak Menteri Bambang menambahkan.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, lanjut pak Menteri Bambang menyampaikan bahwa kita harus belajar dari negara yang sudah berhasil memindahkan ibu kota, salah satunya Brasil. Alasan Kalimantan, selain ketersediaan lahan luas, relatif bebas bencana, wilayahnya lebih Indonesia-sentris. Indonesia tengah itu ada di Selat Makasar, namun Sulawesi masih rentan gempa dan tsunami. Jadi pilihannya Kalimantan.
Ide pemindahan ibu kota baru bukan hal yang baru sama sekali. Dalam 100 tahun, lebih dari 30 negara sukses memindahkan Ibu Kota. Sejarah mencatat, setiap 3-4 tahun terjadi pemindahan ibu kota, bahkan akhir-akhir ini berlangsung hampir setiap dua tahun sekali.
Pak Menteri Bambang juga mencontohkan “Selain Brasil, banyak negara memindahkan ibu kota. Malaysia yang pusat administrasinya ke Putrajaya. Korea Selatan dari Seoul ke Sejong. Kazakhstan dari Almaty ke Astana, juga Australia ke Canberra. Pakistan, Nigeria, bahkan Mesir juga pernah memindahkan ibu kota" katanya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, lanjut pak Menteri Bambang Indonesia punya satu keunikan, satu-satunya negara kepulauan terbesar di dunia. Kita akan pindahkan ibu kota antara pulau, tidak seperti Malaysia yang pindah ke Kuala Lumpur atau Mesir ke Kairo. Ada satu alasan pemindahan ibu kota yang mungkin mirip dengan Brasil, meskipun Brasil kontinen.
Saat itu, ibu kota dipindahkan dari Rio de Janeiro sebagai pusat denyut ekonomi Brasil ke Brasilia. Sementara denyut ekonomi kita adalah Jakarta sekitarnya. Kaitannya dengan denyut ekonomi, Pulau Jawa akhirnya menjadi pulau yang sangat padat dengan ekonomi sangat tinggi sehingga menciptakan ketimpangan dengan pulau-pulau di luar Jawa.
"Kalau kita membiarkan ini berkelanjutan tanpa ada upaya penanganan serius, maka ketimpangan akan semakin parah,” jelas beliau dalam acara diskusi tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada Tahun 1960, Rio de Janeiro dipindahkan ke Brasilia bertujuan untuk memperbaharui kebanggaan nasional masyarakatnya dengan membangun ibu kota modern di abad 21, meningkatkan kesatuan nasional dengan membuka lahan kosong di tengah-tengah Brasilia, sekaligus mengurangi ketimpangan.
“Ketika ekonomi bertumbuh di Rio De Janeiro dan Santos, wilayah pedalaman dan Amazon tertinggal dibandingkan wilayah pantai. Upaya pemindahan ibu kota ke wilayah Amazon bisa dibaca sebagai upaya pemerataan pembangunan." ujarnya menambahakan.
Brasilia tidak hanya pusat pemerintahan, tetapi menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi wilayah sekitarnya. Meski wilayah Amazon masih kalah dibandingkan wilayah pantai, tapi ketimpangan bisa diatasi. Untuk itu, kita juga berupaya meratakan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa.
"Ketimpangan pendapatan dan ekonomi ini yang harus kita atasi. Paling tidak, kita dapat mengurangi ketimpangan tersebut,” jelas Menteri Bambang lebih jauh.
Duta Besar Brasil, Rubem Barbarosa di acara FMB 9, Jakarta (10/7)
Dalam kesempatan yang sama, hadir pula Duta Besar Brasil untuk Indonesia Rubem Barbosa yang menyampaikan bahwa bukan hanya pemerataan ekonomi, pemindahan ibu kota ke Brasilia juga bertujuan untuk meratakan sebaran penduduk Brasil. Sepuluh tahun awal pasca pemindahan ibu kota negara, pertumbuhan penduduk Brasilia mencapai 14,4 persen per tahun dibandingkan Rio de Janeiro yang hanya 4,2 persen per tahun.
ADVERTISEMENT
"Terkait pemindahan ibu kota Brasil ke Brasilia, ide awalnya adalah untuk menyebarkan populasi masyarakat Brasil agar menjadi lebih imbang. Sebagai ukuran sukses pemindahan ibu kota, saat ini, Brasilia memiliki pendapatan per kapita tertinggi di Brasil. Brasilia juga berjasa bagi penyebaran agribisnis karena peran sentralnya sebagai kota di tengah-tengah negara Brasil," ungkap Rubem Barbosa.
Bagi Rubem pengalaman pemindahan ibu kota tersebut tidak ada kerugian ekonomi yang dialami Rio de Janeiro, sedangkan Brasilia mengalami dampak positif yang signifikan.
Duta Besar LBPP RI untuk Brasil 2010-2015 Sudaryomo Hartosudarmo di acara FMB 9 (Jakarta, 10/7)
Duta Besar LBPP RI untuk Brasil 2010-2015 Sudaryomo Hartosudarmo turut hadir dalam acara FMB 9, menurutnya sekarang Brasilia sudah luar bisa berkembang, dampaknya adalah perkembangan kota-kota satelit di sekitarnya. Ada sekitar dua puluh kota kecil yang tumbuh industrinya, pariwisatanya.
ADVERTISEMENT
"Dua puluh kota kecil tersebut menjadi pusat industri baru, perdagangan, dan pariwisata," terang Sudaryomo.
Pak Menteri Bambang menjelaskan Dalam Dialog Nasional II: Pemindahan Ibu Kota Negara pada Rabu (26/6) lalu, efek pengganda ekonomi atas pemindahan ibu kota Brasil, utamanya output multiplier, tercatat sebesar 2,93. Artinya, setiap BRL 1 penambahan investasi akan menambah output sebesar BRL 2,93. Sementara, employment multiplier akibat pemindahan ibu kota ke Brasilia sebesar 1,7 terhadap pekerjaan swasta yang tercipta dari setiap penambahan pekerjaan di sektor publik.
Menteri Bambang juga menjelaskan terkait isu lingkungan, menekankan pembangunan ibu kota baru justru mendorong reforestrasi di Kalimantan.
“Pembangunan ibu kota baru tidak akan mengurangi luas hutan lindung. Pada saat membangun ibu kota kita harus melakukan reforestrasi, konsep kotanya juga kota hijau sehingga hutan akan terjaga. Kalau ada kemungkinan abuse oleh investor, kita sebagai regulator harus keras. Untuk membuat kota ini terbuka, kota ini inklusif siapa saja boleh tinggal. Di sinilah kita melihat bahwa barangkali kota ini bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi bagi Kalimantan,” kata Menteri Bambang.
ADVERTISEMENT
Setelah acara digelar, Pak Menteri Bambang, uta Besar Brasil untuk Indonesia Rubem Barbosa dan Duta Besar LBPP RI untuk Brasil 2010-2015 Sudaryomo Hartosudarmo berfoto bersama. Para peserta diskusipun dipersilahkan untuk menikmati jamuan yang sudah disediakan panitia.
Buat kamu yang haus akan informasi dari Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bisa kamu peroleh lewat sosial media FMB9.