Gelar Bedah Buku, ILUNI UI Munculkan Ekosistem Inovasi Rintisan

Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI)
Akun resmi perkumpulan alumni Universitas Indonesia.
Konten dari Pengguna
11 Mei 2021 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Dari Pakar IT sampai Hubungan Internasional Hadir

M Rahmat Yanada dan Ummi Salamah, penulis buku "Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan," saat bedah buku digelar, Minggu (08/05).
zoom-in-whitePerbesar
M Rahmat Yanada dan Ummi Salamah, penulis buku "Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan," saat bedah buku digelar, Minggu (08/05).
ADVERTISEMENT
Jakarta, 8 Mei 2021 – Munculnya Jakarta sebagai ekosistem “challenge” mengukuhkan Indonesia sebagai salah satu negara yang diperhitungkan dalam perkembangan perusahaan rintisan, yang lebih popular dengan sebutan startups. Beberapa perusahaan rintisan yang berdiri pun telah menjadi unicorn dan decacorn. Ekosistem inovasi dan kewirausahaan rintisan dibutuhkan agar perusahaan rintisan dapat tumbuh dalam jumlah lebih besar dan menarik investor dan teknologi, serta mendorong kemajuan dan daya saing bangsa.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan dalam sesi bedah buku berjudul “Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan” yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) pada Sabtu (8/5/2021) secara virtual. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian program riset ILUNI UI bertajuk “Riset Masa Depan Indonesia: Manusia dan Pemimpin Indonesia 2045”.
Buku ini merupakan kolaborasi Sinergi Temu antara Ketua ILUNI UI Muhammad Rahmat Yananda dan Ketua Puskakom LPPSP FISIP UI Ummi Salamah. Dalam pemaparannya, Rahmat mengungkapkan bahwa penulisan buku ini bertujuan mengungkap peran para entrepreneur pelopor pada masa-masa awal tumbuhnya perusahaan rintisan di Indonesia hingga berkembang menjadi unicorn dan decacorn. “Sebelum terbentuknya ekosistem untuk bisnis dan inovasi rintisan, para entrepreneur merupakan aktor paling penting. Ekosistem tanpa entrepreneur atau inovator tidak akan menciptakan nilai walaupun didukung infrastruktur dan pendanaan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Rahmat lalu menjelaskan, keberlanjutan para entrepreneur pelopor atau founders baru perusahaan rintisan di Indonesia harus didukung melalui innovation by mission, khusususnya dari.pemerintah. Rencana yang baik dibutuhkan untuk memunculkan ruang yang mendorong interaksi kuat antara entrepreneur, kampus, pemerintah, dan dunia industri untuk dimaksimalkan potensi ekosistemnya. “Dari ekosistem inilah para entrepreneur baru akan lahir menyelesaikan social problem melalui perusahaan rintisan yang didirikan,” tukasnya.
Menurut Rahmat, ekosistem inovasi tidak harus mulai dari nol. Kawasan perkotaan dapat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya perusahaan rintisan. Infrastruktur perkotaan seperti infrastruktur fisik, pengetahuan, dan manusia mendukung tumbuhnya ekosistem tersebut. “Rintisan dilakukan untuk memecahkan problem perkotaan berkolaborasi dengan pemerintah dan industri. Kemajuan yang terukur dengan critical mass yang memadai akan mendatangkan investor,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Rahmat, Pakar Ekonomi Internasional dan Guru Besar BINUS University Prof. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D. menegaskan, ekosistem inovasi kewirausahaan rintisan perlu digenjot dalam kurikulum di perguruan tinggi. “Terlepas dari semua permasalahan dan tantangan yang ada, jiwa-jiwa entrepreneur perlu dimiliki oleh pengambil kebijakan yang bisa dimulai dari perguruan tinggi. Kita juga perlu belajar dari masa lalu soal ekosistem inovasi, apa-apa saja yang tidak berhasil harus dapat perbaiki saat ini. Dengan begitu sejelek apapun ekosistemnya, entrepreneur baru tetap akan lahir,” jelas Prof. Tirta. Dia menambahkan, buku “Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan” telah disusun dengan sangat lengkap, komprehensif, menstimulasi, kontekstual, dan relevan sesuai dengan permasalahan apa saja yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, menurut Co-Founder TEMUIDE Haemiwan Fathony, faktor kunci keberhasilan para founder perusahaan unicorn dan decacorn Indonesia dan luar negeri seharusnya diaplikasikan dengan prinsip kolaborasi dan sinergi. Perlu ada nyali bukan hanya dari entrepreneur saja tapi juga dari pihak kampus, pemerintah, dan industri. Selain itu, menurutnya kampus mampu menjadi salah satu institusi yang berperan penting dalam menciptakan bibit-bibit founder perusahaan rintisan raksasa.
Selain itu, Haemiwan menilai gagasan ekosistem inovasi yang coba ditawarkan Rahmat dan Ummi melalui buku “Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan” mampu menjadi jawaban bagaimana ekosistem perusahaan rintisan Indonesia dapat berkembang dan memberi solusi atas permasalahan yang ada. “Dimulai dari hal kecil, seperti bagaimana riset di kampus menciptakan hak paten untuk mengembangkan kewirausahaan rintisan dan bukan sebatas mengejar H-Index Scopus belaka. Kampus juga perlu menggandeng para mahasiswa dan industri bersama pemerintah sehingga tercipta ekosistem inovasi yang kita semua harapkan supaya tumbuh kewirausahaan rintisan baru lainnya,” tutupnya.
ADVERTISEMENT