ILUNI UI Minta Status Tersangka Peserta Aksi Demo Hardiknas Dicabut

Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI)
Akun resmi perkumpulan alumni Universitas Indonesia.
Konten dari Pengguna
11 Mei 2021 11:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

FDS 52: Turut Hadirkan BEM UI

Pemateri Forum Diskusi Salemba 52 bersama BEM UI dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (TAU KSP) Donny Gahral Adian pada Minggu (08/05).
zoom-in-whitePerbesar
Pemateri Forum Diskusi Salemba 52 bersama BEM UI dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (TAU KSP) Donny Gahral Adian pada Minggu (08/05).
ADVERTISEMENT
Jakarta, 8 Mei 2021 – Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian meminta pencabutan status tersangka para peserta aksi yang ditangkap saat demo Hardiknas 2 Mei lalu. Hal ini disampaikan dalam diskusi virtual Forum Diskusi Salemba Policy Center ILUNI UI dengan tema “Menimbang Demonstrasi pada Masa Pandemi: Ekspresi Berserikat dan Ketertiban Umum", Sabtu (8/8/2021).
ADVERTISEMENT
Pada diskusi tersebut, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra dan Ketua BEM FHUI Surya Yudiputra hadir dan menjelaskan kronologis aksi yang mereka lakukan hingga penangkapan aparat. Menurut Leon, penanganan polisi tidak konsisten dan ada ancaman yang diterima mahasiswa. Padahal saat itu mahasiswa sudah setuju untuk bubar setelah menunggu perwakilan selesai beraudiensi dengan Dirjen Dikti.
Oleh karenanya, Andre menyebut, penangkapan tersebut melanggar kebebasan bereskpresi masyarakat yang sudah berjalan sesuai peraturan. “Adik-adik mahasiswa dan para buruh sudah mengadakan aksi secara damai dan sesuai prokes, namun tetap ditangkap dan dijadikan tersangka,” kata Andre dalam sambutannya.
Andre berpendapat, perlu ada panduan bagaimana masyarakat bisa melakukan hak-haknya dengan satu protokol yang jelas. Dia menyoroti aparat yang juga dianggap belum melaksanakan protokol kesehatan pada saat aksi berlangsung. “Apakah kemarin ada kesalahan atau ada usaha-usaha untuk membuat hak masyarakat menyatakan pendapat berkurang. Kita tahu saat ini masih di masa pandemi, sehingga semua pihak harus punya kesepakatan apa yang bisa dilakukan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ILUNI UI juga mencoba mengadvokasi mahasiswa di BEM, termasuk ketua BEM FHUI yang jadi tersangka. ILUNI UI juga berperan aktif dalam menyatakan pendapatnya secara damai melalui pelaksanaan diskusi virtual. “Semoga dengan forum diskusi ini bisa jadi Sinergi Temu berbagai elemen untuk memberikan masukan bagaimana penanganan ini ke depan. Jangan sampai menimbulkan kegaduhan di masa kita harus berkonsentrasi menangani pandemi,” harap Andre.
Wakil Dekan FHUI Prof. Dr. M. R. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M. menyayangkan tindakan represi dan penangkapan terhadap mahasiswa peserta demo. Dia melihat adanya penyalahgunaan wewenang dan pembungkaman suara kritis. Jika dibiarkan, kondisi ini akan berbahaya dan dapat membawa bangsa kembali pada situasi gelap sebelum reformasi. “Sudah saatnya kita melihat lagi hukum acara pidana kita apakah masih layak dipertahankan atau justru perlu melakukan kajian-kajian lebih kritis. Apakah terlalu banyak diskresi yang akan membahayakan publik. Jika kemungkinan terburuk harus dilawan di pengadilan, kita lawan. Jangan sampai hal ini dibiarkan,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan hal tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengkritisi diskriminasi yang terjadi dalam penindakan pelanggaran protokol kesehatan. Berdasarkan laporan Bawaslu, ada banyak pelanggaran yang terjadi saat pilkada dan tidak mendapat penindakan hukum. Namun, mahasiswa dan para buruh yang ikut serta dalam aksi demonstrasi justru ditangkap bahkan ketika mereka sudah selesai aksi. “Data-data dan foto-foto yang beredar menunjukkan mahasiswa ditangkap bukan karena protokol kesehatan. Ada surat telegram Kapolri yang meminta meredam, mencegah, dan mengalihkan aksi,” sorotnya.
Selain itu, Asfin membeberkan, ada pola-pola hambatan kebebasan berpendapat di muka umum melalui pendidikan, serangan digital, penghalang-halangan aksi, termasuk pencegatan di berbagai tempat yang dilakukan dengan perencanaan. “Kalau menggunakan pelanggaran HAM yang berat, unsur sistematis sudah terpenuhi karena ada kebijakan dan berbagai pejabat publik yang juga menyampaikan secara terbuka,” sebut dia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (TAU KSP) Donny Gahral Adian meyakinkan, pemerintah tetap membuka ruang kebebasan berekspresi di tengah pandemi. Jika ada dinamika di lapangan, hal tersebut akan ditindaklanjuti. Termasuk kebutuhan akan protokol untuk menyampaikan pendapat di muka umum pada masa pandemi. “Tidak ada niatan atau policy untuk pengetatan dan represi masyarakat dalam menyuarakan pendapatnya. Tapi kalau di lapangan ada dinamika, KSP pasti akan mencatatnya dan menjadi koreksi internal. Semoga bisa diselesaikan, termasuk harapannya agar tidak mudah melakukan pemidanaan jika ada pelanggaran protokol kesehatan,” pungkas Donny.