Konten dari Pengguna

Apakah Pasti Aman? Privasi Pasien di Era Rekam Medis Elektronik Dipertanyakan

Ima Ansari Kusuma
Mahasiswa MARS UMY Praktisi Kesehatan
22 November 2024 18:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ima Ansari Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tranformasi di bidang kesehatan berkembang dengan pesat saat ini. Penggunaan rekam medis elektronik (RME) wajib dilakukan di semua fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), baik rumah sakit maupun klinik dan praktek pribadi, paling lambat pada 31 Desember 2023 tahun lalu. Hal tersebut sesuai dengan Permenkes No 24 tahun 2022 mengenai Rekam Medis. Perubahan itu bagian dari pilar ke-6 Transformasi Kesehatan yang digagas oleh Kemenkes. RME wajib terintegrasi dengan platform Satu Sehat. Tentunya penggunaan RME diharapkan dapat mengurangi biaya operasional dan membuat pelayanan kesehatan lebih efisien. Tidak perlu lagi menyimpan berkas berupa kertas, kekahwatiran data pasien hilang atau rusak, maupun waktu mencari rekam medis yang lama. Semua data terintegrasi dalam suatu sistem yang mudah diakses. Petugas medis juga lebih mudah untuk melihat berbagai data pasien, baik terkait keluhan, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, rontgen, CT scan, dan pemeriksaan lainnya. Kalau dulu sering terjadi error saat pemberian obat karena tulisan dokter hanya terbaca oleh dokter itu sendiri, maka saat ini tidak perlu khawatir lagi. Resep diketik melalui RME, terhubung dengan bagian farmasi, dan pastinya apoteker dapat membaca dengan jelas resep yang akan diberikan kepada pasien.
Ilustrasi gambar dokter menggunakan RME (Sumber freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar dokter menggunakan RME (Sumber freepik)
Data Pasien, Pastikah Aman?
ADVERTISEMENT
Pengelolaan RME harus dilakukan dengan hati-hati. Dalam digitalisasi penting adanya prinsip keamanan dan kerahasiaan data pasien. SDM di lingkungan pelayanan kesehatan wajib paham cara menggunakan hingga melindungi data di dalam RME. Pengaturan mengenai keamanan dan perlindungan data RME tertuang dalam Permenkes tentang Rekam Medis. Data dalam rekam medis merupakan milik pasien, dapat disampaikan kepada keluarga dengan seizin pasien. Sedangkan dokumen rekam medis milik dari fasyankes yang merawat pasien. Tanggung jawab untuk memelihara ada pada fasyankes. Jadi jika terjadi kehilangan, pemalsuan, kebocoran data rekam medis maka pihak yang bertanggung jawab adalah fasyankes yang memiliki dokumen tersebut. Isi dalam RME wajib dijaga kerahasiaannya oleh seluruh pihak yang dapat mengakses RME. Bukan hanya dokter dan perawat, namun juga pegawai administrasi, petugas billing, petugas farmasi, hingga siswa (seperti PPDS atau koass) pun juga wajib menjaga kerahasiaan isi rekam medis.
ADVERTISEMENT
Apakah data rekam medis bisa bocor? Jawabnya bisa. Tingkat keamanan dari RME di masing-masing fasyankes berbeda. Data bisa saja di-hack oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi sehingga diperlukan regulasi dan perlindungan tentang rahasia medis serta peningkatan kualitas digital RME di tiap fasyankes. SDM kesehatan harus "melek" digital. Nah, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga data privasi pasien antara lain :
1. Mengontrol akses
Tidak semua orang dapat mengakses RME. Dapat digunakan proses autentikasi untuk menyaring bahwa orang yang betul-betul berwenang boleh mengakses data.
2. Firewall
Untuk membantu melindungi jaringan dari serangan malware, mencegah akses tidak sah, menjaga privasi data, dan memperkuat keamanan jaringan.
ADVERTISEMENT
3. Enkripsi data
Data dapat dienkripsi menjadi bentuk kode sehingga hanya dapat diakses oleh orang yang mempunyai kunci sesuai.
4. Pencadangan data
Data secara teratur dicadangkan dan diaudit untuk menilai jika terjadi kegagalan sistem atau kehilangan data maka hal tersebut cepat untuk diperbaiki.
Berbagai cara tersebut dapat dilakukan untuk membuat pasien merasa aman dengan privasi datanya di rekam medis di era digital saat ini.